Ahad 24 Jul 2016 13:53 WIB

Jejak Kebudayaan Uighur di Xinjiang Modern

Red: Arifin

Xinjiang, Cina, kerap menjadi berita, terutama soal diskriminasi dan pengekangan kebebasan beragama.

Terkait isu tersebut, Pemerintah Otonomi Xinjiang mengundang jurnalis dari 24 negara, termasuk wartawan Republika, Hafidz Muftisany, untuk melihat langsung kondisi wilayah yang dihuni mayoritas Muslim itu. Berikut tulisan kelima. 

 

Wajah Bashir Saad, kawan jurnalis dari Arab Saudi, tampak mengerut. Republika memintanya membaca sebuah aksara Arab yang banyak terdapat di jalanan Xinjiang. Seluruh papan informasi di jalan memuat dua tulisan dengan dua aksara, Arab dan Mandarin.

Kantor-kantor pemerintah, polisi, dan fasilitas umum juga menggunakan dua aksara tersebut. Termasuk, berbagai toko yang berjajar di sepanjang jalanan Kota Xinjiang. "Saya tak paham artinya," ungkap Bashir.

Bashir mengaku, ia bisa membaca tulisan dalam aksara Arab tersebut. Namun, ia tak tahu arti dari tulisan itu. Saat membaca aksara Arab tersebut, ia seperti membaca bahasa Mandarin dalam aksara Latin. Bisa mengucapkan, tetapi tak paham artinya.

"Itu bahasa Uighur, etnis terbesar di Xinjiang," ujar penerjemah kami, Huang Bingliang, Selasa (19/7). Huang menyebut, bahasa Uighur banyak digunakan dalam informasi resmi karena jumlahnya mayoritas.

Saat ini, hampir 10 juta warga Uighur mendiami Xinjiang. Populasi tersebut hampir separuh dari total penduduk Xinjiang. 

Maka, tak heran jika dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Uighur menjadi bahasa yang ba nyak digunakan. Uighur sendiri adalah etnis yang memeluk Islam. Selain Uighur, etnis Hui juga salah satu etnis di Xinjiang yang beragama Islam. Islam menjadi agama mayoritas di Xinjiang.

Jumlah etnis Uighur yang mayoritas membuat kebudayaan di Xinjiang tak bisa dilepaskan dari bahasa Uighur. Selain papan informasi, media juga menggunakan bahasa Uighur selain Mandarin. Acara televisi di Xinjiang dialih bahasa dalam bahasa Uighur.

Jejak Kebudayaan Uighur di Xinjiang Modern Studio Radio Bahasa Uighur.

Chief Engineer Xinjiang Broadcast Station (XJBS) Gang Yong mengungkapkan, tempatnya adalah studio alih bahasa terbesar di Xinjiang. Hampir semua serial televisi berupa drama dialihbahasakan dengan bahasa Uighur. Ada 12 studio alih bahasa yang ada di XJBS. Gang

mengaku, tempatnya sudah mengalihbahasakan hampir 253 ribu serial televisi dan 5.000 film berbahasa Mandarin.

Selain produk drama, produk berita pun juga menggunakan bilingual. Bahasa Mandarin dan Uighur menjadi bahasa yang wajib digunakan. Stasiun televisi milik pemerintah ini bahkan memiliki 12 channel siaran dengan bahasa yang berbeda-beda.

Selain Uighur, XJBS mengako modasi semua bahasa etnis di Xinjiang, seperti Kazakh, Mongolia, Tajik, Kirghiz, Tatar, dan Rusia. Hal yang sama juga diterapkan dalam siaran radio. XJBS memang memiliki hampir semua platform media siaran, mulai dari produk drama, televisi, maupun radio. 

Gang mengaku, program yang disiarkan memiliki konten yang sama. Namun, disiarkan dalam berbagai bahasa yang ada di Xinjiang. XJBS pun akhirnya mempekerjakan karyawan dari semua etnis di Xinjiang. Bahasa Uighur juga digunakan sebagai bahasa media daring. Media daring terbesar di Xinjiang, Tianshannet, menggunakan enam bahasa dalam lamannya, yaitu Man darin, Uighur, Rusia, Turki, Inggris, dan Kazakh.

Redaktur Tianshannet, Nijat, mengaku, di Xinjiang ada perangkat lunak yang bisa mema sukkan alfabet Uighur di kompu ter. Nijat

menyebut, laman khu sus berbahasa Uighur diakses hampir 300 ribu orang per hari. Masyarakat Uighur menyukai informasi budaya, ekonomi, hingga olahraga. “Piala Eropa kemarin, traffic kami melonjak tinggi,” papar dia.

Saat Ramadhan, ia mengaku tak ada laman khusus untuk berita-berita seputar bulan suci bagi Muslim itu. Namun, jumlah berita soal kegiatan Muslimin di Xinjiang meningkat dibanding hari biasa. Saat kami berkunjung ke Museum Xinjiang, kami mendapati sedikit sejarah bahasa Uighur. Peninggalan paling tua yang ditemukan di Xinjiang dengan bahasa Uighur pada 840 Masehi. Manuskrip dalam bahasa Uighur kuno sudah menggunakan alfabet Arab.

Pemandu Museum Xinjiang, Palibaky, menerangkan, pada masa Dinasti Song, sekitar 960 Masehi, juga ditemukan manuskrip dalam bahasa Uighur kuno yang ditulis di atas lempengan kayu. Palibaky menjelaskan, bahasa Uighur awalnya dipengaruhi oleh tulisan Orkhun, yaitu bahasa yang mirip salah satu klan dari suku di Turki.  Setelah Islam datang, pengaruh Arab mulai masuk. Sejak itu, alfabet yang digunakan di Uighur adalah aksara Arab.

 ed: Firkah Fansuri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement