Jumat 05 Feb 2016 15:00 WIB

Dikepung Demonstran, TPP Disetujui 12 Negara Anggota

Red:

AUCKLAND -- Pakta perdagangan bebas Kerja Sama Trans-Pasifik (TPP) akhirnya ditandatangani oleh menteri perdagangan dari 12 negara anggota, di Auckland, Selandia Baru, Kamis (4/2). Penandatangan dilakukan di tengah protes besar-besaran di Auckland oleh para aktivis yang menilai perjanjian tersebut hanya menguntungkan perusahaan besar.

"Perjanjian ini langkah penting, tapi masih sekadar lembaran-lembaran kertas sebelum benar-benar memiliki kekuatan," kata Perdana Menteri Selandia Baru John Key dalam seremoni penandatanganan tersebut. Ucapan Key ini terkait fakta bahwa pakta yang ditandatangani kemarin masih harus diratifikasi masing-masing negara anggota.

TPP adalah perjanjian dagang yang diikuti 12 negara di tepian Samudra Pasifik, yakni Singapura, Selandia Baru, Cile, Brunei Darussalam, Amerika Serikat, Peru, Kanada, Meksiko, Malaysia, Jepang, Vietnam, dan Australia. Negara-negara tersebut mengakumulasi 40 persen perekonomian dunia.

Sejak mulai diinisiasi pada 2005, isi draf perjanjian TPP dirahasiakan. Belakangan, setelah kesepakatan kian dekat, isi sebagian draf terkuak. TPP nantinya akan membebaskan tarif impor untuk belasan ribu butir. Ia juga akan menekankan soal standardisasi ketenagakerjaan, hak cipta, dan perlindungan lingkungan hidup.

Namun, di lain sisi, perjanjian itu juga bakal menguntungkan perusahaan-perusahaan asing karena memberi mereka kewenangan menuntut pemerintah jika merasa keuntungannya diganjal regulasi tempatan. Pemerintah negara anggota juga dilarang menganakemaskan BUMN.

Pemerintah juga dilarang mengeluarkan kebijakan proteksi untuk produksi dalam negerinya. Perjanjian itu pun berpotensi menambah mahal harga obat karena memberi hak paten dalam jangka waktu lebih lama kepada perusahaan farmasi.

Selepas ditandatangani kemarin, TPP akan menjalani proses ratifikasi di setidaknya enam negara anggota. TPP baru bisa dipraktikkan setelah disetujui parlemen dan pemerintah di negara masing-masing.

Perwakilan dagang AS Michael Froman mengatakan, Presiden Barack Obama akan berupaya sekuat tenaga mengegolkan TPP di parlemen. Upaya tersebut tergolong mendesak karena sejumlah kandidat presiden AS pada Pilpres 2016, terutama dari Partai Demokrat, sudah secara terbuka menolak TPP.

Sedangkan di Jepang, ratifikasi bakal terkendala. Sebab, negosiator utama TPP asal Jepang, Akira Amari, baru saja mengundurkan diri dari posisi menteri perekonomian.

Kanada dan Australia akan menggulirkan TPP di parlemen mulai pekan depan untuk diratifikasi. Sedangkan, Malaysia menyatakan sudah meratifikasi kendati masih memerlukan sejumlah penyesuaian legislasi.

Dilaporkan New Zealand Herald, sekitar 1.000 aktivis menggelar aksi unjuk rasa di Auckland sebagai ikhtiar menolak penandatangan pakta, kemarin. Aksi tersebut sempat membekukan transportasi di Auckland.

Mereka sempat memblokade sejumlah jalan utama, seperti Cook St, Wellington St, dan Victoria Park di tengah kota. Jembatan Pelabuhan Auckland juga sempat diblokade para demonstran.

Blokade tersebut dilakukan sebagai aksi simbolis guna menciptakan area bebas TPP. "Sekarang TPP ditandatangani di halaman rumah kami. Kami rasa sekaranglah saatnya mencoba menggagalkannya dan menciptakan zona bebas TPP," kata Julia Espinoza, juru bicara demonstran, seperti dikutip New Zealand Herald.

Maraea Clark, salah seorang demonstran, mengikuti aksi sembari membalut tubuhnya dengan bendera Selandia Baru. "Perjanjian ini tak akan memberi kehidupan yang lebih baik bagi rakyat (Selandia Baru). Ia memberi kehidupan yang lebih baik untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mengambil alih," kata Clark.

Jane Kelsey, guru besar hukum dari Universitas Auckland juga mengkritik perjanjian tersebut. Ia khawatir perjanjian itu sekadar alat AS untuk menantang pengaruh Cina di regional. "Ini sejenis perang dingin menggunakan perjanjian dagang dan investasi," kata Kelsey, seperti dikutip Aljazirah. Ia menegaskan, hal tersebut mengkhawatirkan karena tak ada keseimbangan kepentingan dalam perjanjian.

Pekan lalu, ribuan demonstran juga berkumpul di Kuala Lumpur, Malaysia, mengecam TPP. Protes damai itu melibatkan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan partai-partai oposisi. Banyak demonstran mengenakan kemeja anti-TPP dan membawa spanduk yang memperingatkan penentangan terhadap persetujuan perdagangan itu.

Di lokasi lain, beberapa ratus orang berkumpul di dekat Lapangan Kemerdekaan di Kuala Lumpur. Sekitar 3.000 orang lainnya, terutama pendukung Partai Islam Pan-Malaysia yang beroposisi, berpawai ke sebuah lapangan di dekatnya untuk mendengarkan pidato yang disampaikan para pengkritik perjanjian itu.

"Ini (TPP) hanya akan menolong orang-orang kaya. Orang-orang miskin di Malaysia tidak akan terbantu dan saya tidak melihat ada keuntungan bagi keluarga saya dan saya," kata Mohammad Noor Ismail, seorang mahasiswa yang ikut unjuk rasa.

Sikap Indonesia

Di Indonesia, Presiden Joko Widodo sempat mengatakan ingin bergabung dengan TPP saat menemui Presiden AS Barack Obama, akhir tahun lalu. Menurut Jokowi, Indonesia akan tertinggal bila tak bergabung karena seluruh negara tetangga Indonesia ikut serta.

Pada Sabtu (30/1) pekan lalu, Presiden menyatakan akan segera mengambil keputusan soal kesertaan Indonesia di TPP. Menurut Jokowi, bergabung atau tidak dengan forum-forum perdagangan internasional sama-sama memiliki risiko sehingga harus dipertimbangkan secara mendetail.

Dia berharap masyarakat tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa ikut serta di forum-forum internasional itu akan merugikan Indonesia. Kendati begitu, Jokowi mewanti-wanti bahwa mental masyarakat mesti disiapkan terlebih dahulu. "Begitu salah memutuskan, di mana produktivitas serta etos kerja kita belum siap, kita bisa jadi pecundang dan sulit memenangkan kompetisi itu," kata Presiden.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil mengatakan belum mengetahui banyak mengenai perkembangan Indonesia untuk masuk TPP. "Belum ada, belum mendengarkan," ujar Sofyan, kemarin.

Sofyan menegaskan, Indonesia memang berkeinginan masuk dalam arus perdagangan di TPP. Namun, hal tersebut masih butuh persiapan dan pembelajaran yang baik agar bisa bersaing dengan negara lain.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong juga mengatakan hal serupa. Dia menyebut rencana Indonesia untuk masuk TPP belum bisa diputuskan. "Perjalanannya masih panjang. Amerika saja masih ratifikasi, kemudian 12 negara pendiri masih dalam proses, jadi masih ada waktu. Kami tidak terburu-buru," ujar Lembong. rep: Fitriyan Zamzami, Debbie Sutrisno  reuters/antara ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement