Selasa 17 Nov 2015 13:00 WIB

Ini Memalukan Republik

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Ini Memalukan Republik


Seusai melaporkan satu anggota DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, Senin (16/1), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said masih terlihat santai. Ia memberi kesempatan kepada Republika untuk mewawancarainya terkait dengan laporannya. Berikut petikan wawancaranya.

Siapa yang hari ini Anda laporkan ke MKD?

Tadi saya sudah sampaikan surat, laporan, dan memang anjurannya demikian. Menurut tata cara pelaporan kepada MKD memang harus menjelaskan siapa identitas pelapor kemudian penjelasan apa apa yang menjadi pokok persoalan. Nama sudah saya serahkan dan biarkan MKD bekerja. Saya tidak ingin sebut di publik karena saya ingin menjaga proses dan tata krama yang baik.

Dari informasi yang beredar di publik maupun pers, apakah Anda melaporkan nama Setya Novanto? (Sudirman terlihat terdiam beberapa detik sebelum menjawab)

Suratnya sudah saya serahkan ke MKD. Dan biarkan nanti MKD bekerja. Yang menarik dari zaman saat ini adalah ini zaman keterbukaan. Zaman media sosial. Segala sesuatu itu sulit sekali disembunyikan. Tanpa saya sebut mungkin besok lusa akan jadi isu publik.

Apa yang Bapak laporkan ke MKD?

Yang saya laporkan ke MKD adalah ada anggota DPR yang menyebut-nyebut nama Presiden (Joko Widodo) dan dia datang bersama pengusaha. Memakai nama Presiden untuk mengatakan (negosiasi) Freeport bisa dicari penyelesaiannya. Dan pada waktu bersamaan, mereka sampaikan keinginan supaya diberikan saham Freeport 20 persen, 11 persen akan diserahkan kepada Presiden dan 9 persen diserahkan kepada Wakil Presiden (Jusuf Kalla). Dan juga (mereka) membicarakan kemungkinan untuk memperoleh saham satu proyek listrik di Timika. Dan saham itu ingin mereka peroleh dan sebagai kelanjutannya adalah apabila nanti sudah terbangun, listrik itu diminta nanti supaya Freeport membeli listrik ini.

Pernyataan itu di mana? Si politisi itu ngomong di mana, kapan?

Pernyataan itu di pertemuan ketiga. Pertemuan ketiga pada 18 Juni. Tempatnya di satu hotel di kawasan Pacific Place, SCBD. Mengapa perlu disebut pertemuan ketiga? Karena si pihak yang bertemu, pimpinan Freeport Indonesia, menjadi lebih waspada. Karena pada pertemuan pertama dan kedua indikasi itu sudah mulai muncul, dan karena itu dia (pimpinan Freeport Indonesia) mencatat dan merekam pembicaraan. Direkam suaranya.

Nah, mengapa itu menjadi persoalan? Karena tokoh ini kan sedang berdialog atau memanggil. Jadi ini dipanggil. Freeport dipanggil pertama, kedua, dan ketiga. Setiap inisiatif itu datang dari mereka.

Freeport ini kan sedang bernegosiasi dengan negara, kok ada pimpinan (lembaga) yang bukan bidangnya membicarakan hal yang sedang dinegosiasikan? Itu yang pertama. Yang kedua, mengapa mesti membawa pengusaha. Karena pengusaha itu kan tidak ada urusan dengan yang dibicarakan.

Ketiga, memanfaatkan atau menggunakan dan menyebut nama Presiden atau Wakil Presiden yang saya tahu betul tidak ada urusannya karena saya juga pernah sampaikan informasi ini kepada beliau. Dan beliau bereaksi marah karena namanya digunakan secara tidak benar. Kan tidak mungkin saham yang 11 dan 9 persen itu diberikan kepada Presiden dan Wapres seluruhnya.

Apakah si pengusaha atau politisi itu mengatakan saham akan dibagikan ke siapa dan siapa?

Sebetulnya, tidak mungkin Freeport memberikan 20 persen itu. Karena ini kan perusahaan publik dan induknya di AS sehingga tidak gampang mau mengambil saham seperti itu. Oleh dua orang yang bicara, politisi dan pengusaha itu 11 persen nanti kita kasih ke Presiden dan sembilan persen ke Pak JK.

Pimpinan Freeport yang dimaksud siapa?

Dirut Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Reaksi presiden selain marah apa lagi?

Ya marah. Menunjukkan ketidaksukaanlah. Lantas, mengapa saya mendatangi MKD? Karena banyak pihak, baik melalui publik maupun pesan pribadi, mengatakan sebaiknya dibuka saja. Dan saya kira menjadi hak publik untuk tahu.

Inisiatif melaporkan si anggota DPR ini dari siapa?

Dari saya sendiri. Sebelum Presiden berangkat ke Turki, saya ketemu, saya laporkan kemungkinan-kemungkinan ini dan beliau katakan, kalau itu yang terbaik, ya sampaikan lewat forum itu.

Pelaporan ini akan jadi bola politik yang liar. Menurut Anda?

Saya hanya merasa perlu bersihkan lapangan yang sedang saya urus. Itu kerikil-kerikil yang akan mengganggu penataan sektor ini. Satu per satu saya kendalikan.

Bagaimana respons MKD?

MKD mengapresiasi karena beliau malah bilang seorang menteri menggunakan jalur ini merupakan satu penghargaan bagi MKD. Dan saya bilang bahwa ini kita jadikan proses belajar bersama.

Tapi kan seolah-olah Anda berkata bahwa pelakunya adalah pimpinan negara?

Hehe. Ya, saya kira, negara ini kan ada eksekutif ada legislatif, dan beliau memang ada dalam posisi pimpinan di legislatif. Dan sekali lagi, besok lusa akan muncul sendiri.

Ada rencana untuk sekaligus melaporkan ke partai yang bersangkutan?

Saya tidak punya jangkauan ke sana. Karena ini kan soal etika dan kepatutan. Dan jalan yang ada adalah laporkan ke MKD. Kalau ke partai, saya kira urusan internal mereka.

Apa harapan Anda terhadap MKD?

Saya berharap setiap langkah perbaikan ada dua aspek. Kalau ini kekeliruan, saya harap tidak terulang. Kalau ada yang bukan ranahnya masuk ke suatu wilayah, apalagi jual-jual nama kepala negara, ya enggak baiklah. Menurut saya, itu memalukan republik. Kalau ada kesalahan, ya harus ada sanksi atau apa.

Laporan ada anggota DPR seperti ini awalnya dari pihak Freeport?

November 2015 itu saya berinteraksi dengan Freeport. Saya bicara dengan pimpinan mereka. Saya katakan, "Saya tahu Anda-Anda sebagai pimpinan perusahaan yang punya reputasi dan lama di Indonesia pasti punya hubungan-hubungan baiklah. Feel free ketemu siapa pun."

Namun, karena proses ini membutuhkan saya bergerak dengan tenang dan transparan, maka saya minta kepada mereka, kalau bertemu siapa pun saya di-update, terutama kalau ada masalah-masalah yang mengganggu proses ke depan. Jadi, pertemuan satu dan dua tidak apa-apa, tapi begitu pertemuan ketiga ada urusan begini-begini. Mereka lantas tanya, apa iya Presiden minta saham? Saya jawab ya tidak mungkin. Lalu, berceritalah mereka.

Ini kan bisa juga masuk ranah KPK?

Itu saya yang tidak punya judgement dan keahlian yang cukup untuk menilai. Kalau itu pidana kan tidak harus dilaporkan. Kalau aparat hukum menilai ini tindakan pidana, saya siap berikan penjelasan.

Situasi ini akan membuat negosiasi dengan Freeport bertambah lancar atau bagaimana?

Saya kira tidak ada pengaruhnya. Mudah-mudahan mereka tidak ragu meneruskan investasi.

Apa makna dari semua ini?

Karena dalam hal ini pimpinan negara yang terlibat. Dan kalau MKD bersikap fair, sanksi bisa dijatuhkan. Tujuan saya adalah jaga agar tidak terjadi lagi ke depan. Tapi, kalau dimaknai keseluruhan, ya kita harus belajar. Saya meyakini tindakan menyimpang ini semakin hari durasinya semakin pendek. Dulu perlu belasan tahun untuk mengungkap. Sekarang baru direncanakan saja sudah ketahuan. Jadi, dengan ini maka siapa pun pejabat publik nanti, baik eksekutif maupun legislatif, harus hati-hatilah.

Anda bisa dituduh punya motif politik?

Enggaklah. Saya tidak punya niat apa apa. Impact politik itu konsekuensi saja dari siapa yang bertindak. Untuk apa? Saya bukan pemain politik dan bukan anggota partai.

Apakah dengan laporan ini Anda berharap bisa menjadi inspirasi bagi menteri lainnya untuk melaporkan hal serupa?

Kejauhan kali yah. Setiap individu punya sikap dan respons terhadap situasi yang berbeda beda. Kalau itu baik, mungkin orang lain bisa mencontoh. Tapi, saya tidak ada pretensi untuk diikuti.

Kalau dilihat dari sejarah perkembangan Freeport dengan Indonesia sejak tahun 1967 sebetulnya tingkat kolusi seperti apa sampai saat ini?

Saya tidak punya catatan. Tapi, obrolan saya dengan Pak Jim Moffet (pendiri Freeport McMoRan—Red) memberi ilustrasi bahwa selalu saja ada urusan-urusan begini—dirjen minta ini, menteri minta anu. Makanya, ayo kita tata dengan baik. Barang siapa mau berbisnis dengan Freeport, berbisnislah dengan baik. Investasi mereka kan hampir 2 miliar dolar AS per tahun,

Kalau kita mundur ke belakang, sebelum Presiden ambil keputusan untuk memperpanjang kontrak Freeport, banyak sekali pernyataan yang meminta justru jangan diperpanjang. Menurut Anda?

Saya menduga ada juga pihak yang menyampaikan pesan buruk agar tidak diperpanjang dan berkorelasi dengan urusan yang saya laporkan. Jadi ditekan secara publik tapi kemudian di belakang dipanggil. Itu sih game yang primitif, yang terjadi pada masa lalu. Itu yang saya sebut beda antara teknis negosiasi dengan teknik pemerasan. Negosiasi itu duduk bareng kita satu meja saling menghargai. Kalau meras itu dipojokin sampai kepepet, nanti dikirimi pesan. Kita bisa bantu nih, gitu. Itu memalukan negara.

Sosok yang mengganggu Petral apakah sama dengan sosok yang mengganggu Freeport?

Mari kita nikmati era keterbukaan. Dan salam hitungan waktu, nama-nama itu akan menjadi public domain. n sapto andika candra ed: stevy maradona 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement