Selasa 25 Oct 2016 14:00 WIB

Seusai Temui Jokowi, Ahok Diperiksa Polisi

Red:

JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya menjalani pemeriksaan kasus dugaan penistaan agama di Bareskrim Polri, Senin (24/10). Sebelum menjalani pemeriksaan tersebut, Ahok menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

"Kasus Pulau Seribu, soal surah al-Maidah," kata Ahok, menjawab pertanyaan mengapa ia ke Bareskrim Mabes Polri. Ahok tiba di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, pukul 10.17 WIB dan langsung  didampingi petugas Bareskrim Polri.

Ahok terjerat kasus dugaan penistaan agama saat memaparkan program perikanan di Kepulauan Seribu, akhir bulan lalu. Dalam paparan yang terekam dan disebarluaskan lewat media sosial itu, Ahok tampak mengatakan, agar warga Kepulauan Seribu jangan mau dibohongi menggunakan surah al-Maidah ayat 51 agar tak memilihnya pada Pilkada Serentak 2017 mendatang. Ahok memastikan, program perikanan di Kepulauan Seribu tetap berjalan meski ia tak terpilih nanti.

Keterangan Ahok tersebut kemudian dilaporkan ke Mabes Polri dengan tudingan penistaan agama. Ribuan massa dari berbagai ormas Islam juga berunjuk rasa. Mereka mendesak Ahok diproses hukum. Hampir setiap pekan, ada saja unjuk rasa di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia yang menuntut polisi segera memeriksa Ahok.

Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Agus mengatakan, kedatangan Ahok ke Bareskrim Polri kemarin sedianya tidak dijadwalkan. "Jadi, beliau (Ahok) minta waktu kepada penyidik untuk mengklarifikasi, apa yang sudah disampaikan oleh laporan oleh beberapa pihak soal kejadian di Pulau Seribu," ujar Agus di Bareskrim, kemarin.

Agus enggan mengungkapkan keterangan apa saja yang sudah dipaparkan oleh Ahok. Sebab, hal tersebut adalah materi penyidikan. "Kita agendakan pekan ini. Kita akan periksa orang yang punya kapasitas bahasa, kemudian ahli agama nanti, kemudian nanti ahli pidana," katanya.

Video Ahok di Pulau Seribu juga diuji keasliannya. Agus menyebutkan, video yang banyak beredar memang hanya pemotongan. Ia menegaskan, proses penyelidikan akan berjalan meskipun menjelang penetapan calon untuk Pilkada DKI 2017. "Ya proses akan berjalan," ujar Agus.

Ahok juga mengatakan, sebelum menyambangi Bareskrim Polri kemarin ia sempat menjumpai Presiden Joko Widodo. "Karena kan saya mau sampai empat bulan mau cuti. Jadi presiden sudah tahu siapa penggantinya," kata Ahok di Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin (24/10).

Pertemuan pada pagi hari di Istana Negara tersebut berlangsung selama 30 menit. Dalam pertemuan itu, menurut Ahok, ia juga menyampaikan beberapa kinerjanya.

Selepas diperiksa polisi, Ahok kembali menyampaikan pembelaan atas tudingan penistaan agama. "Nggak mungkin saya menyinggung ulama. Saya juga tidak mungkin menista Alquran karena saya percaya semua orang beriman pasti percaya kitab sucinya," ujar Ahok, membela diri.

Ahok menyatakan, mana mungkin dirinya akan mendapat suara pemilihan apabila ia memusuhi umat Islam dan menghina Alquran. Ia mengklarifikasi, dirinya tidak berniat apa pun, apalagi menyinggung ulama. Jika ada yang merasa tersinggung dan tersakiti, Ahok menyatakan permintaan maafnya. "Saya juga punya temen banyak yang ustaz, kiai, juga ada beberapa kenal. Jadi tidak ada niat itu sama sekali. Saya kira itu saja," kata dia.

Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar menekankan, Polri harus bekerja secara profesional tanpa adanya intervensi dari pihak manapun, guna menuntaskan proses hukum terhadap Ahok. Menurut Bambang, yang terpenting Polri memproses hukum secara objektif berdasarkan alat bukti yang ada. Bambang juga mengatakan, pemeriksaan Ahok kemarin bisa jadi upaya polri meredam sementara gejolak di masyarakat.

Sementara itu, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF-MUI) mengeluarkan catatan hukum terkait kasus Ahok, kemarin. Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir mengatakan, dalam hukum pidana Pasal 156 (a), tindakan 'menista' dalam buku II Bab XVI KUHP tidak memerlukan adanya 'Animus in Juriandi' atau 'niat untuk menghina'. "Hukum pidana itu juga mengajarkan, jika ada kejahatan (misdrijven), penegak hukum dapat segera melakukan upaya preventif," ujar Bachtiar dalam keterangan tertulis yang disebarkan, kemarin.

Menurut Bachtiar, tidak perlu juga menunggu munculnya akibat dari perbuatan. Penegak hukum wajib langsung bekerja ketika ancaman terhadap kepentingan hukum yang hendak dilindungi muncul. Seperti tindakan menghasut ataupun penghujatan terhadap Tuhan. Bahkan, Bachtiar melanjutkan, dalam hukum pidana Belanda tindak pidana penghujatan terhadap Tuhan, Jaksa tidak perlu membuktikan bahwa dalam kenyataannya ada perasaan Ketuhanan yang tersinggung.

Delik formil yang dilarang adalah perbuatannya bukan dampaknya. "Pembuktian delik formil adalah semudah membuktikan telapak tangan itu lebih putih dari punggung tangan," kata dia.

Bachtiar mengatakan, cukup dicari alat buktinya berupa saksi yang melihat sendiri atau mendengar sendiri bahwa pelaku melakukan perbuatan tersebut. Selain itu, bukti tertulis berupa jadwal Ahok di Kepulauan Seribu.

Bachtiar Nasir menyatakan, aksi unjuk rasa menuntut proses hukum Ahok masih akan dilanjutkan hingga yang bersangkutan ditangkap. "Sekaligus kami berharap kepada Bapak Presiden untuk tidak mengintervensi penegak hukum, khususnya Polri, dalam menangani kasus Gubernur DKI," kata Bachtiar.      rep: Noer Qomariah Kusumwardhani, Rahmat Fajar, Amri Amrullah, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement