Kamis 26 May 2016 13:00 WIB

Media Alat Pembebasan Palestina

Red:

 

Republika/Rakhmawaty La'lang 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA -- Media berperan penting dalam perjuangan membebaskan Palestina dari penjajahan. Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir menyatakan, media bisa digunakan untuk mengarusutamakan berita-berita mengenai Palestina.

''Palestina sebagai isu dunia, harus terus digaungkan,'' kata Fachir saat membuka Konferensi Internasional Media Islam (ICIM) dengan tema "Media Islam Bersatu untuk Melindungi Islam dan Kepentingannya Khususnya Pembebasan Palestina dan Al Quds" di Jakarta, Rabu (25/5).

Menurut dia, telah banyak forum internasional yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Kehadiran ICIM memperkuat gerakan global tersebut, terutama dari pemberitaan mengenai isu Palestina yang berimbang.

Apalagi, menurut Fachir, selama ini ada kecenderungan media secara umum bersikap berat sebelah dalam memberitakan Palestina dan menyembunyikan kebenaran di wilayah yang sampai kini masih diduduki Israel itu.

''Apa yang sudah dilakukan sejauh ini di forum antarnegara untuk Palestina, belum sepenuhnya diberitakan dengan baik,'' kata Fachir. Karena itu, media, khususnya yang berbasis Islam, sangat strategis menyuarakan berbagai pesan dukungan bagi perjuangan Palestina.

Fachir menuturkan, media harus memosisikan dirinya sebagai penyampai argumen yang bijak, keadilan, dan persatuan. Ia menekankan agar kemanusian seharusnya menjadi isu utama dalam menyelesaikan persoalan Palestina.

"Israel tidak akan hidup dengan damai tanpa memberikan keadilan sosial terhadap Palestina," kata Fachri. Ia menegaskan, media mempunyai kekuatan luar biasa. Barack Obama menjadi presiden dan Husni Mubarak jatuh dari jabatan presiden karena media.

Di sinilah, seharusnya media Islam menguatkan peran memberitakan fakta soal Palestina. Ia menilai, kalau berbicara mengenai media, maka isu utamanya adalah perannya dalam menyebarkan nilai-nilai Islam. Di antaranya menyebarkan kebenaran kepada seluruh warga dunia.

Wakil Pimpinan Redaksi Kantor Berita Palestina, WAFA, Jamil Dababat mengatakan, Israel terus menekan Palestina di setiap tempat. Terutama di kawasan Al-Quds, di mana masyarakat Palestina berinteraksi dengan pemukim Israel di Tepi Barat.

Dababat juga menyebut, banyak hal tidak menguntungkan warga Palestina di kawasan Al-Quds, sayangnya tidak terekspose media. Ia menyebut juga soal kartu tanda penduduk khusus penduduk Israel yang memudahkan mereka dalam perizinan dan pajak.

''Ini diskriminasi yang tidak banyak diekspose media," ujar Dababat. Ia mengaku senang dapat berbicara dalam forum ini sehingga dapat mengungkapkan penjajahan Israel terhadap Palestina. Ia menyeru, ICIM menyatukan visi-misi terkait isu Palestina. Dababat berharap pemberitaannya disajikan dengan data yang akurat, faktual dan aktual. "Dengan demikian, tidak hanya Muslim yang membaca tetapi orang Barat pun bisa menilai apa yang terjadi di Palestina,'' katanya.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, KH Hasyim Muzadi, menyerukan agar umat Islam segera melakukan konsolidasi atas konflik yang terjadi di Timur Tengah. Dakwah harus dimanfaatkan dalam konsolidasi tersebut.

Disamping itu, Hasyim juga menekankan agar umat Islam memiliki cara advokasi yang kuat dan sarat nilai kebenaran dengan landasan ilmiah yang tinggi. Ia menyadari, saat ini tantangan berat yang dihadapi umat bukan perang, tetapi media.

"Media ini yang mengatur persepsi dunia," jelas Hasyim. Ia mengatakan, Islam akan dinilai buruk apabila media selalu mempersepsikannya buruk. Apalagi, persepsi tersebut diberitakan secara terus-menerus.

Bersatu

Ketua Steering Commite ICIM Yakhsyallah Mansur mengatakan, forum ini mengajak media Islam bersatu untuk isu kemerdekaan Palestina. Sehingga memberi contoh bagi media non-Islam. ''Islam dulu dong harus bersatu," ujarnya.

Ia meminta media Islam menyampaikan informasi berimbang dan sesuai fakta. ''Kalau yang salah Islam, katakan Islam salah. Itu tugas pers,'' katanya. Ia tak ingin media Islam membuat sesuatu yang tak sesuai fakta serta membenci agama lain. Selain itu, Mansur yakin media Islam mampu bersaing dengan media non-Islam. Teknologi dan sumber daya tak kalah mumpuni. Titik lemah media saat ini adalah manajeman yang kurang baik dan belum mampu bersatu.

Mansur berpendapat, umat Islam memiliki tanggung jawab besar untuk menyampaikan rahmat bagi seluruh manusia. Namun, saat ini ia tidak melihat umat menjadi rahmat. Terbukti dengan masih banyaknya perang sesama umat.

Indonesia bisa menjadi contoh bagi dunia Islam, khususnya, agar sesama umat tak berselisih. Ini didasarkan pada kenyataan, masyarakat Islam di Indonesia mampu hidup harmoni di tengah keberagaman agama, bahasa, dan budaya. "Kita rukun, tak pernah perang agama.''

Ulama Nigeria, Ahmed Abdul Malik mengatakan, media mesti mengambil peran dalam membantu menyelesaikan krisis global. ''Kalau media tak bisa menyelesaikan, minimal bisa memperkecil," ujarnya dalam acara ICIM di Wisma Antara, Jakarta.

Perang yang tak kunjung selesai di beberapa negara Timur Tengah, Malik menilai, karena adanya pihak yang memanfaatkan situasi tersebut. Dengan kondisi demikian, menurut dia, krisis di kawasan itu belum juga berakhir hingga kini.

Akibat perang yang tidak berkesudahan tersebut, lanjutnya, dunia secara keseluruhan menerima dampaknya. Seperti persoalan pengungsi yang sulit mendapatkan tempat di beberapa negara. "Seharusnya mereka dapat diterima di manapun," kata Malik.

Dalam hal ini, menurut Malik, medialah yang mampu membantu agar para pengungsi diterima di manapun. Media dituntut mampu menumbuhkan kepedulian supaya negara-negara tujuan pengungsi bersedia menerimanya.

Malik menambahkan, media harus menjelaskan kejadian yang menimpa mereka sesuai fakta. Sebagai pihak yang mengerti tentang suatu kejadian, maka, media harus memberikan pemahaman kepada banyak orang apa yang sesungguhnya terjadi. Ia juga menyoroti isu terorisme yang terus berkembang dan kerap dikaitkan dengan Islam. ''Media harus bersatu dalam menyikapi isu terorisme. Bukan hanya dengan sesama media Islam, tetapi semua pihak,'' katanya.  rep: Rahmat Fajar/antara, ed: Ferry Kisihandi 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement