Selasa 17 Nov 2015 13:00 WIB

Ekspor dan Impor RI Terus Melorot

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Ekspor dan Impor RI Terus Melorot


JAKARTA - Nilai ekspor dan impor bulanan maupun tahunan RI belum juga membaik sampai dengan Oktober 2015. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin, mengatakan, nilai ekspor Oktober 2015 sebesar 12,08 miliar dolar AS atau turun empat persen dibanding September 2015. Secara kumulatif, dari Januari-Oktober 2015, nilai ekspor 127,22 miliar dolar AS atau turun 14,04 persen daripada periode sama tahun lalu.

Sementara, nilai impor pada Oktober 2015 yang senilai 11,07 miliar dolar AS juga mengalami penurunan 4,27 persen dibanding September. Jika dihitung secara kumulatif dari Januari hingga Oktober, jelas Suryamin, nilainya mencapai 119,05 miliar dolar AS. Menurut dia, angka ini menurun sebesar 20,7 persen daripada periode yang sama pada tahun lalu.

Suryamin menjelaskan, faktor penyebab turunnya nilai ekspor adalah harga komoditas ekspor belum membaik. "Dari 22 komoditas yang dipantau, hanya dua komoditas yang harganya meningkat," kata Kepala BPS dalam jumpa pers, Senin (16/11).

Komoditas tersebut adalah kakao yang mengalami kenaikan 3,32 persen dan jagung 5,09 persen, sedangkan komoditas lainnya masih jauh harganya dibandingkan tahun 2014. Bahkan, ada cukup banyak komoditas yang harganya turun hingga 20 persen.

Meski demikian, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo memprediksi kinerja ekspor membaik pada November-Desember 2015. Permintaan untuk komoditas primer seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO), batu bara, dan karet akan naik.

"Komoditas primer inilah yang akan membantu kinerja ekspor pada dua bulan terakhir ini," kata Sasmito. Ia beralasan, negara-negara di belahan bumi utara sudah memasuki musim dingin sehingga mereka membutuhkan stok lebih.

Selain itu, negara-negara lain akan berpikir membeli beberapa komoditas seperti CPO dan karet karena harganya akan meningkat pada tahun depan. Ia memprediksi, kenaikan harga terjadi seiring dengan anggapan perekonomian global pada tahun depan akan berangsur membaik.

"Takut tahun depan harganya naik, makanya mereka membeli sekarang," ujar Sasmito. Selain komoditas primer, ekspor diprediksi meningkat karena pengiriman produk-produk industri biasanya terjadi pada akhir tahun. Menurut dia, nilai ekspor Indonesia tahun ini kemungkinan bisa menembus 157 miliar dolar AS.

Besarnya nilai ekspor tersebut dapat tercapai dengan perhitungan bahwa nilai ekspor pada November-Desember 2015 akan lebih tinggi sedikit dibandingkan nilai ekspor Oktober 2015 yang mencapai 12,08 miliar dolar AS.

Paket belum terasa

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, kinerja ekspor-impor Indonesia sampai akhir tahun diprediksi masih akan menurun. Penurunan kinerja ekspor-impor ini sebenarnya sudah mulai terlihat sejak periode Juli-Agustus 2015.

"Salah satu yang bisa dilakukan oleh pemerintah, yakni mengamankan pasar dalam negeri," ujar Hariyadi kepada Republika, Senin. Ia menambahkan, untuk mengamankan kinerja ekspor-impor, pemerintah harus terus mendorong hilirisasi dan penggunaan produk dalam negeri.

Namun, menurut dia, tidak semua sektor industri mengalami penurunan. Industri yang sudah menunjukkan rebound yakni perhotelan dan penerbangan. Perbaikan di sektor perhotelan karena meningkatnya wisatawan asing maupun lokal di sejumlah daerah.

Selain itu, adanya pencabutan larangan lembaga pemerintah melakukan rapat di hotel juga membantu mendorong sektor industri tersebut. "Penerbangan mulai membaik karena adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga avtur," kata Hariyadi.

Ia menjelaskan, paket kebijakan ekonomi pemerintah tak banyak membantu kinerja ekspor-impor karena beberapa kebijakan baru bisa dirasakan dampaknya pada tahun depan. Kebijakan yang langsung dirasakan adalah upah minimum, revaluasi aset, dan potongan pajak.

Direktur Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, yang dipublikasikan BPS merupakan data Oktober saat terjadi banyak PHK. Artinya, memang banyak penurunan kinerja industri.

Kalau industri turun, penggunaan bahan bakunya turun. Menurut dia, data tersebut mengonfirmasi mengapa impor pada Oktober mengalami penurunan. Meski terjadi surplus neraca perdagangan pada Oktober, ia mengganggap itu bukan berita bagus. Sebab, menurut dia, surplusnya bukan karena pertumbuhan ekspor yang positif, melainkan penurunan impor yang lebih besar.

Suryamin juga memaparkan, neraca perdagangan RI pada Oktober surplus 1,01 miliar dolar AS. Surplus terjadi karena ekspor lebih besar dari impor. Nilai ekspor tercatat 12,08 miliar dolar AS, sedangkan impor 11,07 miliar dolar AS.

Surplus neraca perdagangan Oktober 2015 ini merupakan yang tertinggi setelah 2011. "Pada 2011 merupakan momen saat ekspor-impor kita sedang bagus-bagusnya. Sekarang nilai surplusnya sudah mendekati," katanya.

Suryamin memerinci, neraca perdagangan Oktober 2011 surplus 1,24 miliar dolar AS, Oktober 2012 defisit 1,89 miliar dolar AS, Oktober 2013 surplus 24,3 juta dolar AS, sedangkan Oktober 2014 defisit 35,2 juta dolar AS.

Kalau dihitung kumulatif dari Januari-Oktober 2015, neraca perdagangan mencatatkan surplus 8,16 miliar dolar AS. Nilai Ekspor 127,22 miliar dolar AS, sedangkan impor 119,05 miliar dolar AS. Nilai kumulatif ini juga yang tertinggi dalam periode yang sama 2011.

Kala itu, surplus mencapai 23,6 miliar dolar AS. Sedangkan, pada 2012 defisit 863 juta dolar AS, pada 2013 defisit 6,38 miliar dolar AS, dan pada 2014 defisit 1,7 miliar dolar AS. n muhammad nursyamsyi ed: ferry kisihandi 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement