Ahad 21 Feb 2016 12:30 WIB

LGBT Berhak Layanan Kesehatan Jiwa

Red: operator
Lindungi anak dari perilaku seks menyimpang.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Lindungi anak dari perilaku seks menyimpang. (ilustrasi)

Semua pihak diminta membantu orang- orang LGBT untuk dapat hidup lurus.

JAKARTA -- Fenomena gaya hidup lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang tengah ramai diperbincangkan mendapat perhatian dari Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Organisasi ini menyatakan, orang dengan homo - seksual, yakni gay, dan lesbian, serta biseksual masuk dalam kategori Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).

Sedangkan, transseksualis medinyatakan masuk dalam kategori Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). 

"PDSKJI mendukung upaya pemenuhan hak dan kewajiban bagi ODMK dan ODGJ melalui upaya kesehatan jiwa dengan memberi pelayanan kesehatan jiwa berdasarkan hak asasi manusia (HAM)," ujar Ketua Umum PP PDSKJI Dr Danardi Sosrosumihardjo SpKJ(K) dalam pernyataan sikapnya yang diterima Republika, Sabtu (20/2). 

Orang dengan homoseksual, yakni lesbian dan gayserta biseksual dan transseksualisme yang dikate gorikan sebagai ODMK dan ODGJ dinilai PDSKJI perlu mendapat pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sesuai UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa ODMK dan ODGJ berhak mendapat pelayanan kesehatan jiwa.

Selain memiliki hak, orang dengan homoseksual, biseksual, dan transseksualisme atau di masyarakat dikenal dengan kaum LGBT juga memiliki kewajiban. Menurut PDSKJI, mereka berkewajiban untuk memelihara kesehatan jiwanya dengan menjaga perilaku, kebiasaan, gaya hidup yang sehat, dan meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sosial untuk mengurangi risiko menjadi ODGJ.

Menurut Danardi, PP PDSKJI juga melakukan upaya pencegahan dengan melakukan advokasi secara proaktif kepada masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan melalui pendidikan, life skill, maupun pendidikan sek sualitas pada usia dini. "Juga kepada anak dan remaja," kata dia. Melalui konseling pranikah dan parenting skill.

Danardi menuturkan, istilah LGBT yang saat ini berkembang di masyarakat tak dikenal dalam pustaka formal ilmu psikiatri. "Dalam ilmu psikiatri dikenal orientasi seksual meliputi heteroseksual, homo - seksual, dan biseksual," tuturnya.

Homoseksual, kata dia, merupakan kecenderungan ketertarikan secara seksual terhadap jenis kelamin yang sama, meliputi lesbian dan gay. 

"Mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III, orang dengan homoseksual dan biseksual masuk dalam kategori ODMK,"

ungkap Danardi. ODMK, kata dia, adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental dan sosial, per tumbuhan dan perkembangan, dan/ atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. 

Sementara, transseksualisme, papar Danardi, merupakan gangguan identitas jenis kelamin berupa suatu hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya. Transseksualisme, kata dia, dapat dikategorikan sebagai ODGJ. 

ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan pikiran, perilaku, dan perasaaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala. Atau, perubahan perilaku yang bermakna dan dapat menimbulkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. PDSKJI menilai, tidak semua ODMK akan berkembang menjadi ODGJ. 

Ketua Umum Asosiasi Psikologi Islam, Himpunan Psikologi Indonesia (API-Himpsi) Prof Subandi menga takan, berdasarkan kajian akademik psikologi Islam, perilaku LGBT tidak sesuai dengan fitrah ma nusia.

Menurut dia, psikolog Islam berkontribusi untuk merawat fitrah manusia dengan menolong di dalam kebaikan, berusaha menasihati dalam kebenaran dan kesabaran agar manusia tidak merugi di dunia dan akhirat.

"Temuan ilmiah terkini menunjukkan bahwa perilaku LGBT lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan orientasi seksual bersifat cair yang memungkinkan perilaku ini dapat di ubah,"

papar Subandi. Ia menambahkan, API- Himpsi berusaha untuk memberikan layanan kemanusiaan melalui berbagai usaha pencegahan dan pemulihan yang bertujuan untuk membantu sesama manusia menjaga fitrahnya dalam mencapai keridhaan Allah.

API-Himpsi juga meminta kepada semua pihak untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang memiliki kecenderungan LGBT untuk dapat hidup lurus sesuai dengan norma-norma agama, sosial, dan budaya. "Mereka tidak boleh didiskriminasikan dalam menerima hak dan kewajibannya sebagai warga negara," ujar Subandi.

Sementara itu, aktivis LGBT dan pelaku gay, Hartoyo, mengatakan, pihaknya tetap akan memperjuangkan gerakan LGBT. "Kami menuntut agar adanya penghapusan diskriminasi seksual dan identitas gender, pe - menuhan hak-hak dasar, dan perlakuan khusus," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (20/2).

Pihaknya, kata Hartoyo, akan mengajukan undang-undang penghapusan kekerasan orientasi seksual kepada DPR. Ia mengakui mendapat dana dari pemerintah dan asing. Namun, kata Hartoyo, sejak munculnya isu penolakan propaganda LGBT, pemerintah menyetop dana-dana untuk program LGBT. "Pemerintah ada mem berikan bantuan, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dari asing juga. Jika ada atas nama LGBT oleh pemerintah disetop, bantuan untuk kami tidak diperpanjang," cetusnya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR De ding Ishak mengatakan, dalam Pancasila dan UUD 1945 jelas bahwa pelaksanaan HAM tidak boleh bertentangan dengan norma, adat, dan nilai-nilai agama. Jika masalah LGBT ini telah bersinggungan dengan norma agama, harus dibahas mendalam.

Menurut dia, DPR menolak bantuan dana apa pun yang masuk ke Indonesia untuk propaganda LGBT.

Pihaknya juga meminta pemerintah untuk memantau kucuran dana yang bertentangan dengan undang- undang. rep: Ratna Ajeng Tejomukti, Wilda Fizriyani, ed: Heri Ruslan

 

 

Hak Bagi ODMK dan ODGJ:

a. Mendapat informasi yang tepat mengenai kesehatan jiwa.

b. Mendapat pelayanan kesehatan jiwa yang mudah dijangkau.

c. Mendapat pelayanan kesehatan jiwa sesuai standar kesehatan jiwa.

d. Mendapat informasi jujur dan lengkap tentang kesehatan jiwanya, termasuk tindakan yang telah maupun akan diterima dari tenaga kesehatan jiwa.

e. Mendapatkan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan jiwa.

f. Menggunakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan pertumbuhan dengan perkembangan jiwa.

g. Khusus ODGJ, berhak atas jaminan ketersediaan obat psikofarma sesuai kebutuhan, mendapat perlindungan dari setiap bentuk penelantaran, kekerasan, eksploitasi, serta diskriminasi dan mendapatkan kebutuhan sosial sesuai dengan kebutuhan jiwa. 

UU No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement