Selasa 31 May 2016 13:00 WIB

Petani Bawang Kritis

Red:
Kapolres Kota Langsa AKBP, Iskandar Za. Sik (kanan) memperlihatkan bawang merah ilegal yang disita di Mapolres Kota Langsa, Langsa, Aceh, Senin (30/5).
Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Kapolres Kota Langsa AKBP, Iskandar Za. Sik (kanan) memperlihatkan bawang merah ilegal yang disita di Mapolres Kota Langsa, Langsa, Aceh, Senin (30/5).

PEKALONGAN -- Petani menyesalkan rencana pemerintah mengimpor bawang merah. Sebanyak 2.500 ton bawang merah akan didatangkan dari luar negeri untuk menstabilkan harga saat Ramadhan dan Lebaran tahun ini.

''Masalahnya, impor dilakukan saat panen raya berlangsung di daerah kami," kata Asmawi Aziz, petani bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, kepada Republika melalui sambungan telepon, Senin (30/5).

Langkah pemerintah bisa membuat kondisi petani bawang merah semakin terpuruk. Tanpa impor pun, jelas dia, pada umumnya petani bawang di wilayah Kabupaten Brebes sudah sangat kritis. Harga jual bawang merah di tingkat petani hanya Rp 20 ribu/kg.

Bahkan, kalau dijual dengan cara tebasan, harganya lebih rendah lagi. Secara umum, pedagang hanya berani membayar Rp 20 juta untuk hasil panen bawang di lahan seluas 1.500 meter persegi. Padahal, lahan seluas itu bisa menghasilkan bawang merah rata-rata sekitar dua ton.

Dengan berlimpahnya bawang merah seperti sekarang, jelas Asmawi,  petani justru berada di ambang jurang kerugian. Impor akan menambah melimpahnya pasokan bawang dan membuat harga lebih anjlok. Harga jual di tingkat petani tak bisa menutupi modal.

Menurut dia, untuk membeli bibit, petani mengeluarkan Rp 4,5 juta sampai Rp 5 juta per kuintal. Agar bisa menanam  di lahan seluas satu hektare, setidaknya butuh lima hingga enam kuintal bibit. ''Artinya, rata- rata modal petani mencapai kisaran Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per hektare.''

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Alam Tani Jaya ini mengatakan, dengan harga jual yang hanya Rp 20 ribu/kg, jelas tak akan menutupi biaya produksi. Kalau petani ingin bisa merasakan untung sedikit, harga di tingkat petani minimal harus Rp 35 ribu.

''Seharusnya, pemerintah melindungi petaninya sendiri, bukan malah membuat mereka terjepit dengan impor bawang,'' kata Asnawi.

Soal harga bawang merah di pasar yang masih tinggi, rata-rata Rp 40 ribu/kg, Asmawi mengaku tidak tahu mengapa demikian. Ia mengatakan, kondisi ini hampir sama dengan harga gabah. Gabah kering giling (GKG) di tingkat petani hanya laku dijual Rp 4.200/kg.

Harga itu jauh lebih rendah dibandingkan harga pokok pembelian (HPP) Bulog sebesar Rp 4.700. Sedangkan, di pasar, beras medium IR 64 harganya mencapai Rp 8.500/kg atau jauh di atas HPP Rp 7.200 setiap kilogramnya.

Berdasarkan kondisi tersebut, Asmawi menilai, petani di Indonesia yang menghasilkan kebutuhan pokok bagi masyarakat memang lebih tidak dihargai. ''Harga di tingkat petani ditekan rendah, sedangkan di pasar dibiarkan tinggi,'' katanya.

Suyanto, petani bawang merah di Dusun Klerek, Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Malang, Jawa Timur,  berharap pemerintah tidak mengimpor bawang merah. Membanjirnya bawang impor dikhawatirkan membuat harga jual bawang lokal anjlok.

Ia menuturkan, petani di daerahnya menjual bawang seharga Rp 15 ribu/kg ke tengkulak. Ia memperkirakan, Ramadhan tahun ini harga bawang mungkin juga merosot karena daerah produsen bawang merah, seperti Brebes, Nganjuk, dan Probolinggo akan panen raya pada Juni. 

''Kalau ditambah impor, harga bisa semakin turun dan laba petani menipis," ujarnya. Di lahan seluas 200 meter persegi, Suyanto membutuhkan bibit bawang sebanyak 30 kilogram. Harga beli bibit berada pada kisaran Rp 36 ribu Rp 38 ribu/kg.

Dengan tambahan biaya pupuk dan pestisida, Suyanto mengeluarkan modal sekitar Rp 3 juta setiap satu musim tanam. Di tengah cuaca yang tidak menentu seperti saat ini, ia juga harus merogoh kocek untuk membeli tambahan fungisida.

Sementara itu, Kepala Bulog Sub Divre Pekalongan, Jawa Tengah, Sumarno Muharif mengatakan, pihaknya mulai membatasi pembelian bawang merah meski petani di Kabupaten Brebes dan Tegal sedang menghadapi musim panen.

''Sejak beberapa hari terakhir, kita sudah membatasi pembelian bawang,'' kata Sumarno menjelaskan. Pembatasan ini dilakukan karena beberapa faktor. Selain karena jumlah pembelian dari petani sudah cukup banyak, juga terbatasnya kapasitas gudang Bulog.

Tak hanya itu, kata dia, Bulog belum cukup memiliki pengalaman terjun dalam tata niaga bawang merah.

Kemarin, Presiden Joko Widodo memanggil Mentan Amran Sulaiman, Menteri BUMN Rini Soewandi, dan Mendag Thomas Lembong. Ini terkait rencana impor bahan pokok, daging sapi, dan bawang merah serta stabilisasi harga saat Ramadhan.

Kemudian, para menteri melakukan rapat koordinasi yang juga diikuti Dirut PT Berdikari Suwhono di Kementerian BUMN. Seusai rapat, Amran menyatakan rakor terkait produksi, rantai pasok, dan harga. Sementara, Lembong enggan berkomentar.

Sekretaris Kabinet menjelaskan, impor ditempuh karena keterbatasan pasokan dan mencegah aksi spekulan. ''Sekarang harga pasar itu ada di tangan-tangan yang ingin memperkuat dan mempermainkan harga," katanya.

Pramono mengatakan, Presiden Joko Widodo betul-betul ingin membalikkan tren yang selama ini terjadi bahwa pada bulan puasa dan Lebaran harga-harga selalu naik.   rep: Bowo Pribadi, Eko Widiyatno, Christyaningsih, Satria Kartika Yudha/antara, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement