Jumat 08 Apr 2016 14:00 WIB

Kalla: Pengusaha dalam Panama Papers Diampuni

Red:

JAKARTA -- Pemerintah berencana memberikan pengampunan pajak terhadap pengusaha yang tercantum dalam Panama Papers. ''Kalau datanya soal penghindaran pajak, kita cukup memberikan pengampunan,'' kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kamis (7/4).

Sebaliknya, kata Kalla, pemerintah akan menggunakan data-data itu ketika ada hubungan dengan tindak kejahatan. Nama-nama yang termuat dalam dokumen Panama Papers disebut menggunakan firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, untuk membuat perusahaan atau menyimpan uang di negara-negara bebas pajak atau tax haven. 

Lebih lanjut, Kalla menjelaskan, nama-nama yang masuk dalam daftar Panama Papers belum tentu melakukan tindak kejahatan. Bisa saja, mereka mempunyai tujuan lain. Ini sama dengan orang ke luar negeri, mereka boleh jalan-jalan, bisnis, atau sembunyi karena takut dihukum.

''Yang salah kan cuma yang terakhir, yang jalan-jalan, bisnis kan tidak ada salahnya," ujar Kalla. Mengenai pengampunan pajak, ia menjelaskan, pemerintah sudah mengajukan rancangan undang-undangnya ke DPR.

Juru Bicara Presiden Johan Budi mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mempelajari dokumen Panama Papers. ''Kajiannya tentang apa kaitannya dokumen itu dengan rencana pengampunan pajak.''

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah fokus menyelesaikan persoalan peraturan pengampunan pajak. ''Sudah saatnya pemerintah berkonsentrasi menyelesaikan isu pengampunan pajak,'' kata Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani.

Kini, masanya pula bagi para wajib pajak, terutama di luar negeri, kata Hariyadi, membuka harta kekayaan yang dimiliki, baik dalam bentuk uang, saham, maupun aset-aset lain. Bila kekayaan itu tak bisa ditarik, setidaknya pemerintah bisa menghitung jumlahnya.

''Bagi kami yang paling penting adalah partisipasi para wajib pajak itu. Harus bisa diyakinkan dan tidak membuat mereka merasa seperti masuk 'jebakan batman'," kata Haryadi. Hal krusial pengampunan pajak mendapat momentum tepat setelah beredarnya Panama Papers.

Hariyadi menjelaskan, metode perusahaan fiktif, seperti yang dilakukan oknum di Panama Papers untuk menimbun kekayaan, sebenarnya bukanlah hal salah. Namun, tetap saja ada kemungkinan harta itu digunakan untuk kegiatan-kegiatan ilegal.

Misalnya, dana itu digunakan untuk bisnis narkoba, senjata, dan usaha haram lainnya. ''Intinya, mereka tidak mau harta kekayaannya diketahui. Apindo pun tidak bisa berbuat apa-apa terkait ini karena itu adalah hak setiap orang," tutur Haryadi.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengusulkan agar pemerintah menjadikan Panama Papers sebagai bagian dari sumber informasi. Ia mengatakan, hal itu memang tidak bisa jadi rujukan utama, tetapi bisa memperkuat atau data pembanding.

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan, adanya dokumen Panama Papers menjadi bukti tidak ada seorangan yang rela membayar pajak dengan sebuah kesadaran. Apalagi, saat pajak yang harus dibayarkannya terlampau tinggi.

"Jadi, selalu dicari metode, mereka berusaha menghindari kewajiban perpajakan di mana kewajiban itu tarifnya tinggi," kata Misbakun. Ia menambahkan, Panama Papers pun menjadi bukti bahwa kebijakan pengampunan pajak sangat penting bagi Indonesia.

"Kalau tax amensty ini bisa dikerjakan dengan baik, dibuka ruang bagi orang-orang meminta maaf, dan dibuka data-data yang dia punya, maka akan menjadi proses pengampunan yang bagus dan bisa melegakan," lanjut Misbakhun.

Siap telusuri

Polri menyatakan siap membantu menelusuri nama pengusaha dan perusahaan yang tercantum di Panama Papers.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan siap memberikan bantuan jika dibutuhkan. ''Kalau diminta, kami siap membantu. Karena kami bekerja sama dengan Kemenkeu, Ditjen Pajak, dan lainnya," katanya seusai sidang kabinet paripurna di Sekretariat Negara, kemarin.

Ia menjelaskan, nama perusahaan atau warga negara Indonesia yang muncul dalam Panama Papers tidak bisa langsung dicap melakukan tindak pidana korupsi atau pidana umum lainnya. ''Yang jelas, mereka menghindari pajak,'' ujarnya.

Persoalan penghindaran pajak merupakan wewenang Direktorat Jenderal Pajak. Jadi, kata dia, Polri pun tidak bisa serta-merta melakukan penelusuran data-data yang diungkap dalam dokumen Panama Papers. Bila diminta, baru Polri membantu.

Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso menyebutkan, telah membentuk tim internal untuk melakukan pemetaan dan clustering nama dalam Panama Papers. ''Nanti, kita juga bisa minta data ke Komisi Pemberantasan Korupsi,'' katanya.

Di samping itu, PPATK menyelidiki  proses munculnya nama-nama itu perihal manajemen perbankan, proses melalui pengacara, firma hukum, notaris ataupun akuntan, apakah mereka bermasalah atau tidak.

Saat dalam proses penyelidikan ditemukan bahwa nama-nama itu memang bermasalah, menurut Agus, PPATK langsung menyerahkannya kepada intitusi penegak hukum sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Direktur Center for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi menekankan, pemerintah hendaknya menindaklanjuti Panama Papers secara hukum melalui KPK, PPATK, Ditjen Pajak, kejaksaan, serta institusi Polri.

''Karena kasus Panama Papers ini ada dugaan pencucian uang, pengemplangan pajak, dan pengkhianatan terhadap negara,'' kata Uchok, kemarin. Presiden Joko Widodo seharusnya menginstruksikan aparat hukum bekerja cepat merespons Panama Papers.    rep: Satria Kartika Yudha, Dessy Suciati Saputri, Debbie Sutrisno, Fauziah Mursid, Halimatus Sa'diyah/ antara, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement