Senin 02 May 2016 14:00 WIB

Menggapai Rahmat Allah SWT

Red:

Diceritakan bahwa Nabi Ayyub AS sedang dalam keadaan mandi, tiba-tiba terdapat belalang emas jatuh tersungkur padanya. Dengan perasaan senang, akhirnya ia pun memungut dan menaruhnya ke dalam saku baju. Lalu, Allah SWT memanggil Nabi Ayyub sekaligus menanyakan maksud hati dari tindakannya tersebut, ''Wahai Ayyub! Bukankah Aku sudah membuatmu kaya sehingga kamu tidak lagi butuh pada apa yang kamu lihat itu?'' Nabi Ayyub menjawab, ''Ya, wahai Tuhanku! Tetapi, tiada bagiku merasa kenyang dari rahmat-Mu.''

Demikianlah sebuah kisah yang memberikan teladan bagi kita untuk senantiasa mengharap rahmat Allah SWT. Tiada batas waktu, usia, maupun takaran dalam meraih rahmat-Nya. Kapan pun, berapa pun, dan siapa pun laik untuk mendapatkannya.

Rahmat Allah SWT adalah bentuk kasih sayang Allah sebagai Sang Pencipta (Khalik) kepada yang Dia cipta (makhluk). Ia begitu luas terbentang bagi seluruh makhluk di dalam dunia. Bahkan, Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad untuk mengatakan kepada orang-orang Yahudi yang berdusta bahwa rahmat-Nya begitu luas, ''Maka, jika mereka mendustakan kamu, katakanlah, 'Tuhanmu mempunyai rahmat yang luas dan siksa-Nya tak dapat dielakkan bagi orang-orang yang berbuat dosa.''' (QS al-An'am [6]: 147).

Sifat luas tersebut terbentang bagi seluruh makhluk, terlebih bagi manusia. Manusia merupakan sebaik-baik makhluk ciptaan Allah, ia memiliki keistimewaan berupa akal sebagai penimbang dalam melangkah kepada yang bajik ataukah batil. Rahmat Allah bagi manusia berupa rezeki dan kemaslahatan hidup di dalam dunia, seluruhnya mendapatkan rahmat-Nya, tak terkecuali bagi orang-orang yang tidak beriman kepada-Nya. 

Hanya, dari sekian rahmat-Nya, ada yang bersifat terputus dan ada pula yang berkelanjutan. Muhammad Ali ash-Shabuni dalam kitab Shafwatut Tafaasir memaparkan dua kata akan sifat rahmat Allah dalam surah al-Fatihah, yakni ar-Rahman dan ar-Rahiim. Ar-Rahman yang berarti zat yang memiliki rahmat yang agung yang bisa saja terputus sedangkan ar-Rahiim bermakna zat yang memiliki rahmat yang kekal selamanya dan berkelanjutan.

Dan, Khattabi menambahkan, ar-Rahman, yakni zat yang memiliki rahmat yang luas yang terbentang bagi seluruh makhluk dalam hal rezeki dan kemaslahatan hidup mereka dan kata ini mencakup seluruh umat, baik mukmin maupun kafir. Sedangkan, ar-Rahiim hanya spesifik untuk umat mukmin semata. (QS al-Ahzab [33]: 43).

Sifat rahmat Allah yang lain adalah dekat. Kedekatan di sini memiliki hukum kausalitas, yakni yang mendekati akan didekati. Allah mendekati siapa pun yang mendekati-Nya. Jarak tempuh kita dalam mendekati Allah memengaruhi jarak tempuh Allah mendekati kita. Saat kita mendekati-Nya sejengkal, Allah akan membalas dengan sehasta. Saat sehasta, Allah mendekati kita sedepa dan seterusnya.

Mendekati rahmat Allah tergolong mudah, cukup dengan menebar kebaikan bagi orang lain, kita sudah mampu menggapai rahmat-Nya yang bersifat dekat. Kebaikan adalah wujud manifestasi keimanan kita kepada Allah SWT. Keduanya harus berjalan selaras karena apatah arti keimanan yang kuat tanpa kita imbangi dengan kebaikan, begitu juga kebaikan tanpa keimanan, akan bersifat sia-sia.

Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang senantiasa berbuat baik.'' (QS al-A'raf [7]: 56).

Rasulullah SAW juga mempertegas dalam hadisnya, ''Sayangilah siapa pun yang ada di bumi maka akan menyayangimu zat yang ada di langit.'' Wallahu a'lam.

Oleh Moh Sinwani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement