Sabtu 28 Nov 2015 13:36 WIB

Tokoh Lintas Agama Deklarasikan Pilkada Damai

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Musim pilkada telah dimulai sejak beberapa waktu lalu. Seperti tak terhindarkan, percikan-percikan keributan mulai bermunculan. Di Bantul pada Ahad (22/11), misalnya, kampanye terbuka di Lapangan Desa Trirenggo berujung bentrokan.

Saat itu, kader PPP dan PDIP terlibat baku hantam dan sebagian dilarikan ke rumah sakit. Sejumlah kendaraan bermotor juga ikut rusak diamuk massa pendukung masing-masing calon.

Tak jauh dari Bantul, tepatnya di Sleman, pada hari yang sama, kericuhan serupa nyaris kembali berulang. Kepolisian dari Polres Sleman menahan dua peserta yang membawa senjata tajam waktu itu.

Saat aparat Polres Sleman mengadakan razia, sejumlah senjata tajam juga ditemukan di selokan di pinggir Lapangan Denggung, lokasi kampanye. Menurut keterangan pihak kepolisian, senjata-senjata itu dibuang para peserta kampanye yang membonceng sepeda motor rekan mereka.

Tak hanya kekerasan fisik, kampanye- kampanye hitam juga mulai beredar pada masa kampanye Pilkada Serentak 2015. Di Kepulauan Riau, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat menemukan rerupa selebaran kampanye hitam di Tanjung Pinang, Bintang, Karimun, dan Natuna.

Di Karimun dan Tanjungpinang, selebaran ditemukan di kedai-kedai kopi. Sedangkan di Natuna dan Bintan, selebaran berisi fitnah diletakkan di tempat-tempat ibadah.

Koordinator Divisi Pencegahan Bawaslu Kepri Indrawan Susilo mengatakan masih kesulitan melacak penyebar selebaran kampanye hitam yang menying gung SARA tersebut. "Oknum tidak terlacak. Misalnya, ditemukan di mushala begitu saja tanpa diketahui siapa yang meletakkan," kata dia, kemarin.

Terkait berbagai potensi buruk tersebut, majelis lintas agama menggelar deklarasi nasional menjelang pilkada serentak 2015. Utusan-utusan dari setiap agama yang diakui pemerintah berkumpul di kantor Majelis Ulama Indonesia dan membacakan deklarasi tersebut pada Jumat (27/11).

Ini merupakan bentuk komitmen dari pemuka agama untuk mewujudkan suasana rukun dan damai dalam pilkada yang akan digelar pada 9 Desember nanti. "Seluruh warga Indonesia berkewajiban untuk berpartisipasi aktif menjaga suasana kerukunan dan kedamaian dalam menyukseskan pilkada serentak 2015," kata Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama MUI Yusnar Yusuf.

Dalam deklarasi tersebut, hadir Yusnar Yusuf sebagai perwakilan MUI, Henriette Lebang selaku perwakilan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), dan Suhadi Sendjaja selaku Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi).

Kemudian, hadir pula Dharmasilan mewakili Parisada Hin du Dharma Indonesia (PHDI) dan Uung Sendana Linggaraja mewakili Majelis Tinggi Agama Khonghuchu Indonesia (Matakin).

Sesuai dengan isi deklarasi, Yusnar mengatakan, pemilu adalah amanat UUD 1945. Oleh karena itu, seluruh warga negara Indonesia wajib melaksanakan hak konstitusional dan politiknya dengan menyukseskan gelaran pilkada.

Deklarasi tersebut juga mendorong masyarakat memilih kepala daerah yang berintegritas tinggi, menjunjung tinggi ajaran agama, berakhlak mulia, dan berwawasan kebangsaan yang kuat. Hal ini agar pemimpin yang terpilih nanti merupakan figur yang tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu yang justru bisa merusak persatuan bangsa Indonesia.

"Pilkada besok pilihlah yang jujur dan beragama baik. Kalau dia beragama baik, insya Allah (kepemimpinannya) baik," kata Yusnar. Tokoh agama, adat, dan masyarakat juga diharapkan dapat menjadi teladan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama. Utusan-utusan majelis agama bersepakat perlu ada pendidikan politik di komunitas agama masing- masing agar memahami arti penting pilkada.

"Sehingga (mereka) terpanggil untuk menggunakan hak suaranya," ujar Yusnar menerangkan. Selain itu, disepakati pelarangan penggunaan rumah ibadah untuk kampanye dan mengarahkan umat untuk tidak menggunakan isu SARA dalam meraih suara.

Dalam deklarasi yang diusung majelis lintas agama itu, pesan kerukunan diharapkan dapat diteruskan oleh pemuka agama kemasyarakat umum. Perwakilan Persekutuan Gereja- gereja di Indonesia (PGI) Henriette Lebang menilai tokoh agama adalah tokoh panutan masyarakat.

Guna menyukseskan pilkada, terang Henriette, perlu ada kesepahaman pandang bahwa kerukunan penting untuk persatuan bangsa. "Tanggung jawab pimpinan agama untuk menyukseskan pilkada. Tanggung jawab itu meliputi tanggung jawab kebangsaan dan moral beragama," ujarnya.

Utusan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Dharmasilan mengaku tokoh agama memiliki tugas penting untuk mencerahkan umat. "Apa yang kita lakukan adalah untuk kepentingan bangsa. Tidak peduli perbedaan ras, suku, dan agama," kata Dharmasilan.

Sementara, utusan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Suhadi Sendjaja berharap gerakan ini tidak hanya dalam momen pilkada, tapi justru harus terus dihidupkan dalam setiap momen persinggungan antar umat beragama. Oleh Ahmad Fikri Noor  c93/antara, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement