Selasa 06 Dec 2016 12:00 WIB

Pemerintah Mendata Ormas Terkait Revisi Beleid

Red:

JAKARTA -- Pemerintah melalui sejumlah kementerian menyatakan akan melakukan pendataan terperinci terhadap organisasi-organisasi masyarakat (ormas) yang telah berdiri di Indonesia. Tujuan pendataan itu guna mematangkan rencana revisi Undang-Undang Nomor 17/2013 tentang Ormas.

Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, saat ini, pihaknya bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Kemenko Polhukam sedang menyelesaikan pendataan terhadap seluruh ormas. "Ormas ini jumlahnya sudah mencapai ribuan," ujar Tjahjo di Jakarta, kemarin.

Ormas yang akan didata adalah yang terdaftar di pusat, baik lewat Kemenkumham maupun Kemendagri serta ormas daerah dan ada cabang dari ormas alias NGO dari luar negeri. Pendataan itu akan diselesaikan terlebih dahulu sebelum pemerintah menyusun dan mengajukan draf revisi UU Ormas ke DPR.

Adapun proses pengajuan revisi UU Ormas akan dilakukan setelah revisi UU Pemilu; UU Partai Politik; dan UU MPR, DPR, DPD, serta DPRD selesai dibahas. Tjahjo menegaskan, pada prinsipnya, masyarakat tetap diperbolehkan membentuk ormas. Namun, pembentukan ormas harus jelas manfaat dan tujuannya. "Misalnya saja, memberikan saran, kritik, backup program masyarakat, partai politik, atau pemerintah," kata Tjahjo.

Pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkumham akan mengupayakan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017. Pemerintah menilai, UU Ormas yang ada saat ini membuat ormas mudah sekali didirikan oleh berbagai pihak. Revisi ini juga disebut sebagai antisipasi pemerintah atas ormas anti Pancasila yang kerap membuat onar.

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Soedarmo, sebelumnya mengatakan, salah satu yang bakal direvisi adalah penyederhanaan sanksi terhadap ormas yang tercantum dalam Bab 17 Pasal 62 UU Ormas. Menurut dia, sanksi yang dikenakan terhadap ormas dari peringatan hingga penindakan terlampau lama.

Ia menilai, aturan tersebut menyulitkan pemerintah yang ingin sesegera mungkin menindak ormas-ormas yang dinilai negatif. "Termasuk yang berlawanan dengan Pancasila. Kami ingin tegas menindak ormas yang bertentangan dengan Pancasila.

Di lain pihak, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menilai, pemerintah hendak merevisi UU Ormas, karena faktor sejumlah kejadian dan unjuk rasa belakangan. Jika benar itu pemicunya, menurut Mu'ti, yang dilakukan pemerintah adalah aksi reaktif yang belum dipikir secara matang. Ia mencontohkan, Beberapa pasal dalam UU Ormas sejauh ini juga digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga pihak pemerintah perlu menelaah dulu putusan-putusan MK tersebut.

Terkait keinginan agar ormas tak bertentangan dengan Pancasila, Mu'ti menilai, aturan tertulis soal kewajiban asas tersebut bisa berujung pada kontroversi panjang. Ia mencontohkan, meski berasas Islam, Muhammadiyah tetap mendukung Pancasila. Kecenderungan ormas seperti itu, menurut Mu'ti harus diakomodasi agar tidak ada pemaksaan dan penyeragaman, seperti pada masa Orde Baru. "Semangat sekarang adalah reformasi. Jangan sampai pemerintah represif," kata Mu'ti kepada Republika, kemarin.

Selain itu, dia mengatakan, dengan UU Ormas yang berlaku saat ini pemerintah sebenarnya juga bisa membawa ke pengadilan ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan mendukung separatisme. "Kalau ada ormas abal abal, ini karena dampak UU Ormas juga. Satu orang bisa mendirikan lebih dari satu ormas. Ini bisa jadi area kolusi ormas dengan kroni aparatur pemerintah,'' kata Mu'ti.

Di DPR, UU Ormas atau rencana revisinya bakal dibahas di Komisi II. Meski begitu, sejumlah anggota Komisi II masih mempertanyakan rencana revisi tersebut.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Almuzzamil Yusuf mengatakan, seharusnya semua pihak melihat permasalahan ormas dalam konteks yang utuh. "Persoalan ormas anarkistis atau tidak Pancasilais jangan dipandang sebagai buah kesalahan dari UU Ormas yang sudah ada," kata Almuzzamil kepada Republika, kemarin.

Ia menegaskan, kalau pemerintah berniat mengusulkan revisi UU Ormas, harus diperjelas dulu apa pokok persoalan yang dihadapi. Jangan sampai revisi UU tidak menyelesaikan masalah sebenarnya yang dihadapi saat ini. 

Anggota Komisi II DPR, Hetifah Sjaifudian mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima draf revisi UU Ormas.  Namun, politikus Partai Golkar itu meminta pemerintah tidak terburu-buru merevisi regulasi tersebut. "Kami di Komisi II DPR RI belum menerima draf revisi UU tersebut. Saya akan segera bahas dengan direktur ormas untuk dapat penjelasan lebih dalam terkait wacana ini," kata Hetifa, kemarin.

Menurut dia, seharusnya pemerintah terlebih dulu menyamakan persepsi dengan DPR sebelum menggulirkan wacana. Kemudian, juga dievaluasi apa yang jadi masalah, apakah peraturannya atau penegakan hukumnya.

Sehingga, pemerintah tidak terkesan merevisi Undang-Undang Ormas secara sepihak. "Esensi adanya UU Ormas adalah untuk melindungi kebebasan berserikat dan berorganisasi warga negara tanpa melanggar hak-hak publik," katanya menambahkan. rep: Dian Erika Nugraheny, Fuji Pratiwi Agus Raharjo, Ali Mansur ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement