Sabtu 12 Nov 2016 14:00 WIB

Faktor Trump Dorong Rupiah Terjun Bebas

Red:

JAKARTA -- Kekhawatiran soal kebijakan ekonomi presiden AS terpilih, Donald Trump, disebut memicu penurunan tajam nilai rupiah terhadap dolar AS, kemarin. Bank Indonesia langsung terjun ke pasar, mengintervensi gejolak rupiah, menahan dan membalikkan laju kejatuhan rupiah tersebut.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (11/11) dibuka melemah 256 poin atau sebesar 2,00 persen di level Rp 13.394 per dolar AS dari penutupan hari sebelumnya di level Rp 13.138 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat jatuh di level Rp 13.818 per dolar AS pada Jumat 09.07 WIB. Penurunan itu adalah yang paling tajam dalam untuk satu hari dalam tiga tahun terakhir.

Bank Indonesia kemudian melakukan intervensi dan berhasil menahan kejatuhan, serta membalikkan nilai rupiah pada kisaran Rp 13.350 per dolar AS. Adapun rentang gerak rupiah kemarin di kisaran Rp 13.233- 13.873 per dolar AS.

Fenomena pelemahan mata uang lokal terhadap dolar AS juga terjadi di berbagai negara. Di Jepang, nilai yen hampir mencapai 107 per dolar AS dari 101.20 yen per dolar AS. Dolar Australia terhadap dolar AS nilainya merosot dua persen dan ringgit Malaysia turun satu persen.

Sedangkan di Cina, nilai referensi yuan terhadap dolar AS sempat melampaui 6,8. Jumlah itu adalah yang terendah dalam enam tahun belakangan. Won Korea Selatan juga merosot 1,6 persen dan peso Meksiko juga merosot 3,3 persen.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara menerangkan, pelemahan drastis rupiah kemarin karena analisis pasar mengenai perekonomian dunia yang berdampak pada negara-negara berkembang. Pasar menilai, apabila AS menjadi proteksionis di bawah Trump, hal itu bakal menyebabkan ekspor dari negara berkembang ke AS menjadi terhambat.

Hal ini menyebabkan kurs di negara-negara berkembang melemah, sehingga juga berdampak ke rupiah. "Pasar NDF (Non-deliverable Forward) melemah tanpa melihat fundamental Indonesia. Pokoknya melihat mata uang yang lain melemah berpengaruh ke Indonesia," ujar Mirza di gedung Bank Indonesia, Jumat (11/11).

Ia juga menjelaskan, Bank Indonesia melakukan intervensi pasar untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Intervensi dilakukan di pasar valuta asing dan Surat Berharga Negara (SBN). "Kami umumkan lelang ke SBN. Jadi kalau yang punya akses, BI umumkan ke peserta pasar bahwa BI ready to buy SBN, lelangnya udah ditutup tadi dibuka sejam," tutur Mirza. Ia mengklaim, setelah pasar melihat intervensi BI, kurs kemudian kembali membaik dari yang awalnya anjlok hingga ke sekitar Rp 13.800, menjadi sekitar Rp 13.400.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pelemahan sebagian besar mata uang dunia bisa saja berasal dari rumor atau spekulasi pasar atas kebijakan yang akan dikeluarkan Trump selepas dilantik Januari 2017 nanti. "Kita akan melihat itu, dan apakah ini merupakan suatu yang dibuat atau karena semuanya secara bersama-sama merasa khawatir terhadap perkembangan yang terjadi." ujar Menkeu di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, kemarin.

Ia menilai, satu hal yang tidak bisa dimungkiri adalah kondisi AS yang merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar, sehingga dinamika politik bisa memengaruhi kondisi ekonomi global. Pemerintah, menurut Sri, akan meyakinkan pasar, fondasi ekonomi nasional berada dalam kondisi yang baik.

Sri Mulyani menambahkan, fluktuasi rupiah bisa dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. "Karena permintaan itu bisa dipenuhi dengan suplai yang ada sehingga tidak perlu ada yang disebut overshoot. Kalau dia sifatnya spekulasi, ya kita akan lihat siapa yang mainkan spekulasi," ujar dia.

Salah satu fondasi kampanye Trump adalah janji memperbaiki perekonomian AS, dan mengembalikan pekerjaan-pekerjaan ke tanah Paman Sam. Trump menilai, berbagai kebijakan pasar bebas, seperti Area Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) ataupun Kerja Sama Negara-Negara Tepian Pasifik (TPP), merugikan kaum pekerja kelas menengah dan menengah ke bawah.

Trump kemudian berjanji akan membatalkan perjanjian-perjanjian dagang bebas AS, yang tak menguntungkan kelas pekerja di AS. Dia juga menyampaikan rencana, yakni bakal menerapkan tarif impor mencapai 50 persen untuk barang-barang produksi Cina.

Kekecewaan terhadap situasi perekonomian di AS memang jadi salah satu alasan terkuat warga AS memilih Trump, menurut survei lembaga jajak pendapat Pew yang dilansir, Kamis (10/11). Sebanyak 64 persen dari para pemilih yang menganggap lapangan pekerjaan buat kelas pekerja sebagai isu krusial memilih Trump.

Dari total pemilih yang disurvei, 43 persen merasa perekonomian pada masa kepresidenan Barack Obama memburuk. Sebanyak 44 persen juga menilai situasi lapangan pekerjaan memburuk.

Dari para pemilih Trump, sebanyak 71 persen menilai, perekonomian AS belakangan memburuk dibandingkan hanya 15 persen dari pendukung saingannya, Hillary Clinton. Serupa, 69 persen pemilih Trump menilai, kondisi lapangan kerja memburuk dibandingkan 20 persen dari pemilih Hillary.

Berkebalikan dengan sentimen negatif di negara-negara lain, indeks saham di the Dow Jones malah mencatatkan rekor peningkatan tertinggi sejak 2008, saat AS mula-mula diterpa krisis ekonomi. Kenaikan indeks rerata industrial the Dow Jones mencapai 218 poin atau meningkat 1,17 persen dan ditutup pada nilai 18.808.

Kenaikan ini yang tertinggi setelah perekonomian AS bergerak membaik dua tahun belakangan. Nilai kemarin mengalahkan rekor kenaikan pada Agustus lalu, yang jumlahnya senilai satu persen.

Menurut Washinton Post, peningkatan indeks Dow Jones kemarin dipicu meroketnya harga saham perusahaan-perusahaan terkait infrastruktur seperti Caterpillar. Hal ini terkait dengan janji Trump mengalokasikan satu triliun dolar AS untuk membangun kembali jalan raya dan jalan tol.

Selain itu, optimisme pasar di AS juga terkait dengan rencana Trump terkait reformasi pajak.  Semasa kampanye, Trump menjanjikan akan secara dramatis menurunkan tingkat pajak individu ataupun perusahaan.

Janji-janji Trump tersebut dinilai lebih mungkin terealisasi selepas Partai Republik yang mengusungnya dan memiliki semangat pemotongan pajak, serupa juga memenangi perolehan kursi senat dan parlemen. Pada Kamis (10/11) waktu setempat,  Trump bergegas mengajak makan siang ketua DPR terpilih, Paul Ryan guna membahas cetak biru reformasi pajak tersebut. "Pemotongan pajak dan meningkatnya pengeluaran negara, nanti akan mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek, inflasi, nilai saham, dan dolar AS," kata Ben Herzon, ekonom di Macroeconomic Advisers, kepada Washington Post.         rep: Idealisa Masyrafina, Sapto Andika Candra, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement