Selasa 26 Jul 2016 13:00 WIB

NU Targetkan Mandiri Ekonomi 2020

Red:

CIREBON -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menargetkan kemandirian ekonomi warga nahdliyin pada 2020. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, demi merealisasikan target itu, pihaknya akan mengambil langkah taktis dan strategis dalam bidang ekonomi.

Di antaranya adalah penguasaan faktor-faktor produksi oleh kader NU di luar kerja-kerja penguatan masyarakat sipil yang selama ini berjalan. Kang Said, begitu Said Aqil akrab disapa, menyebutkan tiga faktor penting dalam sektor produksi tersebut.

Ketiganya adalah penguasaan lahan (bidang pertanian, perikanan, kehutanan, dan lainnya), modal atau capital (politik anggaran, regulasi perbankan, dan lainnya) serta penyiapan sumber daya manusia.

Dia menekankan, pentingnya kerja sama lintas lembaga di internal dan eksternal NU. "Tidak bisa tidak, perlu sinergi dan penajaman kolektivitas antarbadan otonom dan lembaga lainnya," katanya saat menutup Rapat Pleno PBNU di Pesantren Khas, Kempek Cirebon, Senin (25/7).  

Dalam rapat pleno bertemakan "Meneguhkan Islam Nusantara Menuju Kemandirian Ekonomi Warga" itu, dia merujuk sejarah berdirinya NU yang tak terlepas dari aktivitas ekonomi kerakyatan. Ia menyebut bahwa serikat pedagang Nahdlatut Tujjar yang menjadi cikal bakal NU.

Ketua PBNU Bidang Investasi dan Luar Negeri Marsudi Syuhud menambahkan, nahdliyin memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Berdasarkan survei mutakhir, ungkap dia, jumlah warga NU mencapai 90 juta orang.

Potensi tersebut, ungkap Marsudi, bisa dimaksimalkan untuk menciptakan pasar sendiri. Ia menjelaskan, pengembangan ekonomi kerakyatakan menjadi hal mutlak sehingga kelak lahir para pengusaha dari kantong-kantong NU. "Terutama, basis-basis pesantren," tuturnya.

Dia menyebutkan, secara nasional, Indonesia hanya memiliki 1,5 persen entrepreneur. Padahal, negara-negara  maju memiliki wiraswasta yang tak sedikit. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, ada 12 persen UMKM, Singapura tujuh persen, dan Malaysia lima persen.

Marsudi mengingatkan, upaya kemandirian ekonomi ini hanya bergantung pada pemerintah. ''Pemberdayaan ekonomi warga nahdliyin tetap digenjot kendati tanpa campur tangan pemerintah,'' katanya menegaskan.

Dengan begitu, ketika pemerintah menggelindingkan program pengembangan ekonomi, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), warga NU sudah siap. Selain itu, kata dia, NU juga harus mampu mendekatkan permodalan kepada rakyat.

Tentu saja, program itu dengan skema kredit yang tidak memberatkan, bahkan bisa dilakukan secara informal. ''Sekarang saatnya harus kembali menarik dana-dana dari kota ke desa,'' ujar Marsudi.

Menurut aktivis muda PBNU, Ahmad Erani Yustika, realisasi penguatan ekonomi kerakyatan itu sulit terwujud bila pemerintah tidak mengubah sistem perekonomian saat ini yang dinilai masih liberal dan proasing. Presiden Joko Widodo harus berani menata menteri-menteri ekonomi.

Tujuannya agar para menteri dalam bidang ekonomi tersebut memiliki keberpihakan terhadap ekonomi kerakyatan, bukan ke asing. Sebab, menurut Erani, kalau tidak dilakukan perombakan, hanya akan melanggengkan kebijakan liberal, seperti yang selama ini berjalan.

Dia menilai, sejauh ini pos kementerian ekonomi belum ada  yang melakukan radikalisasi dalam kebijakan mereka. Bahkan, serangkaian paket kebijakan yang telah dibuat pemerintah ia nilai belum radikal sehingga belum memberi solusi mendasar.

Erani mencontohkan, praktik perbankan belum berpihak pada sektor mikro. Kucuran kredit untuk sektor kerakyatan tak lebih dari 20 persen. Ini bertolak belakang denga negara jiran, Malaysia, laju kreditnya mencapai 35 persen.

"Demikian pula, di pasar modal investornya masih dominan asing sebanyak 60 persen," kata Erani. Profesor ekonomi dari Universitas Brawijaya ini mengkritik penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI).

Pada kenyataannya, ungkap dia, hal itu tidak menjadi solusi bagi upaya menyejahterakan rakyat Indonesia, terutama yang ada di perdesaan. Justru, yang terjadi adalah eksploitasi sumber daya alam. "Ironisnya justru pemerintah masih getol tarik investor asing," ujarnya.

Dalam konteks ini, peran NU adalah membangun perekonomian berbasis komunitas. Selama ini, Erani melihat potensi tersebut masih sporadis sehingga hanya menjadi pasar dan mangsa dari predator mematikan. 

Badan usaha

Wakil Ketua Lembaga Perkonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Surya Nata mengatakan, menjelang satu abad NU, lembaganya tengah mempersiapkan cita-cita besar badan usaha milik NU. Badan ini menjadi lokomotif sekaligus wadah perekonomian warga NU.     

Surya menyebutkan, dalam Rakernas LPNU pada April lalu di Medan, pihaknya berkomitmen memperkuat pengusaha lokal melalui  berbagai program, mulai dari pendampingan, permodalan, hingga penciptaan pasar bersama.   

Bahkan, Surya memprediksi, dari total kesuluruhan UMKM yang ada di Indonesia, yang berjumlah 56, 53 juta unit itu, sebanyak 60 persen didominasi oleh warga NU yang ada di perdesaan. Namun, sayangnya potensi tersebut belum maksimal.

Beberapa bahkan terkendala permodalan dan pasar. Melalu "BUMNU" itu diharapkan kendala-kendala ekonomi mikro kaum nahdliyin bisa terurai. "Ini yang ingin kita wujudkan dengan kerja sama semua pihak," katanya.    rep: Nashih Nashrullah, ed: Ferry Kisihandi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement