Jumat 21 Oct 2016 14:00 WIB

Mosul Diserang, Polri Awasi Perbatasan

Red:

 

Antara/Muhammad Iqbal      

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA -- Mabes Polri menyatakan, akan meningkatkan pengamanan di bandara-bandara dan wilayah-wilayah perbatasan, menyusul serangan pasukan koalisi guna mengusir kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dari Mosul, Irak. Hal itu guna mengantisipasi para anggota ISIS yang pulang kembali ke Tanah Air bila Mosul berhasil dikuasai koalisi.

Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, salah satu daerah perbatasan yang akan ditingkatkan adalah di Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara adalah daerah yang berbatasan dengan Malaysia, sedangkan Sulawesi Utara berbatasan langsung dengan Filipina.

Boy juga berujar, ada potensi basis ISIS dipindahkan ke Asia Tenggara sebagai lokasi perjuangan mereka, selepas Mosul tak lagi dikuasai. Sehingga, menurut dia, Indonesia patut mewaspadai dampak dari serangan di Mosul. "Saya kira harus waspada kan tujuan (ISIS) tak hanya untuk melakukan (kekerasan) di sana, tapi juga harus diwaspadai ketika merancang serangan di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia," katanya.

Saat ditanyakan berapa aparat yang ditambahkan di lokasi-lokasi perbatasan tersebut, Boy mengaku, di wilayah perbatasan sudah ada para petugas khusus yang berjaga. Yang terpenting saat ini, menurut dia, adalah bagaimana menghentikan pengaruh kelompok tersebut pada generasi muda Indonesia. "Jangan sampai kita terjebak kepada konflik kekerasan, yang terjadi di luar negeri yang menginginkan Indonesia seperti itu. Indonesia termasuk negara yang umat dengan agama Islam terbesar di dunia. Mereka pikir kita menjadi negara yang berpotensi dipengaruhi menganut paham kekerasan," kata Boy Rafli.

Serangan pasukan koalisi Irak, Kurdi, dan sejumlah negara Barat dimulai pada Senin (16/10) lalu. Sekira 90 ribu pasukan dikerahkan untuk mengusir 3.000 sampai 8.000 pasukan ISIS, yang diindikasikan berada di Mosul.

Sejauh ini, dampak langsung dari serangan itu terhadap Indonesia belum dipetakan. Meski begitu, Kamis (20/10) kemarin, seorang pria yang mengaku sebagai anggota ISIS, melakukan penusukan terhadap sejumlah petugas polisi di Tangerang, Banten.

Menurut keterangan kepolisian, seorang pria berinisial SA (22 tahun) melakukan serangan menggunakan pisau secara membabi-buta di Jalan Perintis Kemerdekaan, Cikokol, Tangerang Kota. Serangan tersebut mengarah kepada dua petugas lalu lintas yang tengah berjaga.

Akibat serangan tersebut, dua polisi yang tengah bertugas mengalami luka-luka. Kapolsek Tangerang Kota, Kompol Efendi, yang mendatangi lokasi dan menembak pelaku pada bagian kaki juga sempat tertusuk. Baik korban maupun pelaku saat ini masih menjalani perawatan medis.

Dari pemuda itu, polisi juga menyita dua senjata tajam, sebuah benda yang mirip bom pipa, dan stiker bergambar lambang ISIS. Kepolisian juga menyita video yang menunjukkan SA mengklaim melakukan serangan atas perintah pimpinan ISIS, Abu Bakr Albaghdadi.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, hingga saat ini belum diketahui, apakah ada WNI anggota ISIS yang masih di Mosul atau tidak. Jika ada WNI anggota ISIS, menurut dia, mereka tak mungkin terdata karena tak melapor ke KBRI setempat.

Sedangkan Dirjen Perlindungan WNI Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, berdasarkan data KBRI di Bahdad, Irak, sudah tak ada lagi WNI yang terdata masih di Mosul. "WNI yang tinggal di Mosul sebenarnya sudah pergi meninggalkan Kota Mosul sejak lama. Mereka pergi dari Mosul sejak ISIS masuk ke Mosul pada 2014," katanya, kemarin.

Sebelumnya, Pemerintah Kerajaan Malaysia mengadakan pertemuan dengan sejumlah negara Asia Tenggara, terkait serangan Mosul, Selasa (18/10) lalu. Pertemuan itu guna membahas langkah-langkah antiteror yang terjadi akibat serangan.

Dikhawatirkan, serangan Irak ke Mosul akan memicu masuknya anggota ISIS ke Asia Tenggara. ISIS dinilai bisa melarikan diri dari negara asal mereka untuk mencari tempat yang lebih aman.

Wakil Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi mengatakan, Malaysia telah meningkatkan keamanan negara di wilayah perbatasan dan bandara-bandara. "Lembaga penegak kami selalu siap tidak hanya di bandara, tetapi juga di jalur tikus," kata Zahid Hamidi, dikutip South China Morning Post.

Sementara Menteri Pertahanan Negara Malaysia Hishammuddin Hussein mengatakan, telah menginstruksikan militer untuk mengawasi perkembangan situasi di Irak dan Suriah. Dia khawatir anggota ISIS akan datang ke Malaysia tidak dalam jumlah yang kecil. "Bisa jadi ribuan dari mereka. Inilah sebabnya mengapa penting memiliki hubungan trilateral dengan Indonesia dan Filipina," ujar Hishammuddin.

Wakil Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, juga mengatakan hal serupa. Menurut Chee Hean, serangan Irak ke Mosul dapat meningkatkan ancaman ISIS di wilayah Asia Tenggara.  Sejak 2013, sekitar 90 warga Malaysia telah bergabung dengan kelompok militan yang juga dikenal dengan sebutan Daesh tersebut. Sementara di Indonesia, warga yang bergabung dengan ISIS diperkirakan mencapai 500 orang, meski tidak ada angka resmi.

Ahli terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menambahkan, pertempuran di Mosul sangat berisiko bagi keamanan Asia Tenggara. Dia menyatakan, lonjakan pelarian diri para militan sebelumnya juga pernah terjadi pascainvasi Amerika Serikat ke Afghanistan.

"Saya pikir ini akan menjadi sebuah ancaman. Ketika para pejuang kembali ke negara-negara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina, mereka akan membangun semacam jaringan alumni, seperti yang dilakukan para pejuang dari Afghanistan hampir dua dekade lalu," kata Ridlwan.

ISIS sejauh ini telah membentuk afiliasi regional di Asia Tenggara, yang disebut Katibah Nusantara. Para militannya tersebar di Malaysia, Indonesia, serta Filipina, yang diduga dipimpin oleh Muhammad Bahrun Naim dari Indonesia.

Menurut Ridlwan, negara-negara Asia Tenggara, Indonesia khususnya, memiliki tantangan untuk melakukan pemantauan ketat karena keroposnya penjagaan di perbatasan. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 17 ribu pulau. "Ada begitu banyak pintu imigrasi dan tidak semua dimonitor. Pasti akan ada beberapa orang yang menyelinap kembali ke masyarakat, tanpa diketahui pemerintah," kata dia.    rep: Mabruroh, Fira Nursya’bani, Dyah Ratna Meta Novia, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement