Sabtu 22 Oct 2016 11:00 WIB

Bukan Zamannya Diskriminasi Terhadap Difabel

Red:

 

Republika/Raisan Al Farisi    

 

 

 

 

 

 

 

 

Perhelatan multicabang olahraga Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016 yang digelar pada 15 Oktober hingga 24 Oktober 2016 mempertandingkan 13 cabang olahraga di sejumlah tempat. Berbeda dengan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat yang membagi titik pertandingan kebeberapa kabupaten/kota, venue Peparnas XV/2016 dipusatkan di Bandung.

Seperti untuk bola voli duduk di GOR Saparua, catur di Hotel Savoy Homann, dan atletik di stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Gedebage.Lokasi laga yang terpisah dari penginapan atlet membuat akomodasi berupa prasarana dan sarana transportasi jadi krusial.

Tujuannya agar mereka tetap dalam kondisi prima setiap kali bertanding. Panitia Besar Peparnas XV/2016 menyiapkan beberapa bus yang terparkir rapi di setiap arena laga, sebagai penunjang utama akomodasi. Berdasarkan pantauan Republika, jika dilihat, tak ada perbedaan yang signifikan antara bus-bus tersebut dan bus-bus pada umumnya.

Akan tetapi, terdapat sejumlah modifikasi agar mobilisasi para atlet berkebutuhan khusus semakin optimal. Di dalam bus, tampak hanya ada satu kursi, yaitu milik pengemudi. Sementara seisi bus terlihat lapang.

Meskipun kosong, di lantai bus terdapat pengait. Operator Bus Khusus Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat Irwan Sobirin menjelaskan, pengait tersebut memang untuk merekatkan kursi roda milik atlet. Bus yang sengaja dikosongkan tanpa tempat duduk memang dikhususkan untuk mengantar dan menjemput para atlet yang menggunakan kursi roda.

Tak hanya fasilitas di dalam bus, tapi proses para atlet yang menggunakan kursi roda saat naik juga dimudahkan. Di bagian tengah bus ada alat otomatis bernama hydraulic, yang bisa dinaiki kursi roda sekaligus atletnya. Alat itu bisa mengangkat mereka ke bagian atas lantai dalam bus, kata Irwan kepada Republika di Bandung, Jumat (21/10).

Dengan adanya alat tersebut, para atlet tidak perlu digendong saat naik dan turun bus serta tidak perlu bergeser kursi. Meskipun sudah dimudahkan, tentunya proses tersebut juga memakan masuk atau keluar bus. Langkah PB Peparnas diapresiasi para atlet. Salah satunya, atlet bulu tangkis kursi roda asal Jabar Sri Maryati. Fasilitas sekarang jauh lebih baik dari zaman dulu.

Bus juga sangat memudahkan baik untuk kita atlet atau mereka yang membantu, ujarnya. Kenyamanan jelas berpengaruh setiap Sri akan ber tanding. Selain dari sisi fasilitas, atlet tenis kursi roda putra Jawa Barat Achmad Ade (47 tahun) bersyukur secara keseluruhan sudah tidak ada lagi diskriminasi terhadap atlet difabel.

Baik itu perlakuan pemerintah pusat maupun daerah dari sisi perhatian dan bonus. Pada zaman yang sudah semakin maju, menurut Ade, memang sepatutnya tidak ada lagi marginalisasi terhadap atlet difabel. Rasanya janggal aja kalau masih ada diskriminasi, ujar Ade yang juga menjabat sebagai ketua National Paralimpic Comitee (NPC) Kabupaten Bogor tersebut.

Laki-laki yang sudah 18 tahun bergelut di cabang olahraga tenis kursi roda ini mengata kan, sekarang perhatian dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jabar sudah baik. Sudah tidak ada perbedaan antara atlet difabel dan atlet umum. Karena sudah demikian banyak undang-undang yang menyamaratakan hak-hak disabilitas dengan yang umum.

Baik dari segi kesempatan kerja maupun penghargaan di bidang prestasi atau penghargaan di bidang lain, misalnya yang kami rasakan sudah sama, kata Ade. Ia mengatakan, sejak 2006 penyamarataan hak-hak sudah dia rasakan. Ade berharap, hal ini berlangsung secara berkesinambungan.

Lebih lanjut, dia mengatakan, banyak atlet difabel di daerah lain belum merasakan hal yang sama. Tapi di Kabupaten Bogor, menurut Ade, sudah terasa persamaan dengan atlet normal. Semua sudah sama dari perlengkapan olahraga sampai dengan uang saku semuanya.

Kalau kami di Kabupaten Bogor, alhamdulillah sudah ke sana. Ya, harapan kami semuanya di daerah lain seperti itu, ujar dia. Pendamping salah seorang atlet kontingen DKI Jakarta Iswandi mengungkapkan, banyaknya fasilitas yang disediakan untuk difabel membuat para atlet semakin terpacu berprestasi.

Apalagi, para atlet difabel juga dikenal sebagai orang-orang yang mandiri, kata dia. Antusiasme penonton Perhelatan Peparnas XV/2016 harus diakui tak semenarik PON XIX/2016 dari sisi penonton. Penyebab yang utama adalah minimnya atlet yang dikenal publik sehingga mereka enggan hadir langsung di stadion.

Untuk mengatasi kendala tersebut, PB Peparnas XV/2016 melontarkan siasat dengan cara membuat undangan rutin kepada pelajar sekolah tingkat akhir di Kota Bandung untuk memeriahkan ajang multicabang tersebut. Sengaja memang kami mengundang siswa-siwi SMA untuk hadir menonton, sekaligus suporter untuk menyemangati atlet difabel, terutama Jawa Barat, kata Juru Bicara Peparnas XV/2016, Dani Ramdhan, kepada Republika di Bandung, Kamis (20/10).

Maka tak heran, jika setiap kali ada pertandingan yang melibatkan kontingen Jabar, keramaian pelajar SMA selalu memenuhi tribun arena. Seperti saat laga cabang olahraga tenis lapangan kursi roda antara Jawa Barat melawan Kalimantan Timur pada Kamis (20/10) di Lapangan Tenis Siliwangi, Kota Bandung.

Baik tribun sayap kanan, kiri, maupun tengah dipadati siswasiswi SMA. Salah satunya, siswi kelas XI SMK Negeri 3 Kota Bandung, Laila Suci, yang datang bersama rombongan sekolah - nya. Laila mengungkapkan, baru pertama kali menonton perhelatan Peparnas.

Bahkan, sebelumnya dia tidak terlalu mengetahui pertandingan olahraga yang melibatkan kaum difabel. Namun, setelah melihat secara langsung pertandingan ini, Laila berubah pikiran. Ia mengaku kaget melihat para atlet difabel bisa bermain lincah di lapangan.

Saya nggak tahu. Padahal mereka menggunakan kursi roda, tapi di lapangan jago bermain tenis. Makanya saya jadi semangat mendukung, ujar Laila. Menyemangati atlet difabel juga membuat Laila belajar menghargai keadaan fisiknya yang normal.

Ia menjadi lebih bersyukur. Mereka saja yang keterbatasan bisa berprestasi, masa kita yang masih muda nggak. Kita juga nggak boleh kalah kan, kata Laila.     Oleh Rahayu Subekti, Lintar Satria, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement