Kamis 30 Jun 2016 14:00 WIB

Satgas Lacak Korban Vaksin Palsu

Red:
Vaksin Campak (ilustrasi)
Foto: topnews.in
Vaksin Campak (ilustrasi)

JAKARTA -- Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Vaksin Palsu untuk melacak para korban vaksin palsu. Pemerintah akan menentukan langkah penanggulangan selanjutnya saat para korban sudah ditemukan.

"Saya mau secepatnya (ditemukan)," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya, di Mabes Polri, Rabu (29/6). Soal sejauh mana pergerakan satgas melacak para korban, Agung mengatakan masih berjalan.

Agung berjanji, apabila semua data korban dari vaksinasi telah ditemukan, pihak-pihak terkait akan segera menentukan tindak lanjutnya. Ia memaparkan, ada beberapa langkah untuk menemukan korban vaksinasi tersebut. Mula-mula, satgas akan memetakan aliran distribusi dan peredaran vaksin palsu. Selanjutnya klinik, rumah sakit, ataupun rumah bersalin di lokasi itu diperiksa.

Jika terindikasi ada peredaran vaksin palsu pada fasilitas kesehatan terkait, bayi dan balita yang pernah divaksin di tempat tersebut kemudian ditelusuri untuk kemudian ditindaklanjuti. "Kita akan identifikasi saat itu bidannya seperti apa sehingga bisa dilihat vaksin palsu itu terdistribusi di mana. Kalau itu ada di tempat klinik dia, kita akan mencari sampai di mana. Kita lihat apakah dia tahu palsu apa tidak," kata Agung.

Kasus vaksin palsu mulanya ditelusuri kepolisian menyusul laporan tewasnya seorang anak selepas diimunisasi. Pada Mei lalu, seorang distributor vaksin palsu di Bekasi kemudian ditangkap. Salah satu lokasi produksi vaksin palsu tersebut digerebek di Tangerang Selatan, Banten.

Sejauh ini, Bareskrim Polri telah menangkap 16 orang terkait produksi dan distribusi vaksin palsu tersebut di Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Praktik produksi vaksin palsu disebut telah dimulai sejak 2003 dengan keuntungan Rp 25 juta per pekan.

Pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengungkapkan indikasi peredaran vaksin palsu pada 28 sarana kesehatan yang melakukan pengadaan vaksin di luar jalur resmi Kemenkes. Sebanyak 28 sarana pelayanan kesehatan yang membeli vaksin di luar jalur resmi itu berada di kota-kota besar, seperti Palu, Sulawesi Tengah; Pekanbaru, Riau; Serang, Banten; Bandung, Jawa Barat; Surabaya, Jawa Timur; Yogyakarta, DIY; Denpasar, Bali; Mataram, NTB; dan area Jabodetabek.

Sarana-sarana kesehatan itu umumnya merupakan rumah sakit swasta, klinik, dan rumah sakit bersalin. Di antara produk vaksin yang dipalsukan adalah vaksin Engerix B, vaksin Pediacel, vaksin Eruvax B, dan vaksin Tripacel. Kemudian, vaksin PPDRT23, vaksin Penta-Bio, vaksin TT, dan vaksin campak. Selain itu, vaksin hepatitis B, vaksin polio bOPV, vaksin BCG, dan vaksin Harvix.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya juga telah merencanakan pemberian vaksin ulang kepada anak-anak korban vaksin palsu. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, menyatakan, satgas akan membawa dokter anak untuk melihat aspek dampak kesehatan bagi anak-anak di lokasi peredaran vaksin palsu. "Kalau nggak menimbulkan kekebalan, akan (kami) vaksin ulang. Kami siap berikan vaksin gratis," ujar Linda.

Sedangkan, Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik BPOM, Togi Junice Hutadjulu, mengatakan, lembaganya bakal kewalahan bila harus melakukan razia atau pemeriksaan secara serentak pada ribuan apotek. Sebab itu, BPOM mendorong masyarakat melaporkan indikasi peredaran vaksin palsu.

Dia menjelaskan, apotek sedianya tidak boleh menjual vaksin. Sebab, jalur distribusi dan penjualan vaksin harus melalui mekanisme cold chain. Dalam arti, vaksin harus selalu ditempatkan dalam alat pendingin khusus (cold storage), bukan kulkas biasa.

"Jadi, kalau ada masyarakat yang curiga atau ini, misalnya, di apotek rakyat jual vaksin yang itu kan sudah melanggar peraturan. Enggak boleh mengedarkan atau menyalurkan vaksin. Itu laporkan saja kepada kami, biar petugas kami laporkan penelusuran," kata Togi Junice Hutadjulu, kemarin. Dengan laporan masyarakat, kata Togi, pemeriksaan BPOM bisa lebih terarah.

BPOM mengklaim, sudah mendeteksi peredaran vaksin palsu setidaknya sejak delapan tahun lalu. Menurut Togi, hingga kini pihaknya terus menelusuri rumah sakit atau klinik yang mengadakan vaksin dari pedagang besar farmasi resmi atau di luar jalur resmi Kemenkes. Jumlah 28 sarana yang sebelumnya ditemukan, lanjut Togi, masih berkemungkinan bertambah.

Ia menambahkan, kemarin sore, BPOM juga telah mendapatkan sampel barang bukti vaksin palsu dari serah terima dengan Bareskrim Polri. Namun, kandungannya belum bisa diumumkan lantaran semua sampel tersebut masih dalam tahap pengujian.     rep: Hasanul Rizqa, Mabruroh, ed: Fitriyan Zamzami 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement