Senin 14 Dec 2015 12:00 WIB

Faktor Ekonomi Mahasiswa Disebut Picu Hepatitis A

Red:

Republika/Yogi Ardhi

 

BOGOR --- Penyakit hepatitis A tengah merebak di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB). Seorang profesor kampus itu berpendapat, persoalan sanitasi dan kebersihan bukanlah penyebab utama mewabahnya penyakit hepatitis A di kampus IPB.

Sang profesor yang tak lain adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Muhammad Firdaus justru menyoroti aspek kondisi perekonomian sebagian mahasiswa kampus yang terletak di Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tersebut.

Menurut Firdaus, IPB merupakan kampus besar yang diminati siswa SMA yang berasal dari kalangan berpendapatan rendah. Meski telah menerima sejumlah bantuan, tetapi masih banyak mahasiswa IPB yang terpaksa harus makan sekali sehari. Hal tersebut memengaruhi ketahanan tubuh para mahasiswa.

Selain itu, Firdaus juga menyoroti sebagian mahasiswa IPB yang berstatus penerima beasiswa Bidikmisi. Para penerima beasiswa ini, kata dia, berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Para mahasiswa dengan kondisi ekonomi tersebut banyak yang mengontrak di tempat tinggal dengan harga murah yang tidak cukup bersih.

"Jadi, maklum banyak mahasiswa yang terjangkit penyakit hepatitis ketika musim hujan tiba," kata Firdaus kepada Republika, Ahad (13/12). Ia pun menyarankan penambahan bantuan untuk mahasiswa penerima beasiswa guna menghindari mewabahnya kembali hepatitis A di IPB.

Sejauh ini, Dinkes (Dinas Kesehatan) Kabupaten Bogor telah mendata 37 mahasiswa yang diduga terjangkit penyakit hepatitis A alias radang hati tersebut. Kendati masih mencari penyebab mewabahnya penyakit, pihak Dinkes menyatakan, penularan hepatitis A terkait dengan sanitasi dan kebersihan lokasi-lokasi penularan.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB Yonny Koesmaryono menyatakan, pihaknya telah melakukan berbagai cara pencegahan penyakit hepatitis A yang menyerang sejumlah mahasiswa. Salah satunya adalah dengan menyosialisasikan ihwal menjaga kebersihan kepada para mahasiswa IPB, terutama yang bertempat tinggal di asrama. Yonny melanjutkan, kegiatan bersih-bersih juga akan lebih sering dilakukan sebagai upaya pencegahan. IPB pun tengah menyiapkan obat-obatan dan vitamin bagi mahasiswa lainnya.

Sampai kemarin, kata Yonny, IPB belum mengetahui pasti pemicu banyaknya mahasiswa yang terkena hepatitis A. Alasannya, sampel air maupun makanan selalu berubah dari waktu ke waktu. Apalagi, informasi mengenai banyaknya mahasiswa yang masuk rumah sakit karena mengidap hepatitis A baru datang belakangan. "Ini jelas menjadi sulit untuk mendeteksi sumbernya karena kondisi air dan makanan pun akan berbeda dengan kejadian saat mahasiswa itu terkena penyakit," kata dia.

Kepala Dinkes Kabupaten Bogor DR Yessi Desputri mengatakan, belum ada laporan kasus baru setelah pemeriksaan sebelumnya. "Terakhir kami menerima data ada 37 mahasiswa putra dan putri yang masih dalam dugaan," ujar Yessi.

Yessi menjelaskan, pihaknya masih belum mendapatkan hasil laboratorium sehingga belum bisa mengetahui secara pasti soal wabah hepatitis A di IPB. Terhadap 37 mahasiswa IPB yang diduga terpapar hepatitis A, Dinkes sudah memberi surat pengantar sebagai rujukan ke laboratorium. Namun, hingga saat ini Dinkes masih belum menerima laporan akhirnya.

Menurut Yessi, guna menghentikan wabah hepatitis di IPB, hal utama yang harus dilakukan adalah memutus mata rantai penularannya dengan cara perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat tentu saja dimulai dari diri sendiri dan lingkungan tempat tinggal. Misalnya, dengan menjamin lingkungan yang bersih, kebersihan makanan yang dikonsumsi, tempat penyajian makanan terjamin, cara masak diketahui, dan air yang digunakan diketahui.

"Penyebarannya ini kan dari vecas-oral, vecas itu buang air besar dan oral adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut kita. Artinya, apa yang kita konsumsi harus terjamin kebersihannya," ujar Yessi.

Yessi juga mengimbau mahasiswa menghindari konsumsi sayuran mentah, membiasakan makan dengan cuci tangan, dan tidak membeli makan di sembarang tempat. Hal-hal tersebut terkadang membuat mahasiswa yang dalam kondisi daya tahan tubuh lemah akibat stres, banyak tugas, lelah, dan kurang tidur, menjadi mudah terkena virus.

Berdasarkan penelusurannya bersama kementerian kesehatan, Yessi menemukan salah satu tempat makan di kampus IPB yang hanya menggunakan dua alat pencuci piring. "Satu ember untuk mencuci dan satunya lagi ember untuk membilas," ujar Yessi.

Dari cara mencuci perkakas makan itu, masih ada sisa minyak yang menempel jika tidak dicuci dengan bersih. Ditambah lagi, kain lap yang digunakan sudah tidak jelas warnanya. Hal-hal tersebut, menurut Yessi, bisa saja menjadi penyebab penularan penyakit. "Nah, jadi mungkin lebih baik kalau mau makan itu dibungkus dibawa pulang, kita tahu piring dan sendok kita bersih, kita mencucinya sendiri, sehingga ini menjadi strategi mengurangi penularan hepatitis A," kata Yessi.

Dinkes Kabupaten Bogor sejak akhir pekan lalu telah menyatakan daerah kampus IPB dalam status Waspada penyebaran hepatitis A. Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan Dinkes Kabupaten Bogor, Kusnadi, mengatakan, selain puluhan pengidap hepatitis A yang terungkap di IPB, kasus berskala besar lain juga ditemui di Pesantren Darul Muttaqien, Parung.

Pada Oktober 2015, sebanyak 95 santri di pesantren tersebut positif mengidap hepatitis A. Penyebab kasus masif tersebut diduga terjadi akibat kondisi air yang kurang bersih. c25/c13/c30/c34 ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement