Selasa 01 Dec 2015 12:00 WIB

Rusia Tolak Produk Petani Turki

Red:
Turki
Foto: AP
Turki

ANKARA -- Kesulitan ekonomi mengadang Turki menyusul penetapan sanksi oleh Rusia. Petani buah dan sayuran Turki bakal kehilangan pasar ekspor. Mereka terpaksa menjual hasil panen ke pasar lokal dengan harga lebih rendah. Industri pariwisata pun menurun.

Pada Sabtu (28/11), Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan dekrit berisi serangkaian sanksi ekonomi sebagai balasan atas penembakan pesawat tempur Su-24 oleh Turki. Dekrit tersebut di antaranya berisi larangan impor produk Turki dan larangan kunjungan wisatawan Rusia ke Turki.

"Alarm bahaya telah berbunyi bagi para petani lokal. Krisis panjang yang memengaruhi pasar Rusia akan melahirkan masalah besar bagi para petani," kata Ketua Asosiasi Petani Turki Ibrahim Yetkin, seperti dilansir Today's Zaman, Ahad (29/11).

Keputusan Rusia tak lagi mengimpor produk buah dan sayuran dari Turki, jelas Yetkin, memaksa petani menjual produknya ke pedagang lokal dengan harga lebih rendah. Ia memperkirakan, kerugian petani akan semakin tinggi hingga akhir tahun.

Selama ini Turki memasok sekitar 20 persen kebutuhan sayuran untuk Rusia. Secara keseluruhan, Turki menyediakan empat persen kebutuhan pangan Rusia, meliputi buah-buahan, kacang-kacangan, dan sayuran, senilai 1 miliar dolar AS pada 10 bulan pertama 2015.

Karaali Tarim, eksportir di Mugla, Provinsi Aegean, terpaksa menangguhkan pengiriman 30 truk buah dan sayuran ke Rusia. Akibatnya, perusahaan ini merugi 1 juta lira. Sejumlah eksportir mulai telat menggaji pekerjanya karena urung mengekspor ke Rusia.

Kalyoncu Grup, eksportir yang berbasis di Antalya, mengungkapkan, pada akhir pekan telah merumahkan 5.000 pekerjanya karena pasar utamanya, Rusia, sekarang tak lagi membeli produk mereka. Sebelum berlakunya sanksi, setiap pekan perusahaan ini mengirimkan 100 truk buah dan sayuran.

Sebelumnya, Rusia menyatakan, 15 persen impor pangan dari Turki memenuhi kualifikasi kesehatan. Pada Jumat (27/11), Turki mengaku tak mengkhawatirkan tindakan Rusia.

Menteri Pertanian Turki Faruk Celik menepis kekhawatiran sanksi Rusia akan berdampak serius. "Jika kita melihat statistik, sudah jelas petani Rusia akan lebih terdampak dibandingkan petani Turki. Jadi, situasi ini harus dihadapi dengan sikap tenang."

Celik merujuk pada data ekspor dan impor pertanian Turki. Ekspor produk pertanian Turki ke Rusia senilai 1,3 miliar dolar AS, sedangkan impor dari Rusia 2,9 miliar dolar AS. Hingga Jumat, belum ada pemberitahuan resmi terkait embargo yang dilakukan Rusia. Kendati begitu, Celik, yang dikutip Hurriyet, berharap ketegangan antara Rusia dan Turki tidak berlangsung lama dan berdampak buruk pada pertanian serta perdagangan kedua negara.

Kawasan industri di Eskisehir terkena dampak tambahan dari sanksi ekonomi Rusia. Di wilayah ini terdapat pabrik roti, lemari es, hingga suku cadang pesawat terbang. Nilai ekspor dari Eskisehir mencapai 30 juta dolar AS. Sebelum ada sanksi, ekspor Turki ke Timur Tengah dan Cina memang menurun.

Kini, sanksi Rusia melalui Dekrit Putin menambah limbung kondisi ekonomi Eskisehir. "Dengan jumlah pengangguran yang meningkat, ekonomi kami melambat," kata Wali Kota Eskisehir Yilmaz Buyukersen, seperti dilansir New York Times, Ahad.

Beberapa bulan terakhir, ekspor makanan Turki ke Rusia melonjak menyusul keputusan Rusia mengurangi impor dari Uni Eropa karena adanya friksi politik. Selain ekspor, kunjungan wisatawan Rusia ke Turki turun.

Penurunan berlangsung sejak nilai rubel merosot dan Barat menjatuhkan sanksi kepada Rusia karena mendukung pemberontak Ukraina. Sanksi ekonomi Rusia, menurut Erinc Yeldan, dekan Fakultas Ekonomi di Universitas Bilkent, Ankara, memperparah keadaan. Menurut dia, Turki mengalami defisit perdagangan dan industri pariwisata menjadi sumber pendapatan utama untuk menutupinya.

Namun, Wakil Direktur Jenderal Hubungan Ekonomi Bilateral Kementerian Luar Negeri Turki Cengiz Kamil Firat yakin semua akan baik-baik saja. Ekonomi Turki saat ini dalam kondisi lebih baik dibandingkan yang diperkirakan orang. Hingga Juni mendatang, kemungkinan tak ada lonjakan kunjungan dari Rusia. "Namun, situasi mungkin lebih baik sebelum itu," kata Firat.

New York Times menyebutkan, AS dan Uni Eropa kemungkinan tak akan membiarkan Turki dalam kesulitan. Sebab, mereka saat ini mengandalkan bantuan Turki untuk membendung warga Barat yang ingin bergabung dengan ISIS melalui Turki.

Kemarin, Wakil Perdana Menteri Rusia Igor Shuvalov menyatakan, sanksi ekonomi terhadap Turki tak akan berlaku pada produk industri, kontrak konstruksi yang sedang berjalan, dan kontrak yang diteken sebelum 31 Desember 2015.

Para pekerja Turki masih bisa melanjutkan pekerjaannya. Adapun kontrak baru yang disepakati pada 1 Januari 2016 memberlakukan aturan berbeda. "Harus ada izin tertentu dari kami," kata Shuvalov saat rapat kabinet, seperti dikutip Sputnik. Menurut Shuvalov, Rusia tak menampik kemungkinan menggunakan pekerja Turki di proyek konstruksi, tetapi mereka akan diawasi dengan ketat. n ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement