Selasa 06 Dec 2016 12:00 WIB

Polri Enggan Buka Bukti Makar

Red:
  Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/12)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/12)

JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengklaim, penangkapan sejumlah aktivis, purnawiraan TNI, dan kader parpol terkait makar didasari pada bukti yang kuat. Meski begitu, pihak kepolisian enggan membeberkan bukti-bukti kejahatan yang dianggap serius tersebut.

"Penangkapan itu dilakukan dengan bukti yang cukup untuk dibawa ke pengadilan,'' kata Kapolri dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPR, kemarin. Tito menyatakan, penangkapan itu bukan dilakukan dengan asas pencegahan alias preventive justice.

Ia juga menekankan, penangkapan harus dilakukan saat itu karena kekhawatiran kepolisian bahwa Aksi Bela Islam III bakal ditunggangi agenda makar tersebut. Alasan para tersangka pelaku makar  ditangkap pada tengah malam hingga Subuh agar penindakan tidak dijadikan isu yang dipelintir pihak tertentu.

Meski telah melakukan penangkapan, Kabagpenum Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, Polri masih menggali dalang dugaan makar tersebut. Penyidik masih menggali dan mengembangkan siapa yang merencanakan, siapa yang mendanai, serta aktor di lapangan dan penggerak massa.

Ia menegaskan, Polri tidak akan membuka bukti soal tuduhan makar tersebut. "Bukti itu kan substansi penyidikan. Kita tidak buka. Kami harus punya strategi tertentu dalam penyidikan ini. Tidak semua proses pemeriksaan diungkap ke publik. Itu hal wajar yang jadi bagian dari strategi penyidikan," katanya di Jakarta, kemarin.

Di antara yang diciduk kepolisian pada Jumat (2/12) dini hari adalah aktivis senior Sri Bintang Pamungkas, Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta Utara, Jamran; dan Ketua Komando Barisan Rakyat (Kobar) Rizal Izal. Tiga orang itu masih ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Selain itu, tujuh lainnya dijadikan tersangka, tapi tak ditahan. Di antaranya, mantan staf ahli panglima TNI Brigjen (Purn) Adityawarman Thaha, mantan kepala staf komando cadangan strategis TNI AD Mayjen (Purn) Kivlan Zein, aktivis Firza Husein, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri, aktivis buruh Alvin Indra Al Fariz, aktivis Ratna Sarumpaet, serta musisi Ahmad Dhani Prasetyo yang saat ini tengah maju sebagai calon bupati Bekasi.

Dari pihak-pihak yang ditahan, sebagian besar dikenai Pasal 107 juncto Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP. Pasal-pasal itu mengatur soal upaya penggulingan pemerintahan dan hukuman-hukumannya. Sedangkan dua di antaranya, Jamran dan Rizal Kobar, dikenai Pasal 28 UU ITE. Pasal itu mengatur soal penghasutan terkait SARA di internet dan hukumannya.

Sementara ini, yang diketahui dari kasus tersebut adalah Sri Bintang Pamungkas dinilai kepolisian telah mengumpulkan sejumlah pihak, serta meminta DPR/MPR melakukan sidang istimewa untuk mengganti Presiden Joko Widodo. Bentuk keterlibatan pihak lain belum dijelaskan kepolisian. Pihak-pihak yang ditahan sejauh ini masih bungkam atas penangkapan mereka.

Isu makar telah diembuskan Kapolri sejak rencana Aksi 212 diumumkan Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) awal bulan lalu. Menurut Tito, ia mendapat informasi dari intelijen bahwa ada upaya-upaya mengarahkan massa dalam aksi menuntut pemidanaan tersangka kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama itu ke gedung DPR.

Tito sebelumnya menyatakan, bukti-bukti makar bisa ditemukan di internet. Namun hingga saat ini, bukti-bukti makar tersebut belum dipaparkan kepolisian.

Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, menilai, sejauh ini yang tampaknya direncanakan sebagian pihak yang ditangkap sekadar aksi unjuk rasa. "Kalau orang berdemonstrasi lalu dianggap makar berbahaya ini. Bisa saja selain 10 tokoh ini bisa dituduh sama, makin lama kita makin mundur demokrasi kita," ujarnya.

Ia menekankan, upaya makar adalah tuduhan serius. Untuk disebut makar, menurut Bahrain, biasanya yang terjadi adalah penggulingan kekuasaan dengan paksa yang tentu tidak mudah tanpa pasukan dan anggota bersenjata. rep: Eko Supriyadi, Fauziah Mursid antara ed: Fitriyan Zamzami

***

PASAL PENJERAT PEMAKAR

Pasal 87 KUHP

Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan (bukan semata-mata kehendak).

Pasal 107 KUHP

(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Pasal 110 KUHP

(1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut Pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement