Ahad 23 Oct 2016 15:00 WIB

Kebutuhan Dasar Masyarakat Belum Terpenuhi

Red:

JAKARTA  Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) selama dua tahun ter akhir dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Dua hal tersebut, yakni kemudahan akses lapangan pekerjaan dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eni Srihartanti. Dua indikator dasar ekonomi, yakni kemudahan memperoleh pekerjaan dan kemampuan daya beli masyarakat menurun.

Menurunnya dua indikator dasar ini karena harga kebutuhan pokok yang tinggi dan akses terhadap lapangan pekerjaan yang sulit, jelas Eni usai diskusi bertajuk Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi, Kerja, Citra, Drama di Jakarta, Sabtu (22/10). Namun, menurut Eni, selama dua tahun memerintah, sudah ada pencapaian positif di sektor ekonomi yang dilakukan pemerintah.

Capaian tersebut adalah pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen dan penurunan inflasi ke angka tiga persen. Eni mengatakan, menurunnya daya beli masyarakat didorong pemasukan keluarga yang minim. Pengurangan pemasukan ini disebabkan menurunnya upah buruh (buruh tani sebanyak 4,3 persen dan buruh bangunan sebesar 2,28 persen).

Saat upah buruh menurun, ada potensi anggota keluarga mereka mencari penghasilan tambahan di sektor informal. Jadi, istri dan anak mereka harus bekerja. Ini yang membuat angka pengangguran di Indonesia tu run selama dua tahun terakhir.

Tetapi, penurun an itu bersifat semu, terutama jika dikaitkan de ngan daya beli masyarakat, kata Eni memaparkan. Di sisi lain, program pembangunan infrastruktur pemerintah secara serentak justru di nilai mempersempit kemudahan potensi memperoleh pekerjaan bagi masyarakat. Sebab, proyek pembangunan infrastruktur secara bersamaan membutuhkan biaya yang besar.

Negara, lanjut Eni, sampai harus menerbitkan surat utang untuk pendanaan di dalam negeri. Karena modal dalam negeri terserap dalam jumlah besar, ada pengaruh terhadap tingginya suku bunga sektor perbankan. Kondisi ini membuat peluang investasi ke dalam negeri mengalami penurunan signifikan.

Karena itu, Eni menyarankan pemerintah melakukan seju m lah evaluasi, misalnya, pada fo kus pembangunan infrastruktur untuk jangka pendek, me nengah, dan panjang. Infrastruktur konkret, seperti bendungan dan perbaikan tata niaga sebaiknya diprioritaskan oleh pemerintah.

Kedua hal tersebut penting untuk mendukung sektor industri dan pertanian. Pembangunan infrastruktur tentu penting untuk keperluan jangka panjang, tetapi harus step by step, tidak bisa bersamaan.

Mestinya pemerintah tekankan dulu kepada sejumlah industri yang paling banyak menciptakan lapangan kerja baru, ujar Eni. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mukhamad Misbakhun, mengatakan, selama dua tahun masa pemerintahan, Jo kowi-JK telah berkomitmen dalam membenahi iklim in vestasi.

Salah satu bukti nyata adalah penerapan tax amnesty dan pemberantasan pungutan liar (pungli). Tidak hanya itu, demi meningkatkan investasi, pemerintah juga merestrukturisasi ribuan peraturan daerah (perda) yang dinilai menghambat investasi. Saya kira Pak Jokowi berkomitmen benahi iklim investasi dan cukup baik hasilnya.

Kemudian pemerintah juga mengeluar kan 13 paket kebijakan ekonomi, ujar politikus Partai Golongan Karya (Golkar) dalam diskusi Profil Investasi dalam Dua Tahun di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/10).

Misbakhun mengatakan, untuk lebih meningkatkan investasi, pemerintah juga perlu mendorong berbagai instrumen investasi di pasar modal ataupun keuangan.

Hal itu dilakukan agar investasi meningkat. Di samping itu, pemerintah juga harus konsisten membenahi kondisi hukum yang dianggap masih tidak bersahabat dengan para investor.

Sedangkan, kondisi politik juga harus tetap stabil. Sebab, stabilitas politik dapat memengaruhi lingkungan investasi. Sehingga, kepercayaan mulai terbangun.

Maka, tinggal kreativitas dunia keuangan saja yang harus dikembangkan. Sementara itu, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Indonesia (KEIN) Arif Budi manta menyatakan, Indonesia sudah tidak bisa lagi hanya bergantung pada sisi konsumsi rumah tangga untuk menggenjot produk domestik bruto (PDB) hingga tujuh persen. Justru Indonesia sudah harus mengandalkan dunia investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kalau cuma mengandalkan dari belanja, pemerintah pasti terbatas dengan pemotongan anggaran.

Maka dari itu, untuk mencapai PDB tujuh persen adalah dengan meningkatkan investasi, ujar Arif. Sementara, nilai investasi yang harus dimaksimalkan ad alah investasi langsung. Kemudian investasi langsung itu juga diarahkan ke sektor manufaktur yang labour intensive.

Yaitu, dengan basis primary manu facturing dari consumption, misalnya, adalah makanan. Tetapi, hal itu memang tidak mudah, dibutuhkan komitmen kuat dan konsistensi. Pemerintah juga harus memperhatikan investor dalam negeri yang selama ini sudah eksis, katanya.      rep: Dian Erika Nugraheny, Ali Mansur, ed: Firkah Fansuri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement