Selasa 31 May 2016 13:00 WIB

BPJS Kesehatan Siapkan Layanan Syariah

Red:

JAKARTA -- BPJS Kesehatan siap memberikan layanan syariah bagi para pesertanya. Ini menyusul terbitnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 98 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah.

Pada awal Mei 2016, DSN telah menyosialisasikan fatwa tersebut kepada BPJS Kesehatan. ''BPJS Kesehatan mengisyaratkan kesiapan melaksanakan layanan syariah,'' kata Kepala Departemen Komunikasi dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Irfan Hamadi, Senin (30/5).

Ia optimistis layanan syariah BPJS Kesehatan tidak mengalami kendala berarti jika nantinya dilaksanakan. Sebab, pihaknya saat ini telah bekerja sama dengan beberapa institusi yang memberikan layanan syariah, seperti perbankan syariah.

Sebagai pelaksana, jelas Irfan, BPJS Kesehatan menanti arahan teknis dari beberapa pihak pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski siap, kata dia, spesifikasi layanan syariah belum dapat ditentukan.

"Apakah nanti akan menjadi program layanan tersendiri atau masuk ke dalam layanan BPJS Kesehatan tetapi dengan menjalankan prinsip syariah, kami belum dapat memastikan," kata Irfan. Pembahasan teknis layanan syariah dalam jaminan sosial belum dilakukan lagi. Menurut Irfan, belum ada perkembangan pembahasan lebih lanjut terkait teknis ke depan. Pembahasan terakhir tentang hal tersebut dilakukan saat sosialisasi layanan syariah dengan DSN MUI yang berlangsung beberapa waktu lalu.

Dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa kelima di Tegal, Jawa Tengah, pada Juni 2015, MUI menyatakan bahwa BPJS Kesehatan tak sesuai dengan syariah karena mengandung unsur riba dan gharar. Karena itu, MUI mendesak adanya layanan syariah pada BPJS Kesehatan.

Selanjutnya, DSN MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 98 Tahun 2015 yang menjadi pedoman layanan syariah BPJS Kesehatan. Fatwa ini telah disosialisasikan kepada BJPS Kesehatan pada awal Mei 2016 dan diharapkan masyarakat bisa menikmati layanan syariah.

Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian DSN MUI Prof Jaih Mubarok menuturkan, fatwa ini menyangkut sejumlah hal yang berkaitan dengan pelaksanaan layanan BPJS Kesehatan, di antaranya pola hubungan hukum peserta. Hubungan di antara para peserta bersifat saling menolong, dari peserta individu kepada peserta kolektif, seperti pada asuransi syariah swasta. Mereka saling tolong-menolong jika terjadi risiko sakit. Selanjutnya, dana yang terkumpul diinvestasikan pada instrumen keuangan.

Penempatan bisa dilakukan dalam instrumen apa saja, tapi harus dipastikan sesuai koridor syariah. Fatwa ini juga menyebutkan soal hubungan hukum antara BPJS Kesehatan dan penyedia layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan (faskes) menggunakan akad ijarah.

Kalau ijarah, makan harus ada ujrah (imbal jasa) yang jelas dari BPJS Kesehatan kepada faskes dan ada kejelasan manfaat yang diterima peserta dari faskes. ''Jika peserta terlambat membayar iuran, harus dilihat dulu penyebabnya,'' katanya, kemarin.

Jika karena tidak mampu, lanjut dia, peserta tidak dikenakan denda. Denda dikenakan jika peserta lalai. BPJS Kesehatan pun bisa didenda jika terlambat membayarkan ujrah kepada faskes. Jaih menambahkan, layanan syariah bisa diawali dengan produk. Sekarang, banyak komunitas yang peduli dengan produk halal, termasuk produk keuangan, seperti bank dan asuransi. Jumlah mereka bisa jadi tidak signifikan dibandingkan keseluruhan populasi penduduk Indonesia, tapi mereka ada dan perlu difasilitasi.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Keuangan Nonbank OJK Edy Setiadi menyatakan, fatwa DSN itu sudah disosialisasikan dalam rapat antarinstansi, termasuk OJK. Ia menilai, fatwa telah mengadopsi kebutuhan operasional pelaksanaan program jaminan kesehatan.

Kini, ada tim teknis yang mendiskusikan fatwa menjadi hukum teknis dan memetakan aturan operasional yang sejalan ataupun yang masih butuh penyesuaian. Sepanjang tidak diatur dalam undang-undang, hal itu diatur melalui peraturan pemerintah atau peraturan BPJS Kesehatan.

Hingga 13 Mei 2016, peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 166.568.579 orang. Layanan kesehatan bagi peserta dilakukan melalui sejumlah fasilitas kesehatan, seperti puskesmas yang berjumlah 9.812 unit, klinik TNI 713 unit, dan klinik Polri 569 unit.

Tak hanya itu, peserta juga dilayani klinik pratama yang angkanya mencapai 3.423 unit, sedangkan dokter praktik untuk para peserta BPJS Kesehatan adalah 4.437 orang.    rep: Dian Erika Nugraheny, Fuji Pratiwi, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement