Senin 23 May 2016 13:00 WIB

Menstimulasi Ekonomi dalam Pelemahan Ekonomi Global

Red:

Mendorong perkembangan ekonomi pada saat ekonomi dunia melemah tidaklah mudah. Pertumbuhan ekonomi kuartal I sebesar 4,92 persen lebih rendah dari perkiraan, dengan konsumsi masyarakat yang sedikt melemah dan investasi pemerintah serta swasta belum setinggi yang diharapkan.

Nilai rupiah kembali melemah setelah mengalami penguatan yang cukup berarti sebelumnya. Sedangkan, inflasi cukup rendah sebesar 3,6 persen sekalipun ada kekhawatiran akan terjadinya kenaikan harga kebutuhan pokok pada bulan Ramadhan.

Stimulasi moneter dengan penurunan BI Rate menjadi 6,75 persen dan penurunan Giro Wajib Minimum beberapa waktu yang lalu belum mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Bahkan, pertumbuhan kredit melemah ke tingkatan 7,9 persen. Begitu pula, 12 paket kebijakan ekonomi belum dapat memberikan dorongan kuat pada pertumbuhan investasi.

Perkembangan ekonomi global masih mengkhawatirkan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah di bawah tiga persen dan pertumbuhan ekonomi Cina yang kemungkinan lebih rendah dari 6,7 persen. Sementara itu, harga komoditas sekalipun sedikit membaik belum memperlihatkan perbaikan yang signifikan.

Perkiraan bahwa bank sentral AS, the Fed, akan menaikkan suku bunga pada Juni kembali menguat, yang berakibat pada penjualan saham di pasar modal yang melemahkan nilai rupiah.

Pemerintah masih mengharapkan pertumbuhan tahun ini dapat mencapai target 5,3 persen, sementara Bank Indonesia menurunkan perkiraannya menjadi 5-5,4 persen, lembaga multilateral dan para analis memperkirakan sekitar lima persen.

Demikian pula, BI memperkirakan pertumbuhan kredit sekitar 11 persen, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekitar 12-13 persen. Angka tersebut bersesuaian dengan pertumbuhan lima persen. Kredit macet (NPL) mengalami peningkatan sekalipun masih di bawah tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini menyebabkan perbankan belum terlalu antusias untuk meningkatkan pertumbuhan kreditnya.

Sedangkan, para pelaku usaha pada umumnya masih menunggu sinyal prospek ekonomi yang lebih baik. Pertumbuhan sektor keuangan dan konstruksi pada umumnya tinggi, ritel tumbuh baik pada masyarakat berpendapatan tinggi dan melemah pada masyarakat berpendapatan rendah. Sedangkan, industri manufaktur masih tumbuh rendah di bawah lima persen.

Dari sisi kebijakan, sebaiknya adalah fokus pada kebijakan stimulasi yang seefektif mungkin mendorong kegiatan ekonomi pada saat ekonomi dunia masih melemah. Belanja pemerintah dan investasi menjadi tumpuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Karena itu, efektivitas belanja pemerintah dan memfasilitasi investasi menjadi prioritas. Belanja infrastruktur dan investasi manufaktur semestinya yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mentransformasikan ekonomi menjadi lebih kuat.

Upaya mengatasi hambatan dalam melakukan kegiatan usaha (easing of doing business) sudah semestinya untuk dilakukan, tetapi tujuannya bukan untuk meningkatkan peringkat, melainkan benar-benar memperbaiki lingkungan bagi perkembangan kegiatan usaha. Peningkatan peringkat adalah sebagai konsekuensi saja.

Begitu pula bukanlah tujuan untuk membuat suku bunga single digit, melainkan memperbesar akses dunia usaha terhadap pembiayaan dan memperbaiki kualitas permintaan kredit dengan prospek usaha yang lebih baik, fokus bisnis yang lebih jelas, dan restrukturisasi jika diperlukan.

Juga bukan banyaknya paket kebijakan ekonomi, melainkan efektivitas kebijakan yang dilaksanakan, terutama dalam memfasilitasi perkembangan investasi. Terlalu banyak paket kebijakan, justru melemahkan fokus dan kredibilitas kebijakan. Banyak dari paket kebijakan yang belum dilaksanakan, seperti perubahan Daftar Negatif Investasi.

Bukan pula seberapa liberalnya kebijakan ekonomi, tetapi konsistensi dan efektivitas kebijakan yang lebih penting, sekalipun tidak terlalu liberal. Pernyataan yang berlebihan terhadap kebijakan yang liberal justru menimbulkan resistensi di dalam negeri dan belum tentu menyakinkan investor asing.

Perekonomian Indonesia masih mempunyai peluang untuk tumbuh di atas lima persen dan menciptakan lapangan kerja lebih besar sekalipun dalam keadaan pelemahan ekonomi dunia. Untuk itu, kebijakan semestinya dilaksanakan lebih efektif dan ekspektasi pelaku usaha menjadi positif dengan sinergi yang lebih baik antara pemerintah dan swasta juga antara sektor keuangan dan sekror riil.  Oleh Umar Juoro

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement