Rabu 31 Aug 2016 13:00 WIB

Kapolri Perintahkan Karhutla Serius Diusut

Red:

 

Antara/Jessica Helena Wuysang 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA — Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyambangi lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau pada Selasa (30/8). Ia memberikan instruksi langsung supaya aparat serius dalam menangani tindak kriminal terkait kebakaran tersebut.

Kapolda Riau Brigjen Supriyanto mengatakan, arahan itu disampaikan agar polisi serius dalam menindaklanjuti karhutla supaya tidak lagi terulang. "Itu perintah bukan imbauan lagi bahwa kita harus serius," ujar Supriyanto saat dihubungi Republika, Selasa (30/8).

Saat ditanyakan perihal keterlibatan sembilan korporasi dalam kasus kebakaran belakangan ini, Supriyanto tidak menjelaskan banyak. Menurut dia, sembilan korporasi yang sebelumnya disebut oleh Bareskrim Polri diduga terlibat, masih dalam tahap penyelidikan.

"Kan semua kejadian pasti ada proses penyelidikan. Kalau sudah ditemukan tersangkanya, baru ditetapkan dan langsung dilakukan penahanan," ujar Supriyanto. Sedangkan, terkait tersangka perseorangan dalam kasus kahutla, kata Supriyanto, masih 85 orang yang berstatus tersangka.

Kabagpenum Polri Martinus Sitompul menambahkan, lahan seluas 546,01 hektare yang terbakar di Riau telah dipasangi police line. Lahan yang disterilkan itu terkait pembakaran lahan yang menurutnya dilakukan oleh 85 tersangka.

Di Riau, Kapolri menyatakan, bawahannya mesti serius karena negara tetangga Singapura yang juga terdampak kabut asap kebakaran lahan sudah membuat undang-undang yang bisa memidanakan warga Indonesia. "Ini masalah serius bagi masyarakat Riau dan juga prestise bagi bangsa Indonesia," katanya di Pekanbaru, kemarin.

Menurut Kapolri, Riau menjadi fokus utama selain Kalimantan Barat dalam masalah karhutla. Sebab, di Kalbar tidak terlalu banyak komplain dari negara tetangga, sedangkan di Riau masalahnya bisa sampai ke Singapura. "Kita sangat berharap semua pihak sungguh-sungguh melakukan inovasi. Mulai dari pencegahan, pemadaman, penegakan hukum, dan pemulihan. Untuk ini agar dapat dibuat program yang sistematis. Kalau tidak sinergi, nanti akan ada saling melempar tanggung jawab," ujar Tito.

Di pihak lain, ahli kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero mengatakan, dari sejumlah kasus pembakaran lahan yang diduga dilakukan oleh perusahaan, tidak sedikit mengatasnamakan masyarakat lokal sebagai pelaku pembakar lahan. Hal ini untuk melindungi korporasi atau perusahaan dari jeratan tindak pidana karena membuka lahan pertanian baru dengan cara membakar lahan.

Sebagaimana diatur Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lahan dan Hutan disebutkan, pembakaran lahan oleh penduduk lokal maksimal dua hektare diperbolehkan. "Karena PP dalam undang-undang itu yang boleh membakar hanya masyarakat adat dan tradisional," kata Bambang dalam diskusi media bertajuk "Negara versus Perusahaan Pembakar Hutan" di Jakarta Pusat, Selasa (30/8).

Menurutnya, banyak kasus yang terjadi dalam kebakaran lahan diketahui dilakukan oleh masyarakat adat tradisional setelah dilakukan verifikasi oleh tim pemantau sehingga membuat kasus tersebut tidak dipersoalkan. Namun, hal yang aneh, enam bulan kemudian lahan yang awalnya milik masyarakat sudah berpindah kepemilikan oleh korporasi. "Sehingga kemudian tidak boleh diproses, tapi enam bulan kemudian orang itu tidak ada lagi," kata dia.

Menurut Bambang, fakta yang ia dapati tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2015 lalu. Pola korporasi mengatasnamakan masyarakat masih terus diterapkan. "Selalu mereka itu ada di garda depan, untuk orang-orang masyarakat tradisional itu yang banyak digunakan sebagai tameng," ungkap dia.

Hal itulah, kata dia, yang terjadi dalam sejumlah kasus kebakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu sehingga korporasi lolos dari jeratan tindak pidana. Setidaknya, ada 15 perusahaan yang penyidikan perkaranya dihentikan oleh Polda Riau pada Juli 2016 lalu karena dinilai tidak memenuhi unsur pidana.

Adapun 15 perusahaan yang dihentikan penyidikannya, yakni PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, dan PT Sumatera Riang Lestari. Lainnya adalah PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam, PT Rimba Lazuardi, PT Partawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN United, dan PT Riau Jaya Utama.

Terkait SP3 tersebut, sejumlah pihak mendesak Mabes Polri membentuk tim independen guna mengevaluasi SP3 perkara 15 perusahaan pembakar lahan oleh Kepolisian Daerah Riau. Hal ini guna memastikan proses peninjauan ulang terhadap SP3 perkara 15 perusahaan bisa berlangsung transparan. Terlebih, Tito Karnavian menjanjikan akan kembali membahas SP3 kasus tersebus saat memantau kebakaran lahan di Riau.

"Kami mengusulkan tim independen yang diisi oleh orang-orang luar agar cepat dan berani di kasus ini karena tampak adanya ruang gelap dalam penanganan kasus tersebut," kata aktivis lingkungan dari Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali, kemarin.

Menurutnya, selepas 41 hari SP3 kasus tersebut, belum ada upaya nyata yang dilakukan Mabes Polri untuk me-review hal tersebut. Bahkan, Polri terkesan mengamini sejumlah alasan Polda Riau yang menghentikan penyidikan kasus 15 perusahaan tersebut.    rep: Mabruroh, Fauziah Mursid, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement