Kamis 26 May 2016 13:00 WIB

Hukuman Kebiri Diteken

Red:
Presiden Joko Widodo menggelar konferensi pers terkait penerbitan Perpres Perlindungan Anak di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Presiden Joko Widodo menggelar konferensi pers terkait penerbitan Perpres Perlindungan Anak di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5). (Republika/ Wihdan)

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak, Rabu (25/5). Perppu tersebut mengatur pemberatan hukuman dan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak.

Dalam konferensi pers di Istana Negara, Presiden menjelaskan bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tersebut menambah ancaman pidana menjadi paling lama 20 tahun, atau pidana seumur hidup, atau hukuman mati. Adapun hukuman tambahan lainnya berupa pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik.

Jokowi menyebut, kehadiran pasal-pasal dalam perppu tersebut akan memberi ruang bagi hakim untuk memberikan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan seksual pada anak. "Kita berharap dengan hadirnya perppu ini, bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku serta dapat menekan angka kejahatan seksual pada anak," kata Presiden.

Perppu tersebut juga merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang sebelumnya dianggap tak cukup memberikan efek jera karena ancaman maksimal pidananya hanya 15 tahun.

Penerbitan perppu itu dipicu maraknya laporan kasus pemerkosaan terhadap korban di bawah umur, akhir-akhir ini. Salah satu yang mengemuka adalah pemerkosaan dan pembunuhan terhadap YY (14 tahun), seorang siswi SMP di Rejang Lebong, Bengkulu, oleh 14 pelaku pada April lalu.

Menyusul kejadian itu, Presiden Jokowi menyatakan bahwa kejahatan seksual pada anak adalah kejahatan luar biasa. Karena itu, penanganannya juga harus menggunakan cara-cara yang luar biasa.

Terkait perppu kemarin, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan, hukuman kebiri kimiawi hanya bisa dijatuhkan pada pelaku yang melakukan kejahatannya secara berulang, pelaku yang melakukan kejahatan secara beramai-ramai, atau pelaku pengidap pedofilia. "Jadi, kebiri ini bukan pada sembarang (pelaku)," ujarnya dalam konferensi pers di Istana Negara.

Lebih lanjut, Yasonna mengatakan bahwa tindakan kebiri kepada pelaku adalah kebiri dengan menyuntikkan zat kimia, bukan dalam bentuk katastrasi yang memotong testis pelaku. Pemberatan hukuman juga tak dikenakan pada pelaku yang masih di bawah umur.

Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Sujatmiko mengatakan, setidaknya ada dua peraturan pemerintah (PP) yang akan disiapkan untuk mendampingi Perppu Perlindungan Anak. Kedua peraturan tersebut akan dikoordinasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Sosial (Kemensos).

PP yang nantinya mengatur teknis hukuman kebiri, akan segera disusun oleh Kemenkes. Selain itu, ada juga PP tentang rehabilitasi sosial bagi korban dan pelaku kekerasan seksual yang disusun oleh Kemensos. "Kami harap PP dapat hadir secepatnya," ungkap Sujatmiko kepada Republika, kemarin. Kemenko PMK, lanjut dia, juga segera melakukan sosialisasi Perppu Perlindungan Anak kepada masyarakat dan instansi.

Sementara itu, Komnas HAM menyatakan tetap tidak setuju dengan penerapan hukuman kebiri tersebut. Komnas HAM sangat menyayangkan sikap Jokowi sebagai penandatanganan perppu tersebut. "Komnas HAM gagal paham dengan Jokowi," kata Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, kemarin.

Maneger menilai, hukuman kebiri berpotensi merendahkan martabat manusia. Hukuman kebiri juga dinilai tidak etis dilakukan di Indonesia. Dia mengatakan, hukuman yang layak bagi para pelaku kejahatan seksual, yakni dengan hukuman yang lebih berat.

Dalam perspektif HAM, kata dia, hendaknya hukuman kepada pelaku bukan berupa balas dendam, melainkan memberi ganjaran yang setimpal dan pembinaan agar pelaku kembali menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia.

"Pelaku kejahatan seksual harus dihukum berat dan dibina," ujar Maneger. Ia menambahkan, hukuman yang bersifat merendahkan martabat manusia tidak akan memberi jaminan penyelesaian masalah. Namun, lanjut dia, hal itu lebih pada pemuasan dendam semata.

Di lain pihak, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh mendukung penerapan hukuman kebiri. Menurutnya, langkah Jokowi menunjukkan bahwa negara hadir dalam perlindungan terhadap anak. "Penerbitan perppu ini menunjukkan komitmen serius Presiden dalam pencegahan dan penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak," kata Asrorun.

Ia berharap perppu tersebut dapat memberikan efek jera sehingga mencegah tindak kejahatan seksual terhadap anak.   rep: Halimatus Sa'diyah, Dian Erika Nugraheny, Wisnu Aji Prasetiyo, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement