Rabu 30 Mar 2016 13:00 WIB

Dua Gepok Duit untuk Jasad Siyono

Red:

Foto: Antara  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sebagian besar wajah Suratmi (29 tahun) tertutupi cadar hitam, seperti juga tubuhnya yang dibungkus pakaian hitam longgar. Namun, kilat dan sayu di matanya tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Suaranya lirih dan sesekali terisak saat menceritakan kisah Siyono (34), suaminya yang tewas tak berapa lama selepas dicokok petugas Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88.

Siyono dijemput dua anggota Densus 88 selepas shalat Maghrib di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (9/3). Keluarga menyatakan, penangkapan itu tanpa disertai surat keterangan. Dua hari kemudian, petugas bersenjata laras panjang kembali tanpa Siyono dan melakukan penggeledahan di kediamannya yang sekaligus jadi lokasi TK Raudhatul Athfal Terpadu (RAT) Amanah Ummah saat jam belajar.

Selepas penggeledahan, menurut keterangan Mabes Polri, satu petugas yang bertugas sebagai sopir dan satu petugas lainnya membawa Siyono guna menunjukkan lokasi senjata api yang disebut sempat dimiliki Suyono. Pencarian itu tak membuahkan hasil.

Selepas pencarian itu, menurut pihak kepolisian, Siyono melakukan perlawanan di dalam mobil saat melintasi daerah Prambanan, Klaten, setelah meminta borgolnya dilepas. Petugas membalas perlawanan itu.

Hari itu juga, tutur Suratmi, ia diajak ke Jakarta oleh beberapa orang untuk menjenguk sang suami. Di Ibu Kota,  Suratmi diinapkan di sebuah hotel. Di hotel itu, Suratmi diberitahu bahwa Siyono yang memberinya tiga orang anak telah tiada. Seketika, Suratmi kalut dan kebingungan. "Saya langsung shalat Istikharah. Saya bingung," katanya saat mengunjungi kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (29/3).

Tak lama setelah diberi kabar duka, tiba-tiba Suratmi didatangi dua orang perempuan yang seingatnya bernama Ayu dan Lastri. Kedua perempuan tersebut kemudian memberi dua bungkusan yang dibungkus kertas koran dengan lakban kuning. Masing-masing bungkusan tebalnya 10 sentimeter. Dari panjang dan lebar bungkusan itu, Suratmi menduga isinya uang. "Bu Ayu mengatakan ini (kematian suaminya—Red) sudah takdir. Saya harus ikhlas," kata Suratmi sambil menggendong bayinya.

Hingga saat ini, Suratmi tidak mengetahui siapa Ayu dan Lastri yang mendatanginya di hotel tempo hari. Ia hanya bisa menduga-duga bahwa mereka mungkin polwan.

Bagaimana nasib bungkusan itu? Suratmi mengatakan, oleh si pemberi, bungkusan itu dimaksudkan sebagai biaya pemakaman dan kebutuhan anak-anaknya. Namun, bukannya menerima, Suratmi malah semakin bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi di balik kematian suaminya? Sampai akhirnya ia menyerahkan bungkusan itu ke PP Muhammadiyah kemarin. Suratmi tak pernah membuka bungkusan itu.

Bukan hanya Suratmi yang diberi gepokan uang. Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengungkap, Densus 88 sempat memberi uang sejumlah Rp 1,5 juta kepada ayah Siyono. Fakta itu merupakan hasil investigasi yang dilakukan oleh Kontras atas kematian Siyono.

Puri mengatakan, setelah ayah Siyono menerima uang tersebut, yang bersangkutan diminta pihak kepolisian untuk menandatangani sebuah dokumen. Namun, dokumen itu tidak bisa diverifikasi maksudnya karena ayah Siyono buta huruf latin.

Selepas menemui Suratmi, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqodas mengatakan akan menyimpan dan menjadikan uang damai itu sebagai barang bukti jika nanti diperlukan dalam proses hukum. "Ini dititipkan sebagai bukti bahwa Bu Suratmi menolak dan terganggu dengan adanya uang ini. Kami terima sementara, akan kami simpan dengan baik sebagai barang bukti," kata Busyro.

Busyro menuturkan, terlepas dari cerita versi Mabes Polri, PP Muhammadiyah akan tetap melakukan advokasi hukum bagi kasus kematian Siyono. Menurut dia, kedatangan Suratmi menunjukkan ia merupakan perempuan yang tangguh dan berani. Sikap Suratmi menunjukkan bahwa logika "uang adalah segalanya" adalah hal yang tidak benar. "Uang ini malah meresahkan. Kalau dia butuh uang, apalagi sudah ditinggal suami, pasti akan digunakannya. Tapi beliau punya harga diri dan kami mengapresiasi," ujar Busyro.

Ia berjanji, dalam waktu dekat ini PP Muhammadiyah akan berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk menyelesaikan kasus ini. Pada pertemuan dengan istri Siyono itu, Busyro pun menyampaikan pesan secara khusus kepada Densus 88. "Setiap tindakan terpuji akan ada balasan setimpal dari Allah SWT, termasuk tindakan brutal, ditambah dia mempunyai istri dan anak. Ini peringatan untuk menyentuh teman-teman di Densus 88," ujar Busyro.

Anggota Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah, Trisno Raharjo, menegaskan, sejak saat ini Suratmi dan lima anaknya berada di bawah perlindungan PP Muhammadiyah. "Kami dapat info dari keluarga, ada pihak-pihak yang masih terus melakukan pendekatan-pendekatan yang membuat mereka tertekan. Ini sudah menjadi intimidasi," kata dia mengklaim.

Trisno menegaskan, PP Muhammadiyah akan menempuh jalur hukum, bila masih ada tindakan teror atau intimidasi kepada Suratmi dan keluarganya. Di pihak lain, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan sudah memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri memeriksa temuan soal dugaan pelanggaran HAM dalam penanganan Siyono. Propam diminta berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pegiat HAM.

Kapolri tetap yakin tak ada pelanggaran HAM dalam penangkapan Siyono yang berujung kematian itu. "Di mana letak pelanggaran HAM-nya itu? Anggota (Densus 88) itu juga babak belur," ujar Badrodin. Menurut Badrodin, ada bukti visum bahwa petugas kepolisian babak belur akibat perlawanan Siyono.

Terkait uang damai dan pembungkaman, Kapolri mengatakan masih akan menelusuri lebih lanjut. "Tapi apakah itu pelanggaran hukum soal bungkam? Kecuali dibungkam mulut dijahit, itu melanggar hukum," kata dia. rep: Rizma Riyandi , Intan Pratiwi Rahmat Fajar ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement