Rabu 30 Nov 2016 11:00 WIB

Penunjukan Novanto Coreng Citra Golkar

Red:

Foto: Republika/Raisan Al Farisi  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA -- Langkah Ketua Umum Golkar, Setya Novanto, kembali menduduki posisi sebagai ketua DPR kian terbuka. Kendati demikian, sebagian pihak di Partai Golkar masih menyayangkan penunjukan Novanto yang sebelumnya telah mengundurkan diri terkait tudingan pelanggaran etika.

Politikus Muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, meminta DPP Golkar mempertimbangkan ulang pergantian Ketua DPR Ade Komaruddin ke Setya Novanto. Menurut dia, hal ini akan memberikan citra negatif bagi Golkar di saat partai masih  fokus konsolidasi dan membangun citra positif di mata publik. "Dengan memaksakan kembali menjadi ketua DPR, hal itu akan memberikan citra negatif, baik buat Golkar maupun DPR, bahkan pribadi Setya Novanto sendiri," kata dia, Selasa (29/11).

Citra negatif ini, menurut Ahmad, terkait Novanto yang telah mengundurkan diri dari Ketua DPR seiring dengan keputusan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Desember 2015 lalu. "Jadi sangat tidak etis bila seseorang yang sudah mengundurkan diri dari jabatan tertentu, ingin kembali lagi," kata dia.

Keputusan penunjukan kembali Novanto diambil dalam rapat pleno DPP Partai Golkar pada 21 November lalu. Pada Senin (28/11), Dewan Pembina Partai Golkar menguatkan keputusan itu dan menyatakan Novanto tetap boleh merangkap jabatan sebagai ketua DPR dan ketua umum Golkar. Saat ini, surat penunjukan Novanto telah sampai ke pimpinan DPR dan akan diparipurnakan dalam waktu dekat.

Doli juga menyatakan keberatan terhadap rangkap jabatan tersebut. Ia menilai, Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar seharusnya tetap fokus melakukan konsolidasi internal dan membangun citra positif Golkar. Selain itu, Doli mengingatkan, menjelang Munas Golkar pada Mei lalu, Novanto pernah menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatan ketua Fraksi Golkar di DPR bila terpilih sebagai ketua umum.

Kemudian, seingat Doli, Novanto juga telah membuat komitmen dalam Munas Golkar bahwa Ade Komarudin akan tetap menjadi ketua DPR. Saat itu, syarat yang diajukan Novanto adalah Ade Komarudin mundur dari pencalonan sebagai ketua umum dan memberikan dukungan kepada Novanto.

Karena itu, dia mengatakan, persoalan ini kembali soal etika. Di sisi lain, suasana kondusif harus terus tercipta agar institusi DPR dapat menjalankan fungsinya dengan baik, tanpa direcoki rebutan kursi secara terus-menerus. "Belum sampai setahun, masa sudah dua kali terinterupsi dengan isu gonta-ganti pimpinan. Kewibawaan DPR juga harus dijaga sebagai lembaga tinggi negara," kata Doli.

Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatannya terkait tudingan pencatutan nama Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, dan Menko Maritim Luhut Pandjaitan (saat itu menko polhukam), pada akhir 2015 lalu. Tudingan itu disampaikan Sudirman Said, menteri ESDM pada saat itu dengan menyertakan bukti rekaman sadapan.

Rekaman yang kemudian diperdengarkan di sidang MKD tersebut mengindikasikan, Novanto bersama pengusaha M Riza Chalid memang menyebut-nyebut jatah saham untuk Wapres dan Luhut kepada Maroef Sjamsoeddin, yang saat itu menjabat sebagai presiden direktur PT Freeport. Presiden Jokowi sempat marah setelah rekaman itu diperdengarkan.

Sidang MKD kemudian memutuskan, Novanto melanggar etika berat hingga sedang. Pihak kepolisian dan Kejaksaan Agung juga ikut menyelidiki kasus tersebut. Meski begitu, Novanto lolos dari jerat hukum selepas memenangi gugatan di Mahkamah Konstitusi, yang memutuskan, penyadapan bukan oleh penegak hukum tak sah.

Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Harmonis, juga menilai penunjukan Novanto bakal merugikan Golkar. Rekam jejak Novanto yang bermasalah, otomatis membuat penunjukan memengaruhi citra Golkar. Menurut Harmonis, kompetitor-kompetitor Golkar tentu akan diuntungkan dengan langkah Golkar. Pemilih pada 2019 akan merekam langkah Golkar belakangan dan menjadikannya catatan. "Tentu ada faktor lain seperti masing-masing caleg, tapi kan orang melihat juga gerbongnya siapa, melihat kepalanya bermasalah," kata dia.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Faridz, juga menyesalkan langkah DPP Golkar. "Ini jadi bom waktu bagi Partai Golkar karena mengabaikan norma hukum dan moralitas untuk angkat Setnov kembali jadi Ketua DPR," ujar Donal kepada Republika, kemarin.

Dia menyatakan, nama Setnov juga kerap dikaitkan dengan sejumlah kasus korupsi. "Dari sisi etik, ia juga pernah disanksi etik MKD, sebelum kasus 'papa minta saham', ia juga disanksi etik karena pertemuan Donald Trump," kata dia.

Sedangkan Ade Komarudin menyatakan dirinya legawa apabila memang jabatannya harus dikembalikan kepada Setya Novanto. Baginya, kehilangan jabatan sudah menjadi risiko sebagai politikus.

Ade menyatakan, terkait penunjukan Novanto, ia terpaksa kabur dari rawat inap di RSP Angkatan Darat. Ia meluncur ke DPR pukul 17.30, Senin (28/11) untuk mengikuti rapat internal Golkar terkait penunjukan Novanto di Kompleks Parlemen Senayan. "Gelang rumah sakit masih ada. Jadi saya belum bayar. Tapi, tidak apa-apa ini untuk kepentingan negara ini," kata dia di Kompleks Parlemen, kemarin.

Menurut Ade Komarudin, ia akan menaati peraturan Partai Golkar terkait penunjukan Setya Novanto. Dia berharap, apa yang dia lakukan selaku ketua bersama rekan-rekannya dapat memberikan manfaat.  Ade Komarudin juga menyatakan, akan tetap menghormati mekanisme hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku. "Saya ikhlas dengan amanah, tentu dengan yang saat ini," ujar dia. rep: Amri Amrullah, Ali Mansur ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement