Kamis 27 Oct 2016 12:00 WIB

JA: Salinan Dokumen TPF tak Dijamin Akurat

Red:
Istri mendiang Munir Suciwati saat menyampaikan Ultimatumnya di kantor KontraS, Jakarta, Rabu (19/10).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Istri mendiang Munir Suciwati saat menyampaikan Ultimatumnya di kantor KontraS, Jakarta, Rabu (19/10).

JAKARTA -- Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendorong Pemerintahan Presiden Joko Widodo melanjutkan penegakan hukum kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Meski begitu, Jaksa Agung M Prasetyo tetap menghendaki dokumen asli Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan Munir sebelum kembali membuka kasus tersebut.

"Kita akan dapatkan aslinya di mana dululah. Kalau salinan kan belum tentu keakuratannya kan," kata Prasetyo di Kementerian Sekretariat Negara, Rabu (26/10).

Dengan dokumen asli pun, menurut Jaksa Agung, kasus Munir belum tentu bisa dilanjutkan kembali. Penyidik Kejaksaan Agung mesti mempelajari dokumen asli tersebut untuk mencari bukti-bukti baru, yang bisa digunakan membuka kembali kasus tersebut.

Jaksa Agung juga mengungkapkan rencananya untuk menemui SBY guna membahas hilangnya dokumen TPF Kasus Munir. "Kita justru yang akan menghadap beliau untuk menanyakan tentang dokumen asli," ucap Prasetyo. Selain itu, ia juga bakal menemui Presiden Joko Widodo guna meminta instruksi terkait kasus Munir.

Kejaksaan Agung juga berusaha menemui anggota TPF. Namun begitu, Prasetyo tidak bersedia menyebut siapa saja anggota TPF yang telah ia temui. Pada prinsipnya, dia menegaskan, pemerintah berkomitmen untuk menemukan terlebih dahulu dokumen asli berisi hasil investigasi TPF.

Munir tewas dibunuh dengan racun dalam penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Amsterdam pada 2004 silam. Sejauh ini, pihak yang telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara adalah pilot maskapai Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto. Mantan deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi PR pernah disidang pada 2008 dengan tudingan bersekongkol dalam pembunuhan Munir, tapi kemudian divonis bebas.

Kasus ini mencuat kembali selepas Komisi Informasi Publik (KIP) mengabulkan gugatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), agar pemerintah memublikasikan hasil penelusuran TPF Kasus Munir. Selepas putusan tersebut keluar pada awal bulan ini, pihak Kesekretariatan Negara menyatakan tak bisa memenuhi karena tak memiliki dokumen bersangkutan.

Hasil penelusuran TPF pungkas pada masa Presiden SBY. Sebab itu, yang bersangkutan melakukan klarifikasi dan pembelaan soal penanganan kasus munir dan keberadaan dokumen tersebut.

Mantan menteri sekretaris negara, Sudi Silalahi, mengatakan, dokumen naskah asli laporan akhir TPF Munir memang belum ditemukan hingga saat ini. Namun, ia menyangkal, Pemerintahan SBY sengaja menghilangkan dokumen itu. Menurut dia, tidak ada kepentingan dan urgensi apa pun untuk Pemerintahan SBY menghilangkan naskah penyelidikan itu.

Sudi memerinci, dokumen asli TPF seperti pengakuan Ketua Tim TPF Marsudi Hanafi, ada enam naskah asli yang diserahkan ke pemerintah. Naskah pertama diserahkan secara simbolis kepada SBY.

Sementara lima lainnya, dibagikan kepada pejabat terkait. "Kami para mantan anggota KIB akan terus mencari di mana naskah-naskah itu disimpan, mengingat saat ini kapolri telah berganti tujuh pejabat, jaksa agung sudah empat pejabat, kabin lima pejabat, menkumham lima pejabat, dan seskab empat pejabat," kata Sudi.

Menurut dia, alasan Pemerintah SBY tidak membukanya saat itu karena hasil penyelidikan bersifat pro-justitia, yang tidak bisa diungkap ke publik. Hal tersebut guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang saat itu masih berlangsung.

Ia menjanjikan, akan menyerahkan dokumen fotokopi hasil penelusuran TPF kepada pemerintah. Menurut dia, isi salinan itu tak berbeda dengan yang asli.

Berdasarkan pemaparan Sudi, dokumen asli yang rampung pada 2005 berisi sejumlah rekomendasi. Di antara yang paling krusial adalah rekomendasi memeriksa keterlibatan mantan kepala BIN Hendropriyono dan Muchdi PR. Kedua mantan pejabat itu diketahui ikut mendukung Joko Widodo pada masa Pilpres 2014 lalu.

Istri almarhum Munir, Suciwati, menegaskan akan terus menuntut pengungkapan kasus Munir dituntaskan, siapa pun presidennya. Menurut dia, mereka yang bersalah melakukan tindakan kejahatan harus dikenakan hukum, tak sekadar yang melakukan pembunuhan, tapi juga yang mendalangi.

Suciwati menegaskan, tuntutan pengungkapan kasus Munir ini tidak sebatas ditujukan kepada Presiden Jokowi. "Presiden sebelumnya, yakni Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, sudah kami tuntut untuk mengungkap dan menegakkan hukum atas kasus Munir ini. Bahkan, presiden-presiden berikutnya bila kasus ini tak dituntaskan, tetap akan kami tuntut,'' ujar dia.

Sementara itu, pihak kepolisian menegaskan, pengusutan kasus kematian Munir sudah pungkas. "Kalau berkaitan dengan itu proses penyidikan kan kita sudah melakukan ya juga ketika 10 tahun lalu, Polri sudah melakukan proses itu dan sudah proses persidangan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, kemarin.

Perihal instruksi Presiden Joko Widodo yang memerintahkan lembaga penegak hukum untuk mengusut tuntas, Boy mengatakan, kepolisian masih harus menunggu hasil temuan TPF yang disebutkan sempat hilang itu. "Dokumen TPF itu sudah dilakukan oleh Kejaksaan Agung, kita tunggu saja proses itu," katanya.    rep: Fauziah Mursid, Halimatus Sa'diyah, Muhammad Subarkah, Mabruroh, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement