Jumat 19 Feb 2016 14:00 WIB

Majelis Agama Tolak LGBT

Red:
Tolak Propaganda LGBT. Tokoh majelis-majelis agama (dari kiri) Wakil Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana, Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI Romo PC Siswantoko, Ketua Bidang Kerukunan Antar Umat Beragama MUI, Yu
Foto: Republika/ Wihdan
Tolak Propaganda LGBT. Tokoh majelis-majelis agama (dari kiri) Wakil Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana, Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI Romo PC Siswantoko, Ketua Bidang Kerukunan Antar Umat Beragama MUI, Yu

JAKARTA - Majelis agama yang terdiri atas Islam, Katolik, Buddha, dan Khonghucu menyatakan menolak perilaku LGBT. Namun, majelis menekankan bahwa pelaku LGBT perlu mendapat perlindungan serta bantuan agar sembuh.

Pernyataan bersama majelis agama tersebut disampaikan dalam konferensi pers di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Kamis (18/2). "Aktivitas LGBT sudah sangat meresahkan masyarakat dan berdampak negatif terhadap tatanan sosial bangsa Indonesia," ujar Wasekjen MUI Nazamuddin Ramli. Majelis agama memandang, aktivitas LGBT tak sesuai Pancasila, UUD 1945 Pasal 29 ayat 1, dan UU Perkawinan.

Perilaku LGBT dianggap bertentangan dengan prinsip ajaran agaman mana pun. Karena itu, jelas Nazamuddin, majelis agama menolak segala bentuk propaganda, dukungan, dan promosi terhadap upaya pelegalan LGBT di Indonesia.

Majelis agama meminta pemerintah melarang aliran dana untuk kampanye LGBT. ''Waspadai pula gerakan atau intervensi dari pihak mana pun yang berdalih HAM dan demokrasi untuk mendukung perkembangan LGBT,'' kata Nazamuddin. Kendati demikian, jelas Nazamuddin, majelis agama menilai LGBT tetap harus mendapat perlindungan dan dibantu agar sembuh.

Menurut perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Paulus Christian Siswantoko, aktivitas LGBT bertentangan dengan ajaran Katolik. Ia menolak keras apabila komunitas LGBT menuntut untuk dilegalkan.

Romo Siswantoko beralasan, Gereja Katolik tak bisa menerima pernikahan sejenis. Pernikahan  hanya boleh dilakukan oleh pria dan wanita dengan tujuan meneruskan keturunan. Sementara itu, pernikahan sejenis tidak memenuhi syarat tersebut.

Namun, Romo Siswantoko juga meminta pemerintah bijak dalam memandang fenomena LGBT di Tanah Air. ''Artinya, pemerintah harus mampu melindungi pelaku LGBT sambil membantu mereka untuk sembuh,'' katanya.

Pemerintah mestinya juga mampu mengajak masayarakat tidak mudah terprovokasi dan menyudutkan pelaku LGBT, apalagi sampai melakukan kekerasan. Persepsi masyarakat harus diubah, tidak lagi mengucilkan, tetapi membimbing. Ketua Bidang Ajaran Walubi Suhadi Sendjaja menuturkan, berdasarkan ilmu kewajaran,  aktivitas LGBT tidak dibenarkan. Namun, melalui perspektif kemanusiaan, pelaku patut diayomi dan dibimbing sehingga mereka kembali normal.

Rehabilitasi LGBT

Dalam diskusi yang digelar Dompet Dhuafa-Republika bertema "Merangkul Korban, Menolak Legalisasi LGBT", kemarin, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Niam Sholeh mengatakan, salah satu cara menghadapi aktivitas LGBT adalah menempuh langkah sunyi.

Aksi ini perlu ditempuh setelah sekarang LGBT mencuat menjadi isu besar. Sebaiknya, kata dia, ada aksi lanjutan berupa langkah konkret mengatasi LGBT. Menurut dia, LGBT merupakan fakta penyimpangan seksual di masyarakat yang butuh penanganan.

Dia menjelaskan, langkah kongkret itu di antaranya rehabilitasi. Dalam praktiknya, rehabilitasi LGBT ini ia anjurkan untuk mengadopsi cara yang tertuang dalam UU Narkotika yang baru. Para pecandu narkoba harus direhabilitasi atau dipidana.

''Dengan demikian, pelaku LGBT harus direhab. Bila mereka tak mau, bisa dikenakan tindak pidana,'' kata Niam. Ia menambahkan, perilaku LGBT juga dianggap sebagai kejahatan bila mengacu pada KHUP Pasal 281 mengenai kesopanan di muka umum.

Wakil Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana meminta semua pihak merangkul  pelaku LGBT, tidak main hakim sendiri, serta melakukan kekerasan. "Mereka makhluk ciptaan Tuhan yang harus dikasihi, jangan ada kekerasan terhadap mereka."

Uung menambahkan, para LGBT harus mendapat pembinaan yang tepat. ''Dengan demikian, mereka tidak merasa terintimidasi dan tujuan penyembuhan pun dapat tercapai,'' katanya menegaskan. rep: Dian Fath Risalah, Retno Wulandhari, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement