Selasa 31 May 2016 13:00 WIB

DPR: Perppu Kebiri Saja tak Cukup

Red:

JAKARTA -- Anggota DPR menilai, penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Perlindungan Anak belum cukup untuk menghentikan darurat kekerasan seksual di Indonesia. Pemerintah didesak menjalankan upaya-upaya pencegahan lainnya secara konkret.

''Seperti meningkatkan pengawasan terhadap konten media bermuatan kekerasan dan pornografi," ujar Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong dalam rapat terkait kekerasan seksual di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (30/5). Dalam rapat tersebut, hadir pihak-pihak dari Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Mabes Polri, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Anggota Fraksi PAN ini menegaskan, masalah kekerasan seksual terhadap anak sudah masuk dalam kategori serius dan darurat. Karena itu, diperlukan kerja sama yang baik dari seluruh pemangku kebijakan.

Ali menambahkan, pihaknya juga meminta semua pihak untuk terus meningkatkan sosialisasi yang masif semua peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan anak. Pun, dengan adanya peningkatan peran masyarakat untuk segera melaporkan kepada instansi terkait dan pihak kepolisian jika melihat atau mengetahui adanya tindak kekerasan seksual terhadap anak.

Sementara, secara khusus, Komisi VIII juga memberikan catatan kepada pihak kepolisian, terutama terkait kemampuan penyidik Polri dalam menangani kasus kekerasan seksual kepada anak. ''Meminta kepolisian meningkatkan pelatihan untuk penyidik agar dalam proses penyidikan dapat berperspektif anak,'' kata Ali menegaskan.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, partainya mengapresiasi diterbitkannya Perppu Perlindungan Anak. Kendati demikian, ia juga mendesak pemerintah melakukan tindakan-tindakan pencegahan. "Selanjutnya, pemerintah juga harus sigap terkait tiga hal, yaitu narkoba, miras, dan pornografi. Kita sudah darurat," kata dia ketika membacakan enam rekomendasi Rapat Kerja Nasional PAN II di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, kasus-kasus kekerasan seksual itu mempertegas dampak negatif peredaran minuman keras di masyarakat luas. Untuk itu, PAN mendesak pemerintah dan DPR untuk menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pelarangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).

PAN menginginkan RUU Minol mengacu pada masukan masyarakat agar seluruh jenis minol dilarang diproduksi, didistribusikan, dan dipasarkan di Indonesia. "Kecuali di lokasi-lokasi yang telah mendapatkan izin dan wilayah-wilayah tertentu," ungkap Zulkifli.

Pemerintah sedang mempersiapkan peraturan pemerintah (PP) yang akan mendampingi pelaksanaan hukuman kebiri dalam Perppu Perlindungan Anak. Selain mekanisme, PP itu akan memuat teknis rehabilitasi bagi pelaku dan korban kejahatan seksual anak.

Dilain pihak, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menekankan bahwa pemerintah masih terfokus menuntaskan regulasi pendamping Perppu Perlindungan Anak. Ia mengatakan, saat ini peraturan pemerintah (PP) sedang dibahas di Kementerian Hukum dan HAM. "PP untuk hukuman kebiri sedang digodok di Kemenkumham," kata Khofifah seusai rapat dengan Komisi VIII DPR. Dia mengatakan, dalam PP nantinya akan ditegaskan kembali mekanisme hukum kebiri sebagai rehabilitasi sosial.

Senada dengan Mensos, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohanna Susana Yembise mengatakan, sanksi kebiri bukan sebagai bentuk hukuman fisik semata. Sanksi kebiri, tutur dia, diberlakukan sebagai pemberatan hukuman yang sifatnya rehabilitasi sosial. Pihaknya beserta kementerian terkait akan membahas mengenai mekanisme sanksi kebiri dalam dua hari mendatang.

Selain soal hukuman kebiri, Kementerian PPPA, Kemensos, Kemenkumham, dan Kemenko PMK akan membahas PP yang mendampingi Perppu Perlindungan Anak. Terkait berapa PP yang akan dikeluarkan, pihaknya belum memastikan.

Menteri Yohana juga memastikan tidak ada penolakan atas Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tersebut. Adanya pernyataan kontra dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beberapa saat lalu diklaim dia sudah dapat diakomodasi. "Yang jelas, terkait perlindungan anak, tupoksi pencegahan ada pada kami. Nantinya, Kemensos akan memegang peranan dalam proses rehabilitasi sosial, sementara rekomendasi sanksi menjadi ranah Kemenkumham," ungkap Yohana.

Sedangkan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengungkap bahwa pemerintah akan segera menyusun undang-undang yang mengatur pencegahan kejahatan seksual. Beleid itu akan melengkapi UU Perlindungan Anak yang telah berlaku. "Akan ada nanti undang-undang pencegahan kekerasan seksual. Kita tidak tahu draf seperti apa, tapi naskah akademis sudah ada," kata Yasonna di Istana Kepresidenan Jakarta, kemarin.

Menurut dia, pertemuan awal untuk membahas UU pencegahan kekerasan seksual sudah pernah dilakukan pemerintah dan DPR. Pemerintah, kata Yasonna, akan mendorong UU ini agar menjadi prioritas di Badan Legislasi Nasional.

Yasonna menyebut bahwa payung hukum pencegahan kejahatan seksual sangat dibutuhkan oleh Indonesia mengingat sejumlah kasus yang banyak terungkap belakangan. Menurut Menkumham, gejala ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di sejumlah negara lain. "Terjadi juga di Brasil dan lebih mengerikan. Ini faktor pornografi melalui teknologi sudah menyebar. Jadi, bukan satu variabel," kata Yasonna.

Sebelumnya, Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi mengatakan, dalam menghadapi kekerasan seksual pada anak dan perempuan, tidak cukup hanya dengan hukuman kebiri. Masyarakat dan beberapa pihak juga perlu dilibatkan dalam melindungi, mencegah, dan memberi terapi kepada para korban.

Keputusan pusat juga harus bisa membuat pemerintah daerah, seperti dinas sosial dan kesehatan, memberikan terapi kepada para korban. Karena itu, ia memperingatkan pemerintah jangan sampai terlalu mengejar pelaku, tapi korban ditelantarkan.

Pemerintah juga perlu memberikan jaminan agar tidak terjadi lagi kasus kekerasan seksual. Caranya, kata Seto, dengan melibatkan masyarakat dalam mengawal atau mengontrol kejadian di lapangan. Hal-hal seperti ini perlu dilakukan karena tidak mungkin hanya dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ataupun Komnas PA. Kemampuan kedua lembaga ini jelas sangat terbatas mengingat luasnya Indonesia.

Kak Seto menyarankan agar pemerintah daerah membentuk satgas perlindungan anak hingga ke lingkungan RT/RW. Ia berharap hal itu dapat memunculkan kembali kepedulian sekaligus mengingatkan masyarakat ihwal pentingnya perlindungan anak. Masyarakat juga bisa menjadi pengawal atas kasus kekerasan seksual yang sedang diproses aparat hukum.      rep: Reja Irfa Widodo, Dian Erika Nugraheny, Ratna Puspita, Wilda Fizriyani/antara, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement