Senin 21 Nov 2016 14:00 WIB

RI Pantau Rakhine

Red:
Anak-anak dari etnis Muslim Rohingya berdiri di Desa U Shey Kya di luar kawasan Maundaw di Rakhine, Myanmar. Foto diambil akhir Oktober 2016.
Foto: Reuters
Anak-anak dari etnis Muslim Rohingya berdiri di Desa U Shey Kya di luar kawasan Maundaw di Rakhine, Myanmar. Foto diambil akhir Oktober 2016.

JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menjelaskan, Pemerintah Indonesia terus memonitor situasi terkini di negara bagian Rakhine, Myanmar. Pernyataan itu diungkapkan Retno menanggapi maraknya pemberitaan seputar kekejaman yang terjadi terhadap Muslim Rohingya di negara bagian tersebut.

"Dubes RI di Yangon (Ito Sumardi) memantau secara dekat perkembangan di Rakhine," ujarnya kepada Republika di Jakarta, Ahad (20/11). Retno membenarkan banyak pemberitaan yang beredar terkait tindak kekerasan terhadap Muslim Rohingya.

Namun,  dia mengatakan, informasi tersebut harus dikroscek kembali untuk dipastikan kebenarannya. Meski demikian, mantan duta besar RI untuk Belanda ini menjelaskan, sikap Indonesia terhadap Rakhine sudah jelas.

Menurut Menlu, Indonesia ingin melihat negara bagian Rakhine senantiasa berada dalam situasi yang penuh kedamaian. Pemerintah Indonesia pun telah memberikan dukungan konkret untuk mewujudkan hal tersebut, seperti membangun sekolah di wilayah itu.

Dalam surel resmi kepada Republika, Dubes RI untuk Myanmar Ito Sumardi menyampaikan, kedutaan aktif mengikuti perkembangan dan mencari informasi dari berbagai sumber yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya ihwal insiden di Rakhine. Menurut Ito, berita-berita yang beredar hanya sepihak dan perlu diklarifikasi.

Sebab, awal mula operasi militer Myanmar adalah serangan terhadap markas besar polisi perbatasan, yang mengakibatkan beberapa polisi meninggal dunia dan luka berat. Serangan juga diikuti pembongkaran gudang senjata yang menyebabkan 47 senjata berbagai jenis dan amunisi hilang.

Menurut Ito, pelaku serangan telah terindentifikasi, yaitu RSO (Rohingya Solidarity Organization), sebuah kelompok yang terafiliasi dengan kelompok mujahidin dan memiliki link dengan beberapa kelompok jaringan teroris. "Jadi, kita harus lihat masalahnya secara komprehensif dan dengan tinjauan sebab akibat. Beberapa viral yang beredar itu bukan tentara Myanmar karena seragamnya beda," kata Ito.

Pengajar Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia Shofwan Al Banna Choiruzzad menilai, Pemerintah Indonesia harus meyakinkan Myanmar bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap Muslim Rohingya tidak dapat diterima atas dasar apa pun. "Indonesia bisa memainkan peran strategis, dengan memberikan pernyataan sebagai negara terbesar di ASEAN dan sebagai negara tetangga yang peduli dengan seruan untuk segera menghentikan krisis dan menghentikan kekerasan di lapangan," katanya menegaskan.

Indonesia, menurut Shofwan, juga bisa melakukan constructive engagement dengan berbagai langkah, seperti mengirim tim independen pencari fakta internasional dari ASEAN, mengirim bantuan kemanusiaan, dan mengirim tim untuk membantu rekonsiliasi dengan asistensi dari ormas Islam dan Buddha di Indonesia. "Misalnya, NU/Muhammadiyah dengan Walubi," kata Shofwan. Sementara itu, masyarakat internasional juga harus menunjukkan keseriusan bahwa genosida di Rakhine adalah masalah serius.

Situasi di Rakhine semakin memburuk. Juru Bicara Ocha, sebuah lembaga kemanusiaan, Pierre Peron memperkirakan, sebanyak 30 ribu orang bakal mengungsi ke tempat yang lebih aman. Ia menambahkan, operasi kemanusiaan yang telah menyediakan makanan, uang tunai, hingga nutrisi kepada lebih dari 150 ribu orang pengungsi Muslim Rohingya telah ditangguhkan selama 40 hari ke depan karena terjebak di tengah aksi militer.

Bantahan Myanmar

Pemerintah Myanmar membantah tuduhan pasukan keamanan telah menewaskan Muslim Rohingya, termasuk warga di kawasan barat laut Myanmar yang hendak mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh. Gugus tugas bidang informasi Rakhine, sebuah tim yang dibentuk Aung San Suu Kyi, membantah tuduhan terhadap militer (Tatmadaw).

"Terkait insiden tersebut, setelah menanyakan kepada Tatmadaw dan penjaga perbatasan di daerah tersebut, diketahui bahwa informasinya tidak benar," tulis anggota Kantor Komite Informasi seperti dilansir dari Myanmar News Agency.

Menteri Dalam Negeri Bangladesh Asaduzzaman Khan Kamal menjelaskan, Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB) dan Pasukan Penjaga Pantai Bangladesh (BCG) telah disiagakan untuk mencegah potensi kejahatan di perbatasan. Menurut dia, migrasi Muslim Rohingya merupakan isu yang berpotensi menghadirkan ketidaknyamanan terhadap Bangladesh.

"Mudah-mudahan tidak ada migrasi ilegal di perbatasan Bangladesh-Myanmar," kata Kamal seperti dikutip Dhaka Tribune.     rep: Lida Puspaningtyas, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement