Jumat 15 Jul 2016 13:00 WIB

AS Ngotot Lintasi Laut Cina Selatan

Red:

WASHINGTON -- Pihak Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa operasi militer negara tersebut tetap akan melintasi Laut Cina Selatan. Angkatan laut dan udara AS juga siap dikerahkan untuk membela kebebasan navigasi di wilayah perairan itu bila jalan diplomasi damai tak berhasil.

Hal tersebut dinyatakan menyusul pernyataan keras yang dilontarkan Cina pascaputusan tribunal internasional yang menilai klaim negara tersebut atas Laut Cina Selatan tak berdasar. "Kami akan tetap menjalankan hak kebebasan navigasi kami di Laut Cina Selatan," kata Wakil Asisten Sekretaris Biro Asia Timur dan Pasifik Kemenlu AS, Colin Willett, dalam sambungan telepon kepada sejumlah wartawan Asia Pasifik, termasuk Republika, Kamis (14/7).

Ia menekankan, AS juga akan tetap berada di Laut Cina Selatan untuk melindungi hak navigasi negara-negara lain di wilayah tersebut. Willet mengatakan bahwa AS mulai intens berlayar di Laut Cina Selatan sejak tujuh tahun lalu. Ancaman Cina tak akan menyurutkan operasi militer AS di kawasan tersebut. Perihal bagaimana kelanjutan operasi itu ke depannya jika Cina kian agresif, ia mengatakan hal tersebut terlalu prematur untuk diprediksi.

Sebelumnya, tribunal internasional di Denhaag, Belanda, memutuskan bahwa klaim Cina atas 90 persen wilayah Laut Cina Selatan ilegal pada Selasa (12/7). Majelis hakim mengeluarkan putusan itu menyusul gugatan yang diajukan Filipina pada 2013 lalu karena klaim Cina meliputi juga Scarborough Shoal, yang terletak dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina.

Sejauh ini, menurut Willett, pihak AS masih bertanya-tanya soal bagaimana putusan itu akan dipaksakan terhadap Cina. Hal itu mengingat tribunal tak memiliki instrumen buat mendesak Cina mematuhi putusan. Bagaimanapun, Willett menegaskan bahwa AS menginginkan semua pihak menahan diri dari tindakan-tindakan provokatif, pemaksaan, ancaman, ataupun penggunaan kekuatan militer.

Pemerintah Cina telah secara tegas menolak putusan tribunal di Denhaag. Pihak Kementerian Pertahanan Cina menyatakan, akan menggunakan segala cara untuk mempertahankan kedaulatan Cina di Laut Cina Selatan. Sedangkan, Kementerian Luar Negeri Cina membuka kemungkinan menerapkan secara sepihak zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) di Laut Cina Selatan.

Sedangkan, Reuters melansir bahwa AS juga tengah melakukan operasi senyap guna membujuk Filipina, Indonesia, Vietnam, dan negara-negara di Asia lainnya untuk tidak bertindak agresif. "Apa yang kami inginkan adalah untuk menenangkan semua pihak agar masalah ini dapat diselesaikan secara rasional, bukan emosional," ujar salah seorang pejabat AS yang enggan namanya dituliskan.

Menurut pejabat tersebut, operasi senyap itu dilakukan delegasi yang beranggotakan para duta besar AS dan misi Kemenlu AS. Selain itu, Menteri Pertahanan AS Ash Carter dan Menlu AS John Kerry juga ditugaskan secara khusus guna menjalankan operasi tersebut.

Pejabat itu menekankan bahwa AS berkepentingan agar negara-negara di ASEAN yang bersengketa dengan Cina di Laut Cina Selatan menahan diri. "Jika tidak, narasi yang akan terbangun adalah AS tengah memimpin koalisi untuk mengadang Cina," kata dia.

Para pejabat AS berharap bahwa diplomasi ini akan lebih sukses, khususnya untuk Indonesia. Sebab, Indonesia telah merencanakan mengirim ratusan nelayan ke Kepulauan Natuna untuk menegaskan kedaulatan negara di wilayah yang juga diklaim dimiliki oleh Cina tersebut.

Pejabat AS itu juga menegaskan bahwa upaya diplomasi tenang yang hendak dilakukan harus berhasil. Namun, jika gagal, Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS siap dikerahkan untuk membela hak kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan.

Dalam sejumlah pertemuan internasional sebelumnya, narasi yang coba dibangun AS adalah bahwa kebebasan navigasi yang dimaksud ialah kebebasan berlayar kapal-kapal dagang sipil. Kendati demikian, pihak Cina yang merasa tak pernah menghambat pergerakan kapal sipil mencurigai bahwa kebebasan navigasi yang dimaksud pihak Paman Sam adalah kebebasan pergerakan kapal militer.

Pada pertemuan menteri pertahanan Asia Pasifik di Singapura awal bulan lalu, wakil Cina coba meminta kejelasan soal hal ini kepada Menhan AS Ash Carter dalam forum terbuka. Namun, Menhan AS enggan menegaskan apa yang dimaksud AS dengan kebebasan navigasi.

Sementara itu, Indonesia menyatakan akan terus mendorong keamanan dan stabilitas di wilayah Laut Cina Selatan, salah satunya melalui ASEAN. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyampaikan bahwa sikap Indonesia sudah dijelaskan dalam dua fokus utama.

"Kita menekankan kembali pada semua pihak untuk menahan diri dan mengurangi ketegangan, mengutamakan perdamaian dan stabilitas wilayah," kata Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir, kemarin. Menurutnya, hal itu adalah mutlak dan Indonesia terus mendorong ASEAN yang berperan dalam menjaga stabilitas kawasan.

Sentralitas ASEAN sangat penting dalam hal ini untuk menjaga agar perkembangan di wilayah tidak terganggu. Menurut diplomat yang akrab disapa Tata ini, ASEAN selama ini terus melakukan upaya untuk menstabilkan wilayah. Meski demikian, belum ada sinyal ASEAN akan mengeluarkan pernyataan terkait hasil putusan tribunal.

Tata mengatakan, Indonesia bukan negara yang terlibat dalam sengketa. Namun, Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional ikut berperan untuk mendorong semua negara menghormati hukum internasional, termasuk Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). rep: Firiyan zamzami, Lida Puspaningtyas Puti Almas ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement