Kamis 15 Sep 2016 12:00 WIB

Distribusi Bibit Impor tidak Merata

Red:

BREBES -- Bibit bawang merah impor yang didatangkan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) untuk mendongkrak produksi dalam negeri menuai keluhan dari para petani di daerah. Sejumlah masalah timbul, mulai dari soal petani yang belum mendapat bibit hingga potensi ketidakcocokan dengan lahan petani.

Petani bawang merah di Desa Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kuslani mengatakan, petani di daerahnya tidak memperoleh bibit impor. "Gak ada (bibit bawang impor) di petani kita. Mungkin di daerah lain ada. Saya kurang tahu juga. Gak ada sosialisasi pembagian bibit impor soalnya," katanya kepada Republika di Jakarta, Rabu (14/9).

Kuslani mengungkapkan, sejauh ini petani di daerahnya masih menggunakan bibit lokal dengan harga yang amat tinggi, yaitu Rp 40 ribu per kg sampai Rp 55 ribu per kg. Rentang harga tersebut sangat mencekik petani. Khususnya, bagi mereka yang kekurangan modal. Sebab, bibit adalah modal utama dalam bertani bawang merah.

Menurut Kuslani, kalau memang bibit bawang merah impor yang didatangkan pemerintah bisa lebih murah dan hasilnya tidak jauh berbeda dengan bibit lokal, pemerintah harusnya bisa menjual kepada seluruh petani bawang. Jika tidak, nantinya harga bawang merah akan bervariasi.

"Yang ditakutkan, dengan variasi tersebut maka bawang dari petani yang tidak mendapatkan bibit bisa melambung, dan kalah bersaing dengan petani yang mendapatkan bibit impor. Kalau bisa kita juga dapat bibit ini," kata Kuslani menjelaskan.

Di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, salah satu petani bawang merah, Bejo Supriyanto, mengungkapkan tidak selalu bibit bawang cocok ditanam di satu wilayah. Apalagi, untuk varietas bibit bawang merah impor.

"Bibit dari Brebes itu bagus, tapi tak bisa ditanam di Tawangmangu. Apalagi bibit impor. Kita harus perhatikan spesifikasi lokasi, ketinggian, lalu iklim. Bibit impor belum tentu cocok ditanam di hamparan sawah kita," kata Bejo kepada Republika. Menurut dia, petani bawang merah di Tawangmangu sedang bekerja sama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam bentuk uji coba penanaman sejumlah bibit impor, salah satunya dari Filipina.

Saat ini, bawang merah tersebut sudah tumbuh dan siap dipanen. Meski begitu, Bejo memprediksi hasilnya tak sebagus bibit lokal. "Hidup memang, daunnya pun keluar, tapi kelihatan produktivitasnya itu tidak imbang. Yang bisa panen mau nggak mau varietas lokal," ujarnya. Dia pun berharap, pemerintah bisa mengatasi tingginya harga bibit bawang merah, yang menyulitkan petani berproduksi.

Pemerintah melalui Perum Bulog telah memberikan bantuan berupa bibit bawang merah impor kepada petani. Bibit bawang merah impor itu didatangkan bertahap dari Filipina dan Vietnam. Dari kuota 1.500 ton, target penyaluran tersisa 325 ton. Impor bibit bawang merah murah dimaksudkan untuk menekan harga bawang merah, yang kini tengah melambung di pasaran.

Terlepas dari keluhan petani, pemerintah mengklaim bibit bawang merah impor disukai petani. Direktur Perbenihan Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Sri Wijayanti Yusuf mengatakan, bibit impor yang ditanam petani di Cirebon dan Brebes merupakan benih impor asal Vietnam.

Petani di Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan petani yang gemar memakai bibit impor dan terbiasa menggunakan bibit impor Filipina. Bibit impor asal negara tersebut biasa digunakan untuk pertanian musim kemarau.

"Mungkin tidak suka bukan karena kualitasnya, mungkin karena tidak biasa menanam itu saja. Lebih pada itu, preferensi," kata Wijayanti yang akrab disapa Yanti kepada Republika. Namun sebaliknya, bibit impor asal Vietnam justru sangat digemari petani bawang merah di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Yanti yang tengah memonitor benih asal impor di daerah tersebut mengatakan, pertumbuhan benih asal Vietnam cukup bagus. "Mereka (petani) suka," ujarnya. Menurut Yanti, bibit asal Vietnam tahan terhadap musim panas dan tetap bagus pada musim hujan.

Klaim tersebut diakui Abdurrahman, petani di Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur. "Iya memang itu yang disenangi," katanya mengacu pada benih asal Vietnam.

Benih impor tersebut didapat dengan harga Rp 37 ribu per kilogram, jauh lebih mahal dari harga yang ditetapkan. Namun, Abdurrahman mengatakan, harga tersebut diakibatkan adanya ongkos untuk sampai Lombok. "Di Pulau Jawa, saya terima Rp 30 ribu per kg tambah ongkos nyampenya jadi Rp 37 ribu per kg," katanya.

Bibit lokal

Keputusan pemerintah untuk mengimpor dan mendistribusikan bibit bawang merah impor dari Vietnam dan Filipina, membuat Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron geram. Menurut dia, kualitas bibit lokal jauh lebih baik dibandingkan bibit impor.

"Sebetulnya kalau bagus ya bagus komoditas lokal," katanya kepada Republika. Herman mengatakan, bibit lokal lebih adaptif karena telah beradaptasi dengan lingkungan pertanaman bawang merah, termasuk tanah dan unsur hara.

Ia mencontohkan, Thailand sebagai negara yang terkenal dengan komoditas hasil panennya, mengembangkan produk lokal dengan intervensi teknologi. Negara itu mengadaptasi komoditas terhadap lingkungan tanah sehingga berkembang maksimal.

Selain itu, penggunaan bibit bawang merah impor juga dinilai berisiko lebih tinggi. "Bibit yang didatangkan dari negara lain itu belum tentu terbebas dari penyakit yang mengancam gagal panen," ujarnya.

Untuk itu, Herman meminta pemerintah untuk dapat membuat program yang tidak hanya bertujuan menggenjot hasil produksi, tetapi juga pembibitan. Dengan begitu, ketergantungan Indonesia untuk mengimpor bibit dapat teratasi.  rep: Debbie Sutrisno, Adrian Saputra Melisa riska Putri ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement