Senin 05 Dec 2016 13:00 WIB

Aktivis HAM Pertanyakan Revisi UU Ormas

Red:

JAKARTA -- Pemerintah mematangkan rencana merevisi Undang-Undang Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Langkah tersebut dinilai mencerminkan ketakutan berlebih dari pemerintah.

"Saya lihat pemerintah ketakutan saja, ketakutan berlebihan terkait keberadaan ormas yang dianggap pemerintah memiliki potensi mengganggu," ujar peneliti Setara Institute, Aminudin Syarif, kepada Republika, Ahad (4/12). Meski belum memeriksa draf revisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menurut dia, pemerintah telah membidik ormas tertentu yang ditengarai bakal mengganggu stabilitas keamanan negara.

Aminudin menuturkan, sejumlah pihak telah mewanti-wanti saat pembentukan regulasi tersebut pada 2013 silam. Beberapa pihak khawatir beleid tersebut bakal mengekang kebebasan masyarakat, terutama dalam berserikat dan berkumpul. Hal tersebut, kata Aminuddin, berpotensi melanggar hak-hak individu warga negara.

Ia mengingatkan, pemerintah tidak boleh mengekang atau mencampuri kebebasan masyarakat dalam berserikat, berkumpul dan berpendapat. Sebab, hal tersebut sudah dilindungi oleh konstitusi Indonesia.

Selain itu, menurut dia, rencana revisi belakangan juga muncul sebagai reaksi pemerintah terhadap sejumlah kejadian di masyarakat. "Pemerintah punya kekhawatiran dan ketakutan terkait beberapa kejadian, dalam beberapa bulan ini," kata Aminudin

Aminudin menyebut UU Ormas memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengekspresikan atau menjalankan hak-haknya. Ia berharap, revisi UU Ormas dilakukan bukan untuk pengecilan fungsi ormas tersebut. "Kami harap ini dilakukan untuk kebaikan bangsa dan negara. Bukan untuk mengerdilkan kebebasan masyarakat yang sudah dilindungi," ungkapnya.

Pekan lalu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah akan segera mengajukan revisi atas UU Ormas ke DPR. Pemerintah juga berencana memasukkan Revisi UU Ormas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017. "Segera setelah selesai RUU Pemilu, Parpol dan MD3. (Soal masuk prolegnas) itu bisa kita ajukan ke DPR," ujar Tjahjo, di Jakarta, Kamis (1/12).

Menurut Tjahjo, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM juga terus melakukan pembahasan guna menyusun revisi UU Ormas. Pasalnya, UU Ormas yang ada saat ini, menurut dia, membuat ormas mudah sekali didirikan oleh beberapa pihak.

Selain itu, menurut Tjahjo, yang menjadi persoalan, ada ormas pada saat mendaftar selalu menyatakan berasaskan Pancasila tetapi saat terbentuk justru bertentangan dengan Pancasila. Ia enggan memerinci ormas yang dimaksud tersebut. Namun, menurut dia, pemerintah kesulitan menindak ormas tersebut karena panjangnya proses pengenaan sanksi yang tertera dalam UU Ormas selama ini.

Ia mengungkapkan, UU Ormas saat ini juga membuat ormas asing begitu bebas membuka cabang di Indonesia. Karena itu, salah satu poin rencana revisi UU Ormas akan memperketat pembentukan ormas dan mempertegas sanksi terhadap ormas. "Bukan hanya soal hukuman, tapi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan pemerintah yang sah, dan aliran sesat," kata Tjahjo.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Soedarmo, sebelumnya beralasan, revisi UU tersebut diperlukan untuk mengantisipasi adanya ormas yang kerap berbuat keonaran dan juga yang bertentangan Pancasila.

Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, mempertanyakan alasan rencana pemerintah merevisi UU Ormas. Menurut dia, semua hal yang mengatur tentang ormas telah tertuang dalam regulasi yang saat ini berlaku.

"Kita tak mengerti mengapa harus dilakukan revisi semacam itu," kata dia kepada Republika, kemarin. Ismail mengatakan, Pasal 59 UU Ormas dengan jelas telah menerangkan tentang larangan berbuat anarki atau bertentangan dengan Pancasila.

Ia menilai keinginan revisi pemerintah ada hubungannya dengan proses penindakan ormas yang terlampau bertele-tele dalam UU Ormas. Menurut dia, pemerintah ingin memangkas proses tersebut agar bisa lebih cepat menindak ormas yang dinilai melanggar.

Ismail mengingatkan, saat perumusannya, regulasi tersebut bertujuan untuk perlindungan hak berpendapat, berkumpul, berserikat. Selain itu, untuk menjaga jangan sampai hak tersebut melampaui batas. Regulasi tersebut juga telah mengatur sanksi terhadap ormas yang melanggar. "Namun, sanksi itu dibuat jangan sampai melanggar hak itu, sehingga dibuat tak mudah (bagi pemerintah) bertindak semena-mena membubarkan," jelasnya.

Ismail menekankan, UU Ormas yang berjalan sejauh ini sudah bagus. Artinya, memenuhi kepentingan hak berkelompok, berkumpul, berserikat, dan kewenangan pemerintah mengambil sanksi. Menurut dia, apabila pemerintah mengubah UU Ormas, itu adalah sebuah kemunduran.

Komnas HAM menyatakan belum diinformasikan pihak pemerintah soal rencana revisi UU Ormas. "Kita belum tahun wacana merevisi di aspek yang mana," kata Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat kepada Republika. Ia mengatakan akan segera berkomunikasi ihwal wacana revisi UU Ormas tersebut dengan Kemendagri. rep: Umi Nur Fadhilah ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement