Rabu 29 Jun 2016 15:00 WIB

Dana Ilegal Diampuni

Red:
Menkeu Bambang Brodjonegoro membacakan laporan pertanggungjawaban saat sidang paripurna ke-34 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/6). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menkeu Bambang Brodjonegoro membacakan laporan pertanggungjawaban saat sidang paripurna ke-34 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/6). (Republika/Raisan Al Farisi)

JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Pengampunan Pajak dalam rapat paripurna, Selasa (28/6). Tujuh fraksi menyatakan setuju, dua fraksi, yakni Demokrat dan PDIP, memberikan catatan keberatan, sedangkan FPKS menyatakan menolak.

Melalui pengesahan RUU tersebut, dana yang didapatkan dari hasil kejahatan bisa masuk ke dalam negeri melalui skema pengampunan pajak. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, pengampunan tak akan mencari tahu asal usul dana.

''Sebab, selama ini yang namanya penarikan pajak tidak akan mempertanyakan dari mana sumber dana tersebut,'' kata Bambang menjelaskan seusai rapat paripurna. Ia menambahkan, undang-undang ini juga tidak mengampuni pidana lain.

Artinya, jelas dia, hanya pidana terkait pajak yang selama ini dikemplang wajib pajak yang diampuni. Sedangkan, pidana lain bisa saja dikenakan terhadap wajib pajak yang ikut dalam program pengampunan pajak.

Meski demikian, Bambang menolak kalau data pengampunan pajak digunakan untuk menangani kasus pidana wajib pajak. Dirjen Pajak Ken Dwijugiastedi mengamini sikap Bambang. Selama ini, kata dia, Ditjen Pajak memang tak tahu dari mana dana yang diperoleh wajib pajak.

Ken menjelaskan, meskipun memiliki data mengenai jumlah dan asal usul pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, Ditjen Pajak tidak bisa memberikan dan membuka akses tersebut kepada pihak manapun. 

"Pemeriksaan ini ada, tapi gak boleh lapor kepada siapa pun. Karena, kita juga sebenarnya gak perlu tahu, gak penting bagi kita," kata Ken. Dalam RUU Pengampunan Pajak sebelumnya, ada pengaturan soal asal usul dana ini.

Pasal 10 disebutkan, selain memperoleh fasilitas perpajakan, wajib pajak orang pribadi maupun badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan. Pengampunan tak berlaku pada tindak pidana teroris, narkoba, dan perdagangan manusia.

Namun, dalam RUU yang telah disahkan DPR melalui rapat paripurna kemarin, pengecualian dana ini tidak dimasukkan dalam pasal manapun. Pasal 10 pada RUU yang telah disahkan lebih menjelaskan mengenai surat pernyataan tak ada pembahasan tentang dana ilegal.

Undang-undang yang telah disahkan DPR itu terdiri atas 13 bab dan 25 pasal. Pengampunan pajak berlaku sejak undang-undang efektif berlaku hingga 31 Maret 2017 atau selama sembilan bulan. Tarif yang dikenakan pemerintah untuk pengampunan adalah 2-10 persen.

Secara terpisah, anggota Komisi XI Fraksi Partai Demokrat Evi Zainal Abidin menyatakan, partainya berpandangan bahwa jenis harta yang akan dilaporkan dalam pengampunan pajak harus legal. Harta itu tak berasal dari kegiatan narkoba, perdagangan manusia, dan korupsi.

"Kewajiban kita untuk memastikan undang-undang ini tidak menjadi sarana legalisasi pencucian uang bagi wajib pajak,'' kata Evi. Ini berarti bahwa pengampunan pajak tak boleh menjadi rumah dan jalan baru bagi para pelaku kejahatan untuk harta mereka yang tidak legal atau tidak bersih.

Evi menyatakan, kalau pemerintah mengabaikan soal asal usul harta, akan menghancurkan upaya besar untuk membuat Indonesia makin bebas dari korupsi yang 10 tahun lebih dilakukan secara agresif dan serius.

Pengamat perpajakan, Darussalam, mengatakan, undang-undang mengenai pengampunan pajak memang hanya membicarakan penghapusan pidana pajak. Dengan demikian, undang-undang ini tidak ada kaitannya dengan pidana di luar pajak.

Ia menyebutkan, meskipun dana yang didapat dan dilaporkan dengan skema pengampunan pajak adalah uang hasil kejahatan, Ditjen Pajak tak akan mempersoalkannya. ''Selama ini juga data pajak adalah data yang sifatnya rahasia," ujarnya.

Menurut Darussalam, undang-undang perpajakan telah menyebut, data apa pun yang masuk hanya akan dimiliki Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan. Data ini tidak boleh sembarangan dikeluarkan.

Rumusan UU Pengampunan Pajak, ungkap dia, secara tidak langsung sama dengan undang-undang perpajakan.     rep: Debbie Sutrisno, Qommaria Rostanti, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement