Rabu 25 May 2016 13:00 WIB

Fransiskus Sambut Hangat Syekh Al-Azhar

Red:

VATIKAN — Paus Fransiskus melakukan pertemuan dengan Grand Syekh Al-Azhar, Mesir, Ahmad al-Tayeb, di Vatikan, Senin (23/5). Dalam persamuhan bersejarah itu, ia memeluk sang Syekh dan tersenyum hangat. Ada harapan, Islam dan Katolik kian saling memahami.

Paus dan Syekh Ahmad al-Tayeb mencoba mencairkan hubungan dan kembali menjalin dialog antarkeyakinan setelah selama lima tahun mengalami kevakuman. ''Pesan pentingnya adalah pertemuan ini,'' ucap Paus singkat di awal pertemuan.

Pada 2011, Al-Azhar memutuskan kontak dengan Vatikan yang sudah terjalin lama sebagai respons atas beberapa kali ucapan Paus Benediktus XVI yang dianggap menghina Islam. Pada September 2006, ia mengaitkan Islam dengan kekerasan.

Al-Azhar juga tersinggung dengan pernyataan Benediktus XVI yang menganggap umat Kristen menjadi sasaran kekerasan setelah terjadinya serangan bom di sebuah gereja di Alexandria, Mesir, dan menewaskan 23 orang pada 2011.

Namun, sejak terpilih menjadi pimpinan tertinggi umat Katolik pada 2013, Paus Fransiskus yang menggantikan Benediktus menekankan pentingnya meningkatkan hubungan antarkeyakinan. Ia meneruskan jejak John Paul II yang bertemu pemimpin Al-Azhar pada 2000.

Dalam pernyataan resminya, Vatikan mengungkapkan, kedua pemimpin tersebut  membicarakan persoalan kekerasan dan terorisme serta kondisi pemeluk Kristen yang berada di Timur Tengah dan cara terbaik melindungi mereka.

Tahun lalu, Paus menyerukan diakhirinya apa yang disebut sebagai genosida terhadap umat Kristen di Timur Tengah. Namun, ia juga menegaskan, sangat salah kalau mengidentikkan Islam dengan kekerasan.

Saat menjamu Tayeb, Paus memberikan salinan Laudato Si, sebuah surat kepada pemeluk agama, yang berisi desakan juga kepada dunia agar segera bangkit menghadapi ancaman akibat perubahan iklim serta ketimpangan ekonomi.

Vatikan menyatakan, pertemuan pada Senin itu merupakan hal yang signifikan. Juru bicara Vatikan Federico Lombardi menyatakan, Paus dan Imam sama-sama menekankan kerja sama agama dan pemerintah dunia untuk menghadapi tantangan bersama.

Termasuk di dalamnya, bekerja sama untuk mewujudkan perdamaian dunia, menentang segala bentuk kekerasan dan terorisme, serta melindungi pemeluk Kristen yang kini terjebak situasi konflik dan terorisme di Timur Tengah.

Tayeb pun menyampaikan pandangannya kepada Paus. ''Kita perlu bersikap bersama, bergandeng tangan untuk membawa kebahagiaan bagi kemanusiaan. Agama ada untuk membuat pemeluknya bahagia, bukan membuat mereka sengsara.''

Wakil Grand Syekh Al-Azhar, Abbas Shuman, kepada televisi Mesir, CBC, mengungkapkan, kedua pemimpin itu sepakat terus menjalin dialog dan mendorong adanya konferensi bersama yang membahas mengenai kemiskinan, ekstremisme, dan terorisme.

Tayeb, jelas Shuman, juga mendorong agar negara memperlakukan warga Muslimnya sebagai kelompok masyarakat yang dianggap mengancam. ''Muslim di Baeat juga mestinya berintegrasi dengan masyarakatnya.''

Vatikan belum mengonfirmasi mengenai rencana penyelenggaraan konferensi. Seorang juru bicara Vatikan hanya menyatakan, pembicaraan antara keduanya di St Peter's selama 30 menit itu berlangsung hangat. Kunjungan berlangsung satu jam.

Keputusan Tayeb untuk terbang ke Roma diumumkan pekan lalu. Ia menyambut undangan dari Vatikan. Pertimbangannya karena ia menganggap Paus Fransiskus memperlihatkan sikap rekonsiliasi  terhadap dunia Islam sejak ia terpilih pada awal 2013 silam.

''Jika tak terwujud kondisi yang bagus seperti itu, pertemuan tentu tak akan terjadi,'' kata Shuman menjelaskan. Ia menambahkan, Tayeb ingin mempromosikan Islam sebenarnya dan mengoreksi kesalahpahaman terhadap Islam akibat aksi kekerasan kelompok teroris.

Setelah terjadi ketegangan selama bertahun-tahun dengan dunia Islam yang dipicu sikap Paus Benediktus XVI, setelah terpilih menjadi paus baru, Fransiskus begerak cepat. Ia menyampaikan pesan Ramadhan kepada Muslim dunia.

Paus asal Argentina ini juga melakukan serangkaian inisiatif dialog antarkeyakinan. Saat ia berkunjung ke Yordania dan Israel pada 2014, ia didampingi dua pemimpin Yahudi dan Islam, yakni Rabi Abraham Skorka dan Profesor Omar Abboud.

Namun, menurut laman berita Guardian, langkah paling menyentuh yang ditempuh Paus adalah saat April 2016, ia mengunjungi pengungsi di Pulau Lesbos, Yunani. Kala itu, ia memboyong tiga keluarga Muslim asal Suriah ke Vatikan.

Cendekiawan Muslim Din Syamsuddin mengatakan, pertemuan antara Paus dan Tayeb sangat penting. Sudah sejak lama Vatikan dan Al-Azhar memiliki nota kesepahaman dan organisasi Islam lainnya untuk bekerja sama menghadapi tantangan dan kerusakan global.

"Umat beragama perlu bersatu menghadapi tantangan dunia dan kerusakan global. Perlu bagi seluruh agama bersatu untuk menghadapi dampak dari sekularisasi dan liberalisasi yang sebagian dilakukan oleh kelompok anti-Tuhan," kata dia menjelaskan kepada Republika, Selasa (24/5).

Bersatunya agama ini penting dilakukan, terutama kelompok agama yang berpangkal pada Nabi Ibrahim atau agama samawi, Islam, Nasrani, dan Yahudi. Saat ini, tokoh-tokoh Islam dan tokoh Katolik Vatikan telah menjalin kerja sama membentuk forum dialog Katolik-Muslim.

Forum ini telah menyelenggarakan tiga kali dialog, Din juga menjadi salah satu anggota forum tersebut. "Tahun 2010 di Vatikan, 2012 di Laut Mati, dan 2014 di Vatikan, membahas isu agama dan isu terkini mengenai masalah yang dihadapi umat manusia," ujar dia.

Tak hanya itu, selain bekerja sama dengan Al-Azhar, Vatikan juga bekerja sama dengan Dewan Dakwah di Libya. Seluruh kerja sama ini dilakukan bertujuan untuk kehidupan dan kebaikan peradaban umat manusia.

Menurut cendekiawan Katolik Romo Franz Magnis Suseno mengatakan, pertemuan  di Vatikan mengakhiri terputusnya hubungan Al-Azhar dan Vatikan lima tahun lalu.

"Kita dapat melihat mereka kembali akrab, berangkulan dan memberikan arti mereka akan bekerja sama kembali dalam situasi saat ini di mana kekerasan dan perang yang belum berakhir," katanya menjelaskan kepada Republika.

Romo Franz menyarankan agar pemimpin dunia ini dapat berdialog membahas perlindungan umat Katolik di Timur tengah dari bahaya perang. Karena, saat ini perdamaian di Timur Tengah belum dapat tercipta.

Menurut rohaniwan Katolik ini, pertemuan keduanya merupakan petunjuk agar dialog tidak hanya dilakukan di antara pemimpin gereja Katolik dan imam besar Al-Azhar.   rep: Gita Amanda, Retno Ajeng Tejomukti, c25/reuters, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement