Rabu 29 Jun 2016 15:00 WIB

TNI Bakal Buru Abu Sayyaf

Red:

JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, militer Indonesia dan Filipina telah mencapai kesepakatan penting dalam pertemuan yang digelar Ahad (26/6) lalu. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa militer Indonesia boleh mengejar para pelaku hingga ke wilayah Filipina bila terjadi lagi penyanderaan terhadap pelaut-pelaut Indonesia.

"Kita sudah sepakat, kalau nanti ada penyanderaan lagi, kita boleh masuk," kata Ryamizard di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (28/6). Meski tetap harus dengan izin terlebih dahulu, pihak Filipina telah sepakat jika jalur diplomasi dan negosiasi tak bisa dilakukan, tentara Indonesia bisa segera merangsek masuk.

Ryamizard menekankan bahwa kesepakatan tersebut sudah memiliki dasar hukum dan sesuai dengan semangat stabilitas ASEAN. Tak hanya mengejar pemberontak di wilayah laut Filipina, menurut Menhan, tentara Indonesia juga bisa menyerbu hinga ke daratan. "Dengan adanya penyanderaan ini, sebagaimana keputusan bersama setuju kita masuk ke laut, kemudian nanti akan kita tindak lanjuti ke darat," ujarnya menjelaskan.

Akan tetapi, Menteri Ryamizard menegaskan, personel Indonesia baru diperkenankan masuk ke teritorial Filipina jika terjadi penyanderaan pada waktu mendatang. Sedangkan, dalam kasus terakhir yang menimpa ABK Tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152, belum bisa dilakukan aksi infiltrasi.

Selain itu, apabila nantinya ada operasi militer, Ryamizard mengatakan, perlu ada pertimbangan dan rencana yang matang. "Pasti ada korban. Itu yang kita hindari. Pasti ada. Itu yang jadi perhatian utama kita," ujar Ryamizard.

Pada 23 Juni 2016, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mendapat konfirmasi bahwa telah terjadi penyanderaan terhadap ABK WNI kapal Tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152. Penyanderaan terhadap tujuh ABK Indonesia itu terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap, yaitu pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan sekitar 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.

Atas peristiwa penyanderaan tersebut, Pemerintah Indonesia kemudian memberlakukan moratorium pelayaran menuju Filipina sejak Ahad (26/6) hingga negara tersebut bersedia menjamin keamanan pelayaran. Dilansir the Philippine Star, Kementerian Energi Filipina menilai, moratorium itu bakal mengacaukan cadangan listrik Filipina yang sebagian besar bertumpu pada bahan bakar batu bara dari Indonesia. Menteri Energi Zenaida Monsada menuturkan, Indonesia menyuplai 70 persen batu bara yang digunakan Filipina. "Kami akan mengonfirmasi apakah yang dilarang seluruh ekspor batu bara atau hanya kapal kecil," kata dia kemarin.

Sedangkan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, sejak Jumat (24/6), komunikasi dan koordinasi terus dilakukan secara intensif dan diketahui tujuh ABK dalam keadaan baik. "Berdasarkan informasi saat ini, mereka ada di satu kelompok, kadang mereka dipecah dalam dua kelompok," katanya kepada Republika, kemarin.

Hal tersebut juga diakui enam awak kapal TB Charles yang tiba di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, Sabtu (25/6). Para ABK yang tidak disandera tersebut membantu memberi keterangan kepada TNI AL terkait kejadian penyanderaan.

"Mereka membenarkan terjadinya pengambilan sandera," kata Retno. Sandera kelompok pertama terdiri atas tiga ABK yang diambil lima hingga enam orang bersenjata. Sedangkan, sandera kedua berjumlah empat orang yang dikawal delapan hingga 10 orang bersenjata.

Berdasarkan pengakuan mereka, kapal tersebut menempuh rute Tagoloan, Cagayan, Mindanao menuju Samarinda, Indonesia.

Mengenai kesepakatan terkini, Retno mengatakan bahwa komunikasi akan dijalin dengan pemerintah baru Filipina yang akan mengambil alih pemerintahan mulai 30 Juni nanti.  Menurutnya, pergantian pemerintahan tidak akan mengganggu proses penyelamatan sandera. "Saya akan melakukan pertemuan dengan menlu baru Filipina secepat mungkin setelah tanggal 30 Juni 2016," kata Retno.

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan, pelaku pembajakan kapal tersebut diduga kuat berasal dari kelompok Al Habsyi Misaya. Kelompok itu adalah faksi Abu Sayyaf yang juga membajak kapal Brahma 12 dan menyandera 10 awaknya pada Maret lalu.

Saat ini, TNI masih terus memverifikasi dan memantau terus pergerakan serta lokasi keberadaan para sandera tersebut. Gatot pun menyebut, para pelaku pembajakan tersebut meminta uang tebusan sebesar 200 juta peso atau sekitar Rp 55 miliar hingga 60 miliar. Sebelumnya, pekan lalu, Panglima TNI sempat membantah adanya kasus penyanderaan lagi oleh Abu Sayyaf sebelum akhirnya Menlu membenarkan peristiwa tersebut.

Salah satu penyebab terjadinya insiden pembajakan tersebut, lanjut Gatot, lantaran kapal TB Charles melenceng dari rute aman yang telah ditetapkan sebelumnya. ''Untuk rute berlayar setiap kapal pengangkut batu bara dari Indonesia ke Filipina, sudah diberikan jalur yang aman. Namun demikian, Kapal TB Charles tersebut memotong rute yang aman yang telah ditentukan,'' kata mantan pangkostrad tersebut.   rep: Intan Pratiwi, Melisa Riska, Putri, Reja Irfa Widodo, ed: Fitriyan Zamzami 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement