Ahad 07 Feb 2016 13:17 WIB

Bentengi Anak dan Pemuda

Red: operator
Ilustrasi kelompok LGBT
Foto: EPA/Ritchie B. Tongo
Ilustrasi kelompok LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merebaknya fenomena gaya hidup lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia terus mengundang perhatian dan keprihatinan dari berbagai kalangan. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi meminta keluarga untuk lebih berperan dalam membentengi anak dan pemuda dari pengaruh gaya hidup LGBT.

"Dari keluarga saya kira. Membentenginya adalah bagaimana peran orang tua itu harus aktif," ujar Imam di Jakarta, Jumat (5/2) malam. Menurut Imam, orang tua perlu berperan untuk membina anak dalam menyeleksi pergaulan, baik di lingkungan masyarakat maupun pendidikan.

Menpora mengatakan, fenomena LGBT sebenarnya telah terjadi sejak zaman para nabi. "Sekarang lebih terorganisasi, kemudian masih ingin dikampanyekan," tegasnya. Imam menjelaskan, fenomena LGBT harus menjadi keprihatinan seluruh warga Indonesia. "Saya kira perlu dihindari, perlu diwaspadai. Ini bahaya sekali kalau sampai dibiarkan."

Tolak LGBT

Fenomena LGBT juga menjadi salah satu isu utama yang dibahas Par tai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang berlangsung pada 5-6 Februari 2015 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta. Dalam rekomendasi hasil Mukernas, PKB secara tegas menolak LGBT.

"Pernikahan sejenis itu dilarang dan menjadi prinsip bagi PKB," ujar Sekretaris Jenderal DPP PKB Abdul Kadir Karding, Sabtu (6/2). Karding menegaskan, dari sisi kepribadian bangsa, Indonesia menjalankan prinsip Pancasila. Menurut dia, apabila warga Indonesia konsisten dengan sila pertama Pancasila, tidak akan ada yang memperbolehkan LGBT.

Menurut PKB, LGBT juga tidak dibenarkan dari sisi agama. Karding menegaskan, LGBT tidak memiliki tempat di Indonesia. "Sudah kita tanya, sudah kita buka bukunya, memang itu perbuatan yang dilarang dan dilaknat oleh Allah," cetus Karding.

Meskipun mendapatkan penolakan untuk berkembang di Indonesia, ungkap dia, penganut gaya hidup LGBT tetap harus dilindungi selaku warga negara. Akan tetapi, kata Karding, mereka juga diimbau untuk tidak mengampanyekan gerakan LGBT.

PKB juga menekankan perlunya dialog dengan penganut gaya hidup LGBT. Karding mengungkapkan, jangan sampai penolakan terhadap LGBT dilakukan dengan cara keke ras an.

Jalan keluar agar gerakan LGBT tidak berkembang juga perlu dipikirkan. "Ini menjadi persoalan kita bersama, jadi kita mencari formula yang tepat untuk solusi me reka," ucapnya.

Negara Pancasila

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini mengatakan, dalil kebebasan yang selama ini digunakan kelompok LGBT tidak bisa diterapkan di Indonesia. Menurut dia, Indonesia tidak menganut paham kebebasan tanpa batas dan paham liberalisme sebagaimana yang dianut oleh sebagian besar negara- negara Barat. "Ini adalah keunggulan kita dalam membangun peradaban negara-bangsa yang beradab dan bermartabat," ujarnya.

Menurut Jazuli, dalam Pasal 28 J UUD NRI Tahun 1945 Ayat 1 disebutkan, "Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara." Selanjutnya, papar dia, Ayat 2 berbunyi, "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keaman - an, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis."

"Jadi, pelaksanaan hak asasi tetap tidak boleh bertentangan dengan nilai agama dan budaya luhur," papar Jazuli. Dasar negara Pancasila, kata dia, juga secara jelas mencantumkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Jazuli menegaskan, dalam kacamata negara, praktik dan kampanye LGBT tidak memiliki tempat dan bah kan terlarang. Praktik ini jelas melanggar norma agama dan hukum positif. Dua hukum ini adalah pegangan masyarakat dalam hidup bernegara di Indonesia. Menurutnya, tidak ada satu agama pun yang melegalkan hubungan sesama jenis karena jelas kerusakan yang akan ditimbulkannya.

Sebelumnya, salah seorang juru bi cara LGBTIQ Indonesia, Yasmin Purba, menyebut homoseksualitas adalah sesuatu yang natural. Di negara-negara maju dengan sistem pendidikan yang sudah baik, kata dia, homoseksualitas bukan sesuatu yang ganjil.

Yasmin yang juga aktif di YLBHI mengatakan, homoseksualitas adalah sebuah fenomena yang natural, senatural orang kidal dan tidak kidal. Untuk masyarakat dengan pendidikan yang lebih maju, kata dia, perbedaan orientasi seksual bukan lagi sesuatu yang membingungkan.

Menurut dia, untuk negara yang masih tradisional dan belum terpapar pendidikan maju, perbedaan orientasi seksual memang membingungkan. Ia mencontohkan, di World Health Organization (WHO), homoseksualitas sudah dikeluarkan dari kategori penyakit. Dunia medis sudah menyatakan bahwa orientasi seksual adalah sesuatu yang natural.

Pendiri layanan Peduli Sahabat yang juga penulis buku Anakku Bertanya tentang LGBT, Agung Sugiarto, menyatakan, memang American Psychiatric Association (APA) telah mengeluarkan homoseksual dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV. Namun, kata dia, pada akhirnya Amerika Serikat pun menyerahkan hal itu kepada kultur masing-masing negara.

Artinya, kata dia, apabila adat istiadat menganggapnya sebagai penyimpangan, homoseksual diartikan sebagai penyimpangan secara sosial. "Saya selalu bilang, `lawan' kalian itu pemerintah, pemuka agama, dan kultur. Kalian hidup di mana? Kalau Indonesia anggap LGBT masih penyimpangan, ya berarti memang begitu adanya," kata pria yang aktif membantu penganut LGBT kembali pada fitrahnya.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj juga telah mengingatkan bahwa fenomena LGBT sudah sangat memprihatinkan. "Sudah membahayakan," kata dia. Menurutnya, LGBT bukan hanya bertabrakan dengan kaidah agama, melainkan juga fitrah manusia.  rep: Qommaria Rostanti, Rahmat faja Satria Kartika Yudha/Lintar Satria/antara, ed: Heri Ruslan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement