Sabtu 23 Jul 2016 14:22 WIB

Orang Tua Korban Tempuh Jalur Hukum

Red: Arifin

BEKASI -- Para orang tua balita korban vaksin palsu putus kesabaran menghadapi lambannya penuntasan kasus vaksin palsu. Mereka secara mandiri melayangkan gugatan hukum atas RS Harapan Bunda, Jakarta Timur, dan RS St Elisabeth, Bekasi, kemarin.

Di Bekasi, orang tua pasien terindikasi korban vaksin palsu di RS St Elisabeth berencana melaporkan Direktur Utama RS St Elisabeth, Antonius Yulianto, ke Polda Metro Jaya. "Kami akan melaporkan Direktur Utama RS St Elisabeth beserta manajemennya atas kasus vaksin palsu ini ke Polda Metro Jaya. Buktinya sudah kuat," ungkap kuasa hukum orang tua korban vaksin palsu RS St Elisabeth, Hudson Hutapea, kepada Republika, Jumat (22/7).

Hudson menyatakan, pihaknya bertekad mengawal kasus vaksin palsu di rumah sakit itu sampai ke ranah pengadilan. Bukti-bukti yang digunakan untuk memperkuat laporan meliputi pengakuan Direktur Utama RS St Elisabeth tentang penggunaan vaksin di RS St Elisabeth serta hasil medical check uppasien yang pernah mendapat vaksin di RS Elisabeth.

Menurut dia, Direktur Utama RS St Elisabeth sudah menyatakan di hadapan Kemenkes dan Bareskrim Mabes Polri bahwa vaksin palsu masuk ke RS St Elisabeth sejak November 2015 sampai dengan Juli 2016. Pihak rumah sakit mengaku terpaksa membeli kepada distributor CV Azka Medika lantaran kelangkaan vaksin pada kurun waktu itu. Rumah sakit bahkan sudah merilis daftar 125 pasien yang terbukti terpapar vaksin palsu.

Sebagian besar orang tua pasien, kata Hudson, tidak lantas percaya dengan daftar 125 korban vaksin palsu yang sudah dikeluarkan RS St Elisabeth. "Buktinya anak yang divaksin tahun 2014, kita lakukan medical check upternyata hasilnya antibodi nonreaktif. Imunitas tidak berkembang. Artinya, vaksin yang kemarin tahun 2014 itu palsu," kata Hudson. 

Kuasa hukum orang tua korban di RS St Elisabeth itu membeberkan, hasil medical check upserupa juga didapati pada beberapa pasien lain yang mendapat vaksin sebelum November 2015. Pihaknya mencurigai distribusi vaksin palsu sudah masuk jauh lebih lama dibanding pengakuan Dirut RS St Elisabeth. 

Menurut dia, sejumlah orang tua korban sedang berkumpul untuk menyiapkan bukti-bukti laporan ke pihak kepolisian.

Apa bila terbukti ada kelalaian yang dilakukan pihak RS, pasien berhak mengajukan ganti rugi.

Sementara di Jakarta Timur, salah seorang penggugat adalah Maruli Silaban, ayah dari Putri Angel Nauli Silaban (3 tahun). Ia mendaftarkan gugatan secara perdata terhadap RS Harapan Bunda ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Maruli menuturkan, Angel lahir pada 3 Agustus 2013 di rumah sakit tersebut. Menyusul terungkapnya kasus vaksin palsu yang disebut beredar di Harapan Bunda, ia meminta kejelasan pada manajemen RS tersebut. Hal itu karena RS Harapan Bunda disebut Kementerian Kesehatan sebagai salah satu lokasi peredaran vaksin palsu.

Kendati demikian, menurut Maruli, ia tak kunjung mendapat kejelasan dari pihak rumah sakit.

Ia kemudian menggugat kepengadilan agar penegak hukum bisa memaksa rumah sakit tersebut membuka data medis sebagai bentuk tanggung jawab kepada orang tua yang anaknya divaksinasi di sana. "Bukan hanya resume medis. Tapi, mestinya pihak rumah sakit membuka data, sejak kapan di RS itu vaksin palsu masuk ke sana," ucap Maruli Silaban saat dihubungi Republika, Jumat (22/7).

Sebelumnya, sebanyak 500 orang tua pasien juga memberikan kuasa hukumnya kepada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk menggugat RS Harapan Bunda.

Maruli mengatakan, ia menggugat seorang diri sebab khawatir mediasi YLBHI akan menyita waktu cukup lama. 

Dia mengatakan, rasa cemasnya sebagai orang tua membuatnya tak bisa menunggu lagi. Ia juga mendorong semua orang tua yang merasa dirugikan de ngan sikap rumah sakit terkait vaksin palsu segera mendaftar kan gugatan ke PN demi kepastian hukum. 

Terkait gugatan itu, pihak RS Harapan Bunda menyatakan masih terus berupaya menghimpun data pasien yang terpapar vaksin palsu.

"Kami belum tahu berapa jumlah pasti pasien yang terpapar vaksin palsu di RS Harapan Bunda. Karena, proses pen dataan yang kami lakukan sifatnya tertutup dan tidak dipublikasikan ke media," tutur Staf Humas RS Harapan Bunda, Tina, kepada Republika, Jumat (22/7).

Ia menuturkan, bagi para pasien yang sudah dipastikan menerima vaksin palsu di RS Harapan bunda, akan dilakukan imunisasi ulang untuk membentuk kekebalan tubuh mereka.

"Imu nisasi ulang nantinya tidak lagi dilakukan di RS Harapan Bunda, tetapi di sejumlah fasilitas kesehatan yang sudah ditunjuk pemerintah," ucap Tina.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelumnya mengatakan, bakal mengambil alih penyelesaian masalah vaksin palsu yang terjadi di RS Harapan Bunda. Pelayanan vaksinasi ulang bagi para pasien yang menjadi korban dalam kasus tersebut selanjutnya akan ditangani oleh pemerintah.    rep: Kabul Astuti, Hasanul Rizqa, Ahmad Islamy Jamil, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement