Sabtu 28 May 2016 14:50 WIB

Pembenahan MA Butuh Tim Independen

Red: Arifin

JAKARTA --Berbagai kasus suap yang menjerat perangkat peradilan belakangan dinilai menunjukkan bobroknya institusi tersebut. Pemben tukan tim independen guna membenahi tata kelola peradilan dinilai sebagai jalan keluar.

Menurut mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqqoddas, tim independen ini bisa dibentuk berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA). Jika MA tidak berkenan, bisa dibentuk berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan Presiden Joko Widodo selaku kepala negara.

"Bukan selaku presiden. Karena kalau sebagai presiden, nanti disangka mencampuri (MA)," kata Busyro yang juga sempat menjabat sebagai ketua Komisi Yudisial (KY) itu saat dihubungi Republika, Jumat (27/5). Tim independen ini, kata Busyro, supaya adil, dibentuk dari berbagai elemen.

Di antaranya dari unsur MA yang kredibel, KPK, masyarakat sipil, dan unsur-unsur kampus. Selain itu, bisa dimasukkan juga lembaga swadaya masyarakat yang kredibel. "Masukkan juga di sana mantan hakim agung yang bersih dan tidak ada cacat sama sekali, lalu unsur wartawan yang mencermati MA dan dunia peradilan," ungkap Busyro.

Menurutnya, tim independen tersebut dibentuk dan bekerja dengan penuh legalitas dan diberi kewenangan untuk menemukan semua kesalah an-kesalahan, sistem-sistem, dan aturan-aturan yang berpotensi menimbulkan ketidakjujuran di jajaran MA. Kemudian, hasil penelitian yang menurutnya bisa dilakukan dalam waktu maksimal dua bulan tersebut, disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk diumumkan secara terbuka kepada masyarakat.

Busyro melanjutkan, Jokowi sebagai kepala negara memiliki kewenangan dalam pembentukan tim independen tersebut dan harus peka terhadap segala permasalahan yang terjadi di negeri ini. "Harus segera mengambil langkah. Kalau tidak, ini (permasalahan di tubuh MA) menjadipembiaran oleh negara," ucap Busyro.

Sorotan kepada dunia peradilan belakangan menyeruak selepas KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah perangkat peradilan di Bengkulu. Kasus itu bukan yang pertama kalinya sepanjang tahun ini. Sekretaris MA, Nurhadi, bahkan tengah dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK terkait kasus suap terhadap Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat, Eddy Nasution.

Busyro tidak menyangkal bahwa hingga saat ini masih ada oknum-oknum di jajaran MA yang bertindak sebagai mafia peradilan. "Saya enggakmengatakan banyak, tapi adalah beberapa," kata Busyro.

Meski begitu, ia menilai desakan mundur untuk Ketua MA Hatta Ali bukan solusi yang paling arif. "Kalau mengundurkan diri, itu lain masalah. Kalau pimpinan MA melihat situasi sekarang ini, misalnya, merasa tidak mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya, itu kalau mau mundur itu sisi lain, itu sebuah peneladanan moral yang bagus," kata Busyro.

Busyro memaparkan, ketika masih bertugas di KY, ia sering mendapat laporan dari masyarakat terkait putusan hakim.

Setelah ditelaah dengan jaksa- jaksa senior dan mantan-mantan ketua pengadilan tinggi senior, banyak ditemukan fakta yang mengarah kuat ke praktik mafia peradilan.

Modus mafia peradilan tersebut berupa tafsir-tafsir yang dimanipulasikan oleh hakim- hakim, bahkan beberapa di antaranya adalah hakim agung.

Manipulasi yang dimaksud Busyro adalah fakta yang dijadikan sengketa atau fakta kasus- kasus pidana banyak yang dimanipulasi, lalu diikuti dengan manipulasi terhadap aturan- aturan perundang-undangan yang berlaku, tapi tafsirnya diselewengkan. "Atau biasa disebut dengan corrupted mindatau korupsi pengertian-pengertian," kata dia.

Busyro melanjutkan, hasil penelaahan tersebut juga berhasil menemukan unsur mafia peradilan yang sudah kuat di tubuh MA. Selain ada hakim agung dan hakim-hakim di bawahnya yang memainkan perkara putusan, ada unsur-unsur kelompok kekuatan bisnis. "Bisnis gelap dalam hal ini," ucap Busyro.

Selain itu, ada juga unsur pengacara. Modus para pengacara tersebut mencari hubungan kasus dengan orang-orang penting di MA. "Unsur-unsur mafia peradilan kala itu termasuk di sekretariat MA," ungkap Busyro.

Terkait saran pembentukan tim independen, Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan, hal tersebut adalah kewenangan para pimpinan MA.

"Baru kali ini dengar kalau ada ini siatif dan keinginan (membentuk tim independen). Kalau ada hal-hal yang baru seperti itu, kewenangan pimpinan untuk menelaahnya," kata Suhadi.

Suhadi melanjutkan, permasalahan suap tidak hanya terjadi di jajaran hakim, tetapi juga di jajaran legislatif. Sebab itu, ia mempertanyakan mengapa hanya MA yang disarankan. "Disana (DPR) juga banyak kan(yang terlibat suap)? Kenapa di sini (MA) minta dibuat? Kan(suap) bukan hanya di Mahkamah Agung," ucap Suhadi.

Mengenai desakan mundur bagi pimpinan MA yang sempat dilayangkan sejumlah LSM, Suhadi juga enggan menanggapinya. Menurutnya, pimpinan sendiri yang harus menanggapi secara langsung desakan mundur tersebut.  rep: Dadang Kurnia, Dessy Suciati Saputri, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement