Selasa 01 Dec 2015 12:00 WIB

Tarif Naik, Listrik Padam Terus

Red:

Sunardi, seorang pemilik toko di Pasar Tamim, Bandar Lampung, belakangan ini sukar menahan geram. Tak lancarnya pasokan listrik PLN sejak tiga bulan lalu membuatnya jengkel.

Dalam sehari, kata warga Bilabong, Susunan Baru, Kota Bandar Lampung, itu, selalu terjadi pemadaman listrik. Kondisinya makin menjadi-jadi sejak awal November. Pemadaman aliran listrik PLN kerap terjadi lebih dari dua kali sehari dengan jangka waktu berjam-jam.

Sunardi menuturkan, pemadaman tersebut tak hanya soal aktivitas yang terganggu. Banyak juga peralatan elektronik warga yang rusak.

Belum lagi selesai geramnya soal listrik yang hidup-mati, datang kabar lain. Sejak Desember ini, tarif listrik batas daya 1.300 VA hingga 2.200 VA akan dinaikkan oleh PLN. Jumlah kenaikannya mencapai 11 persen, mulai Desember.

Sunardi tak habis pikir. "Lah, sekarang saja masih terjadi mati lampu terus. Mestinya dapat keringanan, bukan malah naikkan tarif atau cabut subsidi," ujar Sunardi saat ditemui Republika, Senin (30/11).

Kondisi kelistrikan yang tak stabil di Lampung, menurut pihak PT PLN Distribusi Lampung, karena terjadi defisit kelistrikan. Hal itu disebabkan perbaikan sejumlah pembangkit listrik. Kondisi defisit itu diperkirakan akan berlangsung hingga 2016.

Meski begitu, Kiki, pemilik usaha alat tulis kantor dan fotokopi di Kemiling, Bandar Lampung, tak mau ambil pusing soal alasan PT PLN. Ia juga menyatakan kekecewaannya terhadap kenaikan tarif. Ia menyesalkan kenaikan tersebut karena menilai PLN sebagai pemasok listrik tunggal tak pernah mendapat sanksi bila lalai memenuhi pasokan.

Ia membandingkan dengan pemutusan aliran listrik bagi pelanggan yang telat membayar tiga bulan berturut-turut. "Nah, kalau PLN yang salah atau tidak melayani pelanggan dengan baik, lalu apa kompensasinya? Ini harus dipikirkan, bukan malah mencabut subsidi buat rakyat atau menaikkan tarif listrik," kata dia berapi-api.

Hal senada diungkapkan Abror, pengelola air minum isi ulang di Sukadanaham. Ia mengatakan, pemadaman listrik yang terjadi sampai tiga kali selama dua sampat tiga jam setiap hari membuat mesin pengolah air mineralnya rusak.

Ia juga mendesak PLN bertanggung jawab atas kerugian warga. "Ini harus adil, jangan hanya bisa naikkan tarif dan cabut subsidi listrik buat rakyat saja," ungkapnya.

Pencabutan subsidi listrik 1.300 VA sampai 2.200 VA juga menimbulkan kekhawatiran di Yogyakarta. Warga Kota Gede, Bantul, Yogyakarta, Tri Darmiyati (28 tahun), menyatakan tak setuju bila kebijakan pemerintah tersebut diberlakukan secara menyeluruh tanpa pandang bulu. "Tidak setuju. Kalaupun mau diberlakukan, harus ada pengecualian bagi UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah)," katanya, Senin (30/11).

Ia setuju jika pencabutan tersebut diberlakukan kepada konsumsi rumah tangga atau pribadi. Sebab, para pengguna listrik pribadi dengan tegangan tinggi tersebut, menurut dia, pastinya merupakan orang-orang menengah ke atas yang memiliki kemampuan finansial di atas rata-rata.

Tri menjelaskan, bagi UMKM, pencabutan subsidi tersebut akan meningkatkan beban produksi. Akibatnya, semua harga barang kebutuhan sehari-hari bisa naik. Hal ini bisa melemahkan daya ekonomi masyarakat. "Nanti dampaknya merembet, barang-barang jadi mahal. Apalagi kalau diberlakukan di kalangan menengah, kan bisa terjadi rawan kemiskinan," ujar Tri.

Hal serupa juga diungkapkan warga Terban, Kota Yogyakarta, DIY, Herawati Sahnan (25). Ia tidak setuju dengan pencabutan subsidi listrik secara sekaligus. "Kalau begitu nanti kondisinya akan sangat mengkhawatirkan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah," katanya.

Ia mengatakan, mungkin akan banyak masyarakat yang tidak merasakan secara langsung beratnya dampak pencabutan listrik tersebut. Namun, lambat laun efek domino dari kebijakan itu akan dirasakan oleh berbagai pihak. Biaya produksi usaha menjadi mahal, lalu harga berbagai komoditas pun akan merangkak naik. "Kalau semua harga sudah pada naik, nanti angka kemiskinan juga bisa naik," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah meminta PLN agar tak memberlakukan pencabutan subsidi listrik bagi UMKM. Pihak PT PLN juga telah menyanggupi permintaan tersebut.

Direktur UKM Center Sumatra Utara Deni Faisal Mirza mendesak agar permintaan itu benar-benar dituruti. Menurut dia, dampak pencabutan subsidi bagi UMKM akan sangat signifikan. Terlebih, Indonesia sebentar lagi memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN dan para pegiat UMKM mesti bersaing dengan pengusaha dari negara Asia Tenggara lainnya.

"Belum saatnya pencabutan subsidi dilakukan karena pelaku bisnis kecil menengah sedang siap-siap menghadapi tantangan MEA di mana akan digempur oleh produk luar yang akan masuk ke Indonesia," ujarnya.

Berdampak besar

Di Jawa Timur, penghapusan subsidi yang diberlakukan PLN akan berdampak bagi 850 ribu konsumen pengguna batas daya 1.300 VA dan 2.200 VA. Dari jumlah itu, 600 ribu merupakan pengguna batas daya 1.300 VA dan 250 ribu sisanya adalah pelanggan batas daya 2.200 VA.

Kepala Bagian Humas PLN Distribusi Jawa Timur Pinto Rahardjo menyampaikan, penyesuaian harga untuk dua golongan pengguna tersebut seharusnya dilakukan bersamaan dengan 10 golongan lainnya pada Januari 2015. Hanya saja, kata Pinto, Pemerintah menunda kenaikan karena masyarakat saat itu baru menghadapi kenaikan harga BBM. "Penyesuaian tarif merupakan keputusan pemerintah dan PLN hanya sebatas operator," ujar Pinto kepada Republika.

Pinto menyampaikan, dengan penghapusan subsidi, konsumen golongan 1.300 VA dan 2.200 VA akan menanggung beban sebesar Rp 1.509 per kWh atau sama seperti yang lain. Angka tersebut, kata dia, adalah harga per November 2015.

Dengan tarif baru tersebut, ia menggambarkan, konsumen dengan rata-rata penggunaan daya 90 kWh per bulan, dari sebelumnya membayar Rp 121 ribu per bulan akan menjadi 135 ribu per bulan. Dengan kata lain, besaran penambahan biaya mencapai 11 persen. n c97/issha harruma/andi nurroni ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement