Rabu 07 Sep 2016 12:15 WIB

Peneliti Bantah Kemunculan Zika Secara Lokal

Red:

JAKARTA -- Peneliti dari Eliminate Dengue Project (EDP) Universitas Gadjah Mada, Eggi Arguni, mengklaim penularan virus zika secara lokal tidak mungkin terjadi. "Berdasarkan prinsip epidemi penularan penyakit, persebaran zika secara lokal tetap disebabkan individu yang datang dari kawasan, yang sebelumnya telah menjadi daerah endemis," ujar Eggi kepada Republika di Jakarta, Selasa (6/9).

Mengapa sebelumnya virus zika tidak diketahui? Menurut Eggi, bisa jadi karena saat itu, mungkin belum digunakan parameter yang menegaskan penyakit yang dideritanya akibat tertular zika. Individu yang telah tertular tadi kemudian digigit oleh vektor zika, yakni nyamuk Aedes aegypti. Setelah mengalami gigitan, yang bersangkutan mungkin telah sembuh dari virus zika dan kembali ke negaranya.

Namun, virus zika tetap bertahan di tubuh nyamuk. Saat nyamuk mengigit warga lokal, ada kemungkinan langsung menularkan virus pada saat itu. Proses seperti inilah yang disebut Eggi, seolah menjadi bentuk penularan lokal virus Zika. Saat pertama kali masuk ke tubuh manusia, virus zika bertahan dengan masa potensial menular (virulensi) selama pekan pertama.

Pada masa itu, virus masih berkembang dan menguat di dalam tubuh. Selama pekan pertama itu pula, gigitan nyamuk kepada individu tertular zika sangat berpotensi menular kepada individu lain.

"Setelah lepas dari fase itu (sepekan pertama), virulensi akan hilang. Efek virus terhadap tubuh pun menurun. Dengan pengobatan ringan, seperti menambah cairan tubuh, istirahat, dan obat penghilang nyeri individu bisa sembuh dari zika," kata Eggi menjelaskan.

Melihat dari proses ini, Eggi menyimpulkan tren penularan zika di Indonesia bisa berpotensi terjadi seolah secara lokal, seperti yang terjadi di Malaysia dan Thailand. Oleh karena itu, Eggi menyarankan, masyarakat menghindari gigitan nyamuk Aedes aegypti dan menghentikan perkembangbiakan nyamuk tersebut. Terkait screening terhadap WNI yang baru tiba dari luar negeri, Eggi menilai, hal tersebut tetap penting dilakukan agar meminimalisasi potensi pembawa virus.

"Intinya dengan menghindari gigitan nyamuk, mematikan vektor pembawa virus, dan pemeriksaan di bandara serta pelabuhan masih ideal untuk mencegah penularan masif virus zika," kata Eggi.

Sejak dilaporkan kasus zika di Singapura, pekan lalu, satu per satu negara di kawasan Asia Tenggara melaporkan kasus yang disebabkan gigitan nyamuk tersebut. Negara-negara itu, antara lain, Malaysia, Filipina, dan yang terbaru Thailand.

Berbeda dari kasus sebelumnya, peneliti negara bersangkutan menduga zika muncul lebih karena gigitan nyamuk lokal, ketimbang dari penularan dengan kunjungan ke negara yang terkena zika. Seperti di Thailand yang muncul di Chiang Mai, utara Negeri Gajah. Kasus terbaru di Filipina pun demikian. Otoritas kesehatan Filipina menyatakan, pasien zika terbaru mereka tidak pernah ke luar negeri sekalipun, tapi tetap tertular.

Mantan menteri kesehatan Siti Fadilah Supari menilai, penyebaran virus zika di kawasan Asia Tenggara perlu diselidiki dengan cermat. "Apakah penyebarannya secara alamiah ataukah rekayasa manusia," ujar dia.  Menteri kesehatan pada 2004-2009 itu mengemukakan, kejadian outbreak swine flu Meksiko beberapa tahun lalu, harus menjadi pelajaran yang berharga bagi negara-negara, yang ekonominya sedang berkembang.

"Swine flu (flu babi) yang terjadi di Meksiko menimbulkan kerugian ekonomi nasional. Karena itu, sudah sewajarnya Pemerintah Indonesia menganggap serius penyebaran virus zika ini di beberapa negara di Asia Tenggara," kata Fadilah. Menurut Fadilah, cara penyebaran zika bisa diselidiki secara epidemiologi yang mendalam atau surveilance.

"Perjalanan penyakit ada kronologisnya yang logis sehingga jelas penyebarannya," ujarnya. Selain mewaspadai dan mengantisipasi penyebarannya di Indonesia, pemerintah harus memberikan perhatian dan perlindungan, khususnya kepada ibu hamil agar tidak digigit nyamuk pembawa virus zika.

Fadilah mengatakan, sebenarnya kasus zika di Asia Tenggara ini wajar karena iklimnya cocok, dan ada nyamuk Aedes aegypti yang bisa membawanya. Nyamuk ini sudah sangat familiar hidup, termasuk di Indonesia, karena biasanya nyamuk tersebut membawa virus demam berdarah atau virus chikungunya.

Penyebaran zika, menurut dia, sama dengan demam berdarah. Bayangkan penularannya yang cepat meluas seperti demam berdarah. Perbedaannya, virus zika tidak mematikan. "Namun, berbahaya pada ibu hamil, lain tidak," kata Fadilah menjelaskan.

Indonesia rentan

Sebuah penelitian terbaru tentang zika menyebut dua juta orang Asia dan Afrika terancam terinfeksi zika. Para ilmuwan dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, Oxford University, dan University of Toronto, Kanada, menuliskannya dalam The Lancet Infectious Diseases.

Populasi di India, Indonesia, dan Nigeria dinilai paling rentan tertular. Dalam risetnya, para peneliti menilai Filipina, Vietnam, Pakistan, dan Bangladesh cukup rentan karena sumber daya medisnya terbatas. "Imbas pada penduduk bergantung pada kemampuan negara, untuk mendiagnosis dan merespons kemungkinan wabah," ujar peneliti Kamran Khan dari St Michael Hospital Toronto.

Meski demikian, mereka memperkirakan imunitas virus mungkin sudah ada di sejumlah area sehingga risiko bisa berkurang. Hingga saat ini, zika telah menyebar ke sedikitnya 65 negara.

Peneliti Oliver Brady mengatakan India, Indonesia, dan Nigeria diprediksi menderita risiko tertinggi. "Jika zika berpindah ke area ini, dampaknya terhadap sistem kesehatan akan sangat kacau," katanya.    rep: Dian Erika Nugraheny, Lida Puspaningtyas/antara, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement