Sabtu 23 Jan 2016 15:27 WIB

Kereta Cepat Belum Sertakan Kajian Kebencanaan

Red: operator

JAKARTA --Kendati proses pembangunannya sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, kajian kebencanaan di wilayah yang bakal dilewati kereta cepat Jakarta-Bandung ternyata belum selesai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengatakan, kajian bencana ini baru bisa selesai 30 hari lagi.

"Jika pasca-30 hari ternyata si proyek kereta cepat rawan longsor, itu tetap akan beranjut. Di penelitian dan kajiannya, harus pakai teknologi tinggi menyesuaikan potensi bencana, hanya saja risikonya high cost," kata Direktur Kemitraan Lingkungan Dirjen Perhutanan Sosial KLHK Widodo Sambodo kepada Republika, Jumat (22/1). 

Kajian kebencanaan yang tengah berjalan saat ini bernama Kajian Soal Mitigasi Bencana dan Jaminan Keselamatan Selama Konstruksi dan Ketika Kereta Dioperasikan. Widodo mencontohkan, masih ada kekurangan dalam kesiapan mitigasi di kawasan Walini mengenai penanggulangan potensi longsor dan gempa. Kerawanan kawasan tersebut disebabkan curah hujan yang tinggi.

"Purwakarta sampai Bandung Barat itu rawan longsor, harus pakai teknologi tinggi yang mahal," katanya. 

Kementerian LHK berjanji akan berupaya keras agar mitigasi bencana sudah siap ketika proses konstruksi berlangsung. Meski begitu, pemerintah tidak akan merekomendasikan jenis teknologi macam apa yang harus dipakai dalam konstruksi kereta cepat. Pemilihan teknologi tinggi yang akan dipakai diserahkan kepada pasar. 

Namun, sekali lagi ia menegaskan, teknologi tersebut pastinya harus dibayar mahal. "Harusnya siap mereka (pengembang). Kalau membahayakan, bisa dituntut semuanya, termasuk pemerintahnya. LHK juga sangat hati-hati," ujarnya. 

Menurut Widodo, pengawasan maksimal akan dilakukan pemerintah di sisa waktu 30 hari. Dalam jangka waktu itu, para pemrakarsa proyek harus menambal kekurangan mitigasi bencana yang ada di dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Jangka waktu 30 hari penyiapan mitigasi bencana dilokasi proyek adalah permintaan dari para pelaksana proyek. Kementerian LHK akan melakukan kontrol ketat meski para pemrakarsa proyek telah menyatakan sanggup menjamin keamanan lingkungan dan manusia ketika melakukan konstruksi kereta cepat. 

Tidak masalah Kereta cepat Jakarta-Bandung akan menghubungkan empat stasiun, yaitu Halim Perdanakusuma di Jakarta, serta Karawang, Walini, dan Tegalluar di Jawa Barat dengan total panjang 140,9 kilometer. Kawasan yang terakhir disebut tidak jauh dari kawasan Gedebage yang nantinya akan menjadi pusat pemerintahan Kota Bandung. 

Groundbreakingproyek pembangunan kereta cepat telah dilakukan pada Kamis (21/1) kemarin. Namun, dalam acara yang dihadiri Presiden Joko Widodo tersebut, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan malah absen. 

Staf Khusus Menhub Hadi Musthofa Djuraid sempat mengatakan, Menhub tidak hadir karena sedang berfokus menuntaskan aspek perizinan. "Agar pembangunan bisa segera dilaksanakan, tidak hanya groundbreaking saja," ujarnya dalam keterangan yang diterima Republika, Kamis (21/1).

Ia menambahkan, PT Kereta Cepat Indonesia Cina sudah mengantongi izin trase dari Menhub sehingga bisa melaksanakan groundbreaking. Namun, untuk pembangunannya harus memperoleh izin pembangunan. 

Izin pembangunan, lanjutnya, bukan izin administratif, melainkan evaluasi teknis rancang bangun dan analisis aspek keselamatan prasarana kereta api. Ia menambahkan, masih ada hal teknis yang belum dipenuhi PT Kereta Cepat Indonesia Cina sehingga belum semua perizinan bisa dikeluarkan.

Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut izin pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung telah dikeluarkan oleh pemerintah. "Sudah. Itu dalam rapat kemarin di Istana (Negara) itu Menteri Perhubungan sudah keluarkan," kata Jusuf Kalla, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin. Ia menegaskan, dengan dikeluarkannya izin pembangunan, maka proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dinilainya tak akan menimbulkan masalah.

Pakar hukum lingkungan dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Waran Yusuf, menilai tak hadirnya Jonan adalahi penegasan bahwa praktik penggodokan izin amdal dan perizinan lainnya terkait kereta cepat terburu-buru. Sejak awal ia melihat prosedur perizinan yang ditempuh untuk proyek kereta cepat tergolong ajaib dari segi kecepatan waktunya. 

Lebih lanjut, Warlan mengkhawatirkan posisi kajian tata ruang dan lingkungan serta amdal yang sangat mentah. "Proses dan tahapannya juga aneh," ujarnya. Sebab, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, izin amdal harus didahului diskusi publik dan mengakomodasi pendapat masyarakat yang terkena dampak proyek. 

Setelah itu dihimpun, akan tampak gamblang soal potensi bencana dan mitigasinya. "Misalnya potensi longsor, gempa, atau bagaimana penjagaan kawasan serapan air, itu harus jelas dulu," katanya. Selepas itu, barulah hasil kajian bisa diumumkan kemasyarakat, lalu berlanjut ke pengesahan izin amdal jika memang proyek layak dilangsung kan. Di sisi lain, dampak ekonomi dan sosial juga perlu dikaji ulang.

Memang pada awalnya tampak bagus dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, harus dipastikan pula bahwa manfaat keberadaan kereta cepat tidak hanya dapat di rasakan oleh masyarakat menengah ke atas. Ia seharusnya juga bisa meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat tingkat bawah. "Jangan pada ujung- ujungnya masyarakat miskin hanya jadi buruh atau jadi penonton saja," tuturnya. rep: Sonia Fitri, Dessy Suciati Saputri, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement