Jumat 13 Nov 2015 13:00 WIB

Turnbull ingin Redakan Ketegangan RI-Australia

Red:

JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo menerima kunjungan kenegaraan dari Perdana Menteri Australia yang baru Malcolm Turnbull, Kamis (12/11). Kedua pihak mengharapkan kunjungan kemarin bisa memulihkan hubungan Australia dan Indonesia yang terganggu sejumlah gesekan.

Turnbull disambut dengan upacara resmi di Istana Merdeka, kemarin. Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menerima kunjungan Turnbull bersama sang istri Lucy Turnbull.

Dalam keterangan resmi terkait kunjungan, Presiden mengiyakan hubungan kedua negara memang sempat tak enak. Hal tersebut salah satunya disebabkan posisi keduanya yang demikian dekat. "Di bidang bilateral, posisi geografis yang berdekatan serta intensitas hubungan kedua negara yang semakin tinggi tentu akan meningkatkan potensi gesekan di antaranya," kata Presiden.

Kendati demikian, Kepala Negara menegaskan kedekatan tersebut juga membuka potensi kerja sama yang kian erat antara kedua negara. Ia mengatakan, kunjungan Turnbull kemarin setidaknya bisa mencairkan hubungan Australia dan Indonesia.

Dalam gestur bersahabat, Presiden Joko Widodo menyampaikan selamat atas terpilihnya Turnbull sebagai perdana menteri Australia, menggantikan Tony Abbott. Presiden juga  mengucapkan terima kasih kepada Turnbull atas bantuan Australia kepada Indonesia dalam mengatasi bencana kebakaran lahan beberapa waktu lalu. Presiden Jokowi juga menyatakan menyambut baik pembukaan Konsulat Jenderal (Konjen) Australia di Makassar.

Di bidang regional, Jokowi menyambut baik rencana pertemuan Bali Process pada awal 2016, guna membahas penyelundupan dan perdagangan manusia. "Masalah ini merupakan masalah bersama yang melibatkan negara asal, transit, dan tujuan," kata Presiden Jokowi.

Sebaliknya, Turnbull juga mengharapkan kunjungannya bisa meredakan tensi antara kedua negara. Ia menekankan, Indonesia adalah negara pertama yang ia kunjungi di Asia selaku perdana menteri. "Australia dan Indonesia berbagi persahabatan yang sangat dekat selama tujuh dekade," kata dia.

Turnbull kemudian mengingatkan soal kontribusi Australia memberikan dukungan diplomatik segera setelah era perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Ia juga menegaskan akan menegakkan kembali Lombok Treaty yang ditandatangani kedua pemerintahan pada 2008 lalu.

Perjanjian itu menggarisbawahi perlunya Australia dan Indonesia menghormati kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan negara, dan kemerdekaan politik masing-masing. Menurut Turnbull, perjanjian itu merupakan kesepakatan penting yang melambangkan dan meresmikan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati antara dua negara besar.

Australia dan Indonesia beberapa kali terlibat dalam sejumlah gesekan yang mengancam hubungan diplomatik keduanya pada masa perdana menteri Tony Abbott. Pada 2013, saat dokumen soal penyadapan yang dilakukan intelijen Australia terhadap lingkaran dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkuak, Tony Abbott enggan meminta maaf.

Skandal tersebut kemudian mendorong Kementerian Pertahanan RI membekukan tiga kerja sama dengan Australia. Yakni, soal tukar-menukar informasi intelijen, patroli militer bersama, dan latihan militer bersama.

Pemerintahan Tony Abbott juga terkenal dengan kebijakan antiimigrannya. Kebijakan tersebut beberapa kali membuat pejabat Australia dan Indonesia bergesekan karena Indonesia adalah jalur yang digunakan para imigran gelap ke Australia. Pada masa Abbott, terungkap bahwa pejabat Australia membayar para penyelundup manusia untuk membawa imigran gelap kembali ke Indonesia.

Friksi antara pemerintah kedua negara menjadi-jadi saat Presiden Joko Widodo menyetujui eksekusi dua gembong narkoba asal Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran bersama sejumlah terdakwa mati lainnya pada awal 2015. Rencana eksekusi tersebut sempat memantik Abbott, mengingatkan Indonesia atas bantuan yang diberikan negaranya saat gempa melanda Aceh pada 2004.

Seruan mengumpulkan koin untuk mengembalikan bantuan yang disinggung Abbott kemudian mengemuka di Tanah Air. Sedangkan di Australia, aksi memboikot kunjungan ke Bali diserukan. Saat akhirnya Chan dan Sukumaran dieksekusi, Abbott sempat menarik duta besar Australia untuk RI.

Bagaimanapun, sejak insiden tersebut, sejumlah upaya pendekatan dilakukan kedua negara. Setidaknya empat menteri dari Australia telah mengunjungi Indonesia sejak eksekusi dan ketegangan perlahan mereda.

Tim Lindsey, direktur Pusat Kajian Hukum Indonesia, Islam dan Masyarakat di Universitas Melbourne di Australia, mengiyakan kunjungan Turnbull bisa menormalkan kembali hubungan kedua negara. "Saya rasa kunjungan ini terbilang penting karena ia akan mengambalikan hubungan selepas Tonny Abbott tak lagi menjabat," ujar Lindsey seperti dikutip laman Australian Broadcasting Corporation (ABC).

Ia menjelaskan, pada masa Tony Abbott, pemulihan hubungan kedua negara tergolong sukar karena yang bersangkutan tak populer di Indonesia. Terlebih selepas komentar-komentarnya menyusul rencana eksekusi Chan-Sukumaran. "Dengan pergantian kepemimpinan, pemulihan hubungan bisa jadi lebih mudah sekarang," ujarnya lagi. n antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement