Jumat 21 Oct 2016 14:00 WIB

Mereka yang Jatuh dan Bangun Lagi

Red:

Tak seluruh atlet yang berlaga pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV di Jawa Barat tahun ini adalah difabel sejak lahir. Banyak di antara manusia berhati baja yang berlaga pada helatan tersebut justru mereka yang bangkit selepas dilanda kemalangan.

Puji Sumartono, atlet tenis yang mewakili Jawa Barat salah satunya. Sembilan tahun lalu, dia punya pekerjaan mentereng. Anggota TNI aktif ini masuk dalam Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan bertugas sebagai sopir pribadi Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang ketika itu mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, malang tak bisa dihindari. Satu waktu pada 2007 lalu, kecelakaan lalu lintas merenggut kakinya. Ia mengenang, kecelakaan itu ia alami selepas bertugas. "Saat lepas dinas, pukul delapan (pagi) habis mengantar Wapres ke kantor. Malamnya kecelakaan," ujar Puji saat ditemui di Lapangan Tenis Siliwangi, Kota Bandung, Kamis (20/10).

Kecelakaan tersebut mengakibatkan salah satu kakinya harus diamputasi. Sebagai seorang tentara yang terbiasa aktif dan trengginas, Puji mengaku, sangat berat untuk menerima kenyataan ketika itu. "Saat itu shocked sekali. Dalam artian memang kita sehat, tapi harus difabel. Sangat shocked, apalagi mempengaruhi kedinasan saya di Paspampres," katanya.

Ia menuturkan, perlu waktu yang tidak sebentar untuk bisa kembali semangat menjalani hidup dan kariernya di kemiliteran. Sepanjang tiga tahun selepas kecelakaan ia habiskan merenungi nasib. "Dari 2007 sampai 2010, baru bisa bangkit lagi," katanya.

Dorongan keluarga, menurut dia, menjadi faktor utama yang membuat dirinya bisa bangkit dari keterpurukan yang dialaminya itu. Setelah mentalnya pulih, Puji bertugas di Pusat Rehabilitasi Cacat Kementerian Pertahanan. Di situ, ia mengatakan, bertemu banyak teman yang senasib dan perlahan berupaya bangkit.

Setelah bisa menjalani kehidupan normal kembali, ia lalu memilih olahraga tenis lapangan sebagai salah satu aktivitasnya. Setelah ditekuni, ternyata Puji menemukan bakatnya. Olahraga tersebut mampu mengantarkan dirinya ke luar negeri, untuk mengharumkan nama bangsa pada kejuaraan internasional.

Ia melanglang buana mengikuti berbagai kejuaraan tenis paralimpik di Malaysia, Thailand, Srilanka, dan Korea Selatan. "Prestasi terbaik di Malaysia tahun 2014. Saat itu dapat juara. Dan saya memperoleh kenaikan pangkat luar biasa," katanya.

Pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV Jawa Barat ini, Puji yang merupakan warga Kota Depok turun membela Jawa Barat pada kelas tunggal dan campuran. Sejauh ini, nomor pertandingannya itu masih dalam babak penyisihan.

Menurut pelatih kepala tenis lapang kursi roda kontingen Jawa Barat, Daniansyah,  pada ajang Peparnas XV terdapat sedikitnya lima anggota TNI aktif yang ikut bertanding. Mengingat penerimaan TNI yang mengutamakan keunggulan fisik, seluruhnya menjadi difabel setelah bertugas di ketentaraan. Tiga di antaranya membela Jawa Barat pada cabang olahraga tenis lapangan kursi roda. "Lalu ada juga di (kontingen) Papua," katanya.

Atlet lain yang juga bukan difabel sejak lahir adalah Rino Saputra. Ia adalah atlet renang yang mewakili Riau dalam Peparnas XV tahun ini. Hidupnya berubah sejak mengalami kecelakaan lalu lintas pada 2013.

Rino mengisahkan, peristiwa itu terjadi selepas ia pulang menjalani kuliah. Ia terdaftar sebagai mahasiswa jurusan olahraga Universitas Riau. Seperti Puji, Rino mulanya merasa depresi dan putus asa. "Orang bisa keluar awak (saya) cuma di rumah, tidur, duduk. Ya drop sekali waktu itu," katanya.

Rasa itu ia pelihara nyaris selama dua tahun penuh. Ia kemudian bertemu pelatihnya saat ini, Zulkifli, yang merayunya bangkit dan menjadi atlet renang. Sepanjang hidupnya sebelum kecelakaan, ia tidak pernah bermimpi jadi atlet renang. Jika hendak berenang, biasanya Rino juga bukan ke kolam renang melainkan ke sungai.

Namun saat itu, dorongan orang tua ikut melecutnya jadi atlet. Setahun belakangan, ia berlatih di Rumbai, Pekanbaru. Meski sudah bisa berenang sebelumnya, kondisi baru Rino membuatnya harus belajar lagi.

Mula-mula, Rino belajar renang gaya dada, gaya bebas, lalu belajar teknik-teknik berenang untuk difabel daksa. Menurut dia, teknik kayuh tangan dan kaki serta mengatur napas berbeda dengan cara berenang biasanya.

Kerja keras Rino berbuah manis. Saat berlaga di gaya punggung putra 50 meter pada Selasa (18/10) lalu, ia berhasil memperoleh medali emas. Tak hanya itu, ia juga mencatatkan waktu 0,36 detik. Artinya, ia memecahkan rekor nasional atas nama Akhmad Rijali dari Kalimantan Selatan pada Peparnas XIV Riau yang mencatatkan 0,40 detik, sekaligus memecahkan rekor ASEAN Paragames Myanmar 2014 atas nama Van Cong Dang dari Vietnam yang mencatatkan 0,38 detik.

Rino mempersembahkan medali emas pertamanya untuk kedua orang tuanya, yang telah memberi motivasi dan dukungan selama ini, juga untuk sang pelatih. "Ini untuk orang tua saya, tadi datang jauh-jauh dari Riau," kata Rino.    rep: Arie Lukihardiyanti, Lintar Satria/antara, ed: Fitriyan Zamzami 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement