Sabtu 10 Dec 2016 13:00 WIB

PBB Desak Suu Kyi Kunjungi Rohingya

Red:

NEW YORK -- Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali mengeluarkan pernyataan kekhawatiran terkait kondisi di bagian utara Rakhine, Myanmar, yang

dirundung isu pembersihan Muslim Rohingya oleh militer Myanmar. Sebanyak 14 negara yang tergabung dalam misi diplomatik untuk Myanmar juga mendesak

dibukanya akses bantuan kemanusiaan untuk etnis Rohingya.

Saya ingin menggarisbawahi bahwa PBB tetap sangat prihatin dengan situasi yang berkembang di Rakhine utara, ujar Penasihat Khusus Sekretaris

Jenderal PBB untuk Myanmar Vijay Nambiar dalam pernyataan resmi yang dilansir kemarin. Ia juga meminta Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi

mengunjungi Maungdaw dan Buthidaung, daerah yang paling parah didera kekerasan.

PBB menekankan, Aung San Suu Kyi sebagai pemenang Nobel Perdamaian harus menjamin warga sipil akan dilindungi di tengah indikasi terjadinya

pemerkosaan terhadap wanita etnis Muslim Rohingya, pemba karan rumah, serta pem bunuhan sejak Oktober lalu.

Nambiar juga mendesak pasukan Myanmar bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan norma internasional. Ia mengharapkan, pasukan bisa

menghindari aksi yang tidak proporsional dan dapat menyebabkan korban jiwa dari warga yang tidak bersalah dan kerusakan properti.

Meski Pemerintah Myanmar telah membentuk Advisory Commission on Rakhine State, Nam biar berharap pemerintah tak mengintervensi sehingga komisi bisa

menjalankan tugas nya secara kredibel dan indepen den. Dengan demikian, komisi bisa meyakinkan penduduk lokal dan masyarakat inter - nasional. PBB

telah menyuarakan kepri hatinan terhadap situasi hak asasi manusia yang memburuk di wilayah itu, katanya.

Ia menyatakan setuju dengan penilaian situasi yang dikemukakan oleh mantan sekretaris jenderal PBB Kofi Annan, sebagai ketua Advisory Committee on

Rakhine State. Annan yang melakukan perjalanan selama sepekan ke Rakhine, menyeru kan agar akses terhadap kema nusiaan dan media segera dapat

diberikan sebagai upaya meredakan ketegangan.

Selain PBB, tekanan juga diberikan oleh 14 negara anggota misi diplomatik terkait status Rohingya. Di antara negaranegara tersebut adalah Austria,

Belgia, Kanada, Denmark, Finlandi, Perancis, Yunani, Irlandia, Belanda, Polandia,Spanyol, Swedia, Turki, dan Amerika Serikat.

Mereka mendesak Myanmar segera membuka akses bantuan kemanusiaan ke bagian utara Rakhine. Dalam pernyataan resmi yang dilansir kemarin, misi

diplomatik tersebut menyatakan kekhawatiran atas situasi di Rakhine. Mereka juga menyinggung soal bantuan yang diperlukan oleh puluhan ribu Muslim

Rohingya, termasuk anak-anak yang mengalami malagizi parah.

Para prajurit militer Myanmar diterjunkan ke wilayah yang berbatasan dengan Bangladesh tersebut sejak awal oktober lalu. Mereka saat itu berkilah

merespons serangan terkoordinasi di tiga pos perbatasan pada 9 Oktober, yang menewaskan sembilan anggota kepolisian Myanmar.

Meski begitu, dalam upaya pengejaran, warga sipil dari etnis Rohingya turut menjadi korban. Laporan PBB dan Human Right Watch menyimpulkan, terjadi

semacam pengusuran etnis dengan kekerasan di lokasi itu.

Tindakan keras yang dilakukan militer Myanmar di Rakhine sejauh ini sudah menewaskan sedikitnya 86 orang, dan membuat 10 ribu orang lainnya

melarikan diri melintasi perbatasan Bangladesh. Mantan sekjen PBB Kofi Annan pada Selasa lalu, juga meminta pasukan keamanan Myanmar untuk

bertindak sesuai dengan aturan hukum.

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi sebelumnya telah menemui Suu Kyi sebagai penasihat negara Myanmar di

Naypyidaw, Selasa (6/12) malam. Dalam pertemuan terse but, Retno menyampaikan harapannya agar Pemerintah Myanmar tetap menjunjung tinggi

penghormatan dan perlindungan HAM, termasuk kepada minoritas Muslim.

Retno juga menekankan pentingnya akses bantuan kemanusiaan ke Rakhine. Permintaan ini, menurut Retno, ditanggapi secara positif oleh Suu Kyi.

Etnis Rohingya adalah kelompok masyarakat yang mengklaim telah tinggal di Myanmar sejak abad ke-19. Mereka juga sem pat diakui sebagai warga negara

oleh Pemerintah Myanmar.

Kendati demikian, belakangan status kewarganegaraan terse but dicabut. Hal itu membuat Muslim Rohingya tak mendapat hak-hak sipil mereka. Selain

itu, diperparah juga dengan meningkatnya sentimen nasionalitas Buddha di Myanmar, yang dikam panyekan biksu populis Ashin Wirathu, yang kerap

menyampaikan kalimat kebencian terhadap komunitas Muslim Myanmar.

Duta Besar Myanmar untuk Indonesia, Aung Htoo mengatakan, sejauh ini pemerintah tengah memverifikasi status kewarganegaraan Rohingya. Me - nu rut

dia, hal itu langkah konkret yang dilakukan pemerintah untuk mengakhiri problem berkepanjangan di wilayah tersebut.

Menurut dia, warga Rakhine perlu membuktikan, nenek moyang mereka telah tinggal di Myanmar sebelum tahun 1823. Ini berdasarkan aturan dalam undang-

undang 1982. Dengan demikian, Aung mengatakan, me reka bisa diakui sebagai warga negara Myanmar.

Sejak pemerintahan baru di pimpin Ibu Suu Kyi, pemerintah sangat serius mengembangkan negara ini ke arah yang lebih baik. Rakhine juga perlu

dikembangkan secara sosial juga ekonomi, kata Aung. Suu Kyi juga berupaya menemukan solusi jangka panjang untuk memulihkan stabilitas di Rakhine.      rep: Fira Nursya'bani, Mutia Ramadhani/reuters, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement