Senin 16 May 2016 14:00 WIB

Naskah Perppu Kebiri Rampung

Red:

JAKARTA--Sejumlah kementerian telah menyepakati draf awal peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual. Saat ini, draf tersebut sedang dalam proses penyerahan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Sejak Jumat (13/5) hingga Sabtu (14/5), pejabat dari beberapa kementerian terkait telah menyelesaikan pembahasan mengenai draf perppu sanksi kebiri," ujar Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Sujatmiko kepada Republika, Ahad (15/5).

Dia menjelaskan, draf itu sejauh ini perlu ditandatangani oleh sejumlah menteri terkait. Dia mengharapkan, pembubuhan tanda tangan oleh para menteri selesai pada Senin (16/5). Setelah pembubuhan tanda tangan selesai, pihaknya kemudian akan menginformasikan kepada Sekretariat Negara.

Ia menjanjikan proses penyerahan rampung saat Presiden tiba dari kunjungan luar negeri. Draf perppu sebelumnya dibahas oleh Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, serta Kemenko PMK.

Sujatmiko mengatakan, setidaknya ada tiga poin dalam draf tersebut. Ketiga poin tersebut terkait perincian pelanggaran pidana, sanksi pemberatan, dan rehabilitasi sosial. "Hukuman pemberatan berupa penambahan masa kurungan, denda, dan sanksi kebiri secara suntik kimia," kata dia memaparkan.

Kemudian, perppu membahas secara perinci klasifikasi jenis pelanggaran kejahatan seksual hingga tindakan yang terberat. Selanjutnya, pelaksanaan perppu juga disertai pertimbangan hak asasi manusia (HAM) para pelaku. Pertimbangan yang dimaksud terkait rehabilitasi sosial dan kesehatan.

Terkait hal-hal teknis mengenai prosedur pelaksanaan suntik kebiri atau pemasangan chip kepada pelaku kejahatan seksual, kata Sujatmiko, akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP) selanjutnya. "Kita menyiapkan perangkat hukumnya, nanti hakim yang putuskan hukuman pemberatan apa yang digunakan sesuai tindak kriminal yang dilakukan," tegas dia.

Perppu, tambah Sudjatmiko, berlaku bagi pelaku kekerasan seksual yang berusia dewasa. Pelaku kekerasan seksual yang masih di bawah umur tetap ditindak sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak.

Langkah penerbitan perppu diambil pemerintah menyusul sorotan atas kian maraknya kejahatan seksual di Indonesia. Sorotan itu terjadi selepas YY (14 tahun), seorang siswi SMP dari Rejang Lebong, Bengkulu, diperkosa hingga tewas oleh 14 pelaku yang sedang mabuk.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, perppu sanksi kebiri berpeluang menekan jumlah kasus kejahatan seksual. "Berkaca dari penerapan sanksi kebiri di negara-negara lain, hukuman ini mampu mengurangi angka kejahatan seksual," kata Arist, kemarin.

Arist lantas mencontohkan penerapan sanksi kebiri di Denmark dan beberapa negara Skandinavia dan Korea Selatan. Di negara-negara itu, menurutnya, penerapan hukuman kebiri secara suntik kimia selama lima hingga 10 tahun mampu menurunkan sebanyak 35 persen kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

Komnas PA juga mengingatkan agar pemerintah segera membuat serangkaian aturan teknis pelaksanaan sanksi kebiri itu. Sanksi yang dimaksud berupa peraturan pemerintah (PP). Serangkaian peraturan dari pemerintah, kata dia, sangat penting mengingat banyaknya pro dan kontra atas sanksi kebiri.

Kritik perppu

Bagaimanapun, sejumlah pihak tak sepenuhnya sepakat dengan pemberatan hukuman melalui jalan pengebirian. Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, pihaknya tetap menolak pemberlakuan perppu tersebut.

Ia meminta pemerintah benar-benar lebih dulu mengkaji akar penyebab maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. "Sanksi kebiri bukan solusi efektif karena tidak memberantas akar permasalahan penyebab kasus-kasus pemerkosaan. Selain itu, sanksi pemberatan ini juga tidak sejalan dengan perlindungan HAM sebab ada fungsi organ tubuh yang ditiadakan," ungkap Maneger kepada Republika, kemarin.

Menurut dia, penyebab kejahatan seksual tidak semata berada pada kemampuan alat vital manusia. Dalam beberapa penelitian psikologi, lanjutnya, terungkap penyebab seseorang menjadi pelaku pemerkosaan adalah kerusakan pada bagian otak tertentu akibat menyaksikan konten pornografi.

"Pemerintah juga perlu menegaskan aturan soal pornografi dan minuman keras," ujar Maneger. Ia juga mengingatkan pemerintah agar meminta pertimbangan tokoh-tokoh agama terkait kajian terhadap sanksi kebiri.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi, berpendapat, perppu kebiri bermasalah secara materiil maupun formal. Sebab, menurutnya, perppu tersebut berpotensi melanggar prinsip HAM dan demokrasi.

Menurutnya, secara substansi, perppu kebiri akan berdampak pada hilangnya hak seseorang untuk melanjutkan keturunan dan terpenuhi kebutuhan dasarnya yang dijamin dalam UUD 1945. Selain itu, sampai saat ini tidak ada kajian yang menunjukkan bahwa sanksi kebiri mampu secara efektif menekan tindakan kekerasan seksual. "Kekerasan seksual adalah hal kompleks yang tidak bisa serta-merta hilang dengan mengebiri pelaku," ucap Fajri.

Bahkan, di Negara Bagian California di Amerika Serikat, lanjut Fajri, kebijakan sanksi kebiri atas pelaku kekerasan seksual mendapat kecaman setelah berjalan selama 20 tahun. Kritik terhadap sanksi kebiri didasari oleh beragam alasan.

Mulai dari pemberlakuannya yang tidak membedakan usia pelaku dari anak sampai dewasa hingga tidak efektifnya sanksi karena hanya akan berdampak pada pelaku yang sudah melakukan kekerasan seksual, bukan pada calon pelaku yang justru perbuatannya harus mampu dicegah.

Sementara, secara formal, pemilihan bentuk perppu tidak didasari pertimbangan yang kuat akan pemenuhan syarat hal ihwal kegentingan yang memaksa, yang menjadi syarat pembentukan perppu oleh Presiden. "Logika itu minim pertanggungjawaban karena perppu hanya disusun sepihak oleh pemerintah, sementara pengaturan yang akan mengikat seluruh warga negara dengan membatasi HAM seharusnya dibahas bersama DPR," kata Fajri.   rep: Dian Erika Nugraheny, Dadang Kurnia, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement