Kamis 12 May 2016 14:00 WIB

FIFA Akui Lagi Hak Suara Indonesia

Red:
Seorang karyawan melintasi tulisan PSSI di Kantor PSSI Senayan, Jakarta, Jumat (26/2).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Seorang karyawan melintasi tulisan PSSI di Kantor PSSI Senayan, Jakarta, Jumat (26/2).

ZURICH — Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) memastikan, Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) memiliki hak suara dalam kongres tahunan federasi induk sepak bola internasional itu pada 13 Mei mendatang. Keputusan ini keluar berbarengan dengan keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi yang mencabut Surat Keputusan (SK) Pembekuan PSSI, kemarin.

Keputusan ini akan diundangkan dalam rapat Konsil FIFA untuk persiapan kongres tahunan di Meksiko pekan ini. Mengutip pernyataan resmi dalam laman lembaga itu, ada delapan poin yang dihasilkan dari rapat Konsil FIFA pada Selasa (10/5) waktu setempat.

Salah satunya tentang pengembalian hak PSSI dalam kongres tahunan FIFA di Meksiko. "Kongres FIFA akan memberikan suara dan konfirmasi suspensi untuk asosiasi sepak bola Indonesia (PSSI)," demikian keputusan Konsil FIFA, seperti dikutip dari laman fifa.com, Rabu (11/5).

Pemberian hak suara kepada PSSI tersebut berbarengan dengan keputusan pemerintah Indonesia menormalisasi kepengurusan PSSI. Pembatalan pembekuan PSSI tersebut sebelumnya memang menjadi salah satu syarat FIFA kepada Pemerintah Indonesia. Tujuannya, agar dalam kongres tahunan FIFA mendatang, nasib sepak bola Indonesia bisa lepas dari sanksi akibat SK Pembekuan PSSI.

Dorongan FIFA tersebut muncul selepas pemerintah mengutus Ketua Tim Ad Hoc PSSI Agum Gumelar dan Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Erick Thohir ke Zurich, Swiss, untuk menegosiasikan pencabutan sanksi FIFA atas Indonesia.

Sementara itu, Imam Nahrawi memerinci sejumlah alasan yang melatarbelakangi keputusan mencabut Surat Keputusan Bernomor 01307 tentang Pembekuan Aktivitas PSSI. Dalam konferensi pers di Gedung Kemenpora, Jakarta, Rabu (11/5), Imam mengatakan, pencabutan SK pembekuan merupakan tindakan taat hukum untuk menghargai Mahkamah Agung yang sudah mengeluarkan putusan.

"Untuk itu, pemerintah sesegera mungkin mencabut keputusan yang pernah dikeluarkan terkait sanksi untuk PSSI," ujar Imam. Alasan selanjutnya, Kemenpora menghargai surat yang disampaikan FIFA kepada Menpora dan Menteri Sekretaris Negara.

Surat itu berisi keinginan FIFA mengawal perubahan sepak bola di Indonesia. Kemenpora, katanya, juga akan turut mengawal perubahan sepak bola ke arah yang lebih baik. Terakhir, tutur Imam, pemerintah mendengar keinginan pencinta sepak bola yang ingin pembekuan segera dicabut agar perbaikan tata kelola dapat cepat berjalan.

Terkait pencabutan pembekuan, anggota Komite Ad Hoc Reformasi PSSI Mahfudin Niagara meminta dengan sangat agar pemerintah segera bergabung dengan mereka. Ia menilai, pemerintah sudah tidak memiliki alasan lagi untuk tidak bergabung bersama Komite Ad Hoc Reformasi PSSI selepas pembekuan dicabut.

Menurutnya, dengan cara ini, pemerintah dapat berpartisipasi serta mengeluarkan pendapatnya dalam membangun tata kelola sepak bola yang lebih baik. Niagara juga berharap pencabutan SK Pembekuan PSSI menjadi momentum bagus untuk memperbaiki hubungan antara PSSI dan Kemenpora.

Meski demikian, pencabutan SK pembekuan ditanggapi dingin anggota Eksekutif (Exco) PSSI, Tony Apriliani. Ia masih sangsi dengan pencabutan itu sebelum melihat bukti autentik pencabutan SK pembekuan. Bagaimanapun, pihaknya juga akan melakukan rapat Exco untuk menindaklanjuti pencabutan SK pembekuan itu. "Itu bagus untuk PSSI. Tapi, kami masih menunggu sampai ada fisiknya, baru kami bisa memikirkan langkah selanjutnya. Kami tak mau di-PHP (pemberi harapan palsu) lagi. Karena, kami juga memiliki program kerja yang harus kami kejar," ujar Tony Aprliani menjelaskan, kemarin.

Selain itu, pihaknya juga mengeluhkan lambatnya pencabutan SK pembekuan itu. Tony mempertanyakan, mengapa pencabutan SK pembekuan baru dilakukan sekarang. Ia menilai, sejauh ini sudah banyak waktu, tenaga, dan dana yang terbuang percuma. Kemudian, banyak agenda tim nasional Indonesia di berbagai jenjang usia terlewati. "Sangat disayangkan mengapa pencabutan SK baru dilakukan sekarang.  Sepak bola sudah di-suspend, pemain dan pelatih banyak yang menjadi korban. Tapi, ujung-ujungnya dicabut juga," kata Tony mengeluh.

Namun, anggota Tim Transisi Cheppy Wartono melihat, banyak pihak yang tak menghendaki adanya perubahan dalam sistem dan tata kelola sepak bola di Tanah Air. Pihak-pihak itu, Cheppy menuding, membodohi pemerintah agar langkah pembatalan menjadi jalan keluar pembenahan tata kelola sepak bola nasional.

Padahal, menurut dia, pembenahan sepak bola nasional akan kembali kandas dengan pembatalan SK Pembekuan PSSI. "Saya pribadi melihatnya ini keberhasilan kartel-kartel. Seharusnya, pemerintah nggak perlu tunduk dengan desakan-desakan (agar pembatalan dilakukan)," ujar Cheppy.   rep: Bambang Noroyono, Ali Mansur, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement