Selasa 06 Oct 2015 12:00 WIB

Bayi Korban Asap Dievakuasi

Red: operator
Bayi berusia empat bulan bernama Gibran digendong oleh ibunya di Posko Evakuasi Korban Asap di Kantor Wali Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (30/9).
Foto: Antara/FB Anggoro
Bayi berusia empat bulan bernama Gibran digendong oleh ibunya di Posko Evakuasi Korban Asap di Kantor Wali Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID,Bayi Korban Asap Dievakuasi

Bayi menjadi rewel dan susah bernapas.

PEKANBARU -- Kabut asap pekat akibat kebakaran lahan dan hutan di Sumatra dan Kalimantan mengancam kesehatan bayi dan balita. Sejumlah warga terpaksa mengevakuasi buah hatinya masing-masing ke posko kesehatan akibat kondisi kesehatan yang terus memburuk.

Ira Mizati, ibu dari bayi berusia dua bulan bernama Rangga, salah seorang warga yang memutuskan membawa anaknya ke posko evakuasi Pemkot Pekanbaru, Riau. "Terpaksa dievakuasi karena seminggu ini Rangga pilek dan batuk," kata Ira, Senin (5/10). Tak seperti sebagian warga Pekanbaru lainnya, Ira Mizati, tak memiliki pengatur suhu (AC) di rumahnya. Akibatnya, Rangga terus-menerus menghirup kabut asap pekat dan akhirnya terkena penyakit. 

Ia menuturkan, sebelum memutuskan ke posko evakuasi Pemkot Pekanbaru, dia sempat membawa Rangga ke puskesmas terdekat. Petugas kesehatan, kata Ira, telah memberi Rangga sejumlah obat dan vitamin. Namun, ia mengatakan, karena kualitas udara di Pekanbaru yang semakin hari semakin memburuk, kondisi Rangga justru kian parah. Akhirnya, dengan dibantu pihak puskesmas, Rangga dievakuasi ke posko balita di Kantor Pemkot Pekanbaru. "Rangga rewel dan tidak kunjung sembuh akibat susah bernapas," ujarnya.

Sementara itu, dokter di posko evakusi balita, dr Rizaldi, menjelaskan, Rangga didiagnosis mengalami sakit ISPA ringan. Tim dokter, lanjutnya, sudah memberikan pelayanan medis saat Rangga datang. "Kondisi Rangga sedikit membaik," kata dia.

Menurutnya, Rangga menjadi bayi ke-10 yang dievakusi bersama seorang balita di posko tersebut. Namun, saat ini hanya ada lima balita yang masih bertahan, yaitu Gibran, Arkan, Al Astra, Rangga, dan Aulia serta balita berusia dua tahun. Sementara, lima bayi lainnya sudah pulang ke rumahnya masing-masing. 

Di Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel), bayi dan anak-anak berusia nol sampai lima tahun yang menderita ISPA setidaknya mencapai angka 10.056 orang sejak Juli lalu hingga Agustus. "Untuk bulan September dari 15.474 penderita, data jumlah penderita balita belum kami pilah," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Anton Suwindro. 

Sejak kabut asap menyelimuti Palembang, total penderita ISPA mencapai 44.993 orang. Menurut tenaga medis di Puskesmas Merdeka, Palembang, para penderita ISPA yang datang kebanyakan berobat jalan, baik penderita balita maupun lansia. 

Di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, seorang bayi berumur 45 hari bernama Ratu Anggraini dilaporkan meninggal di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Doris Sylvanus, Sabtu (3/10), sekitar pukul 06.37 WIB. Ratu didiagnosis mengalami dehidrasi hingga syok akibat diare, salah satu penyakit yang bisa disebabkan pencemaran udara.

Pejabat Gubernur Kalimantan Tengah Hadi Prabowo lekas menyangkal laporan tersebut. "Bayi itu sudah dua hari menderita diare baru di bawa ke rumah sakit. Pihak RSUD Silvanus sudah berupaya melakukan penanganan seoptimalnya, tapi Tuhan berkehendak lain. Jadi, bukan karena kabut asap," ucapnya. 

Ia menolak jika pemerintah harus meminta maaf ke masyarakat akibat kabut asap tak kunjung reda. "Kita sudah bekerja sangat keras agar kabut asap ini teratasi, kenapa jadi minta maaf? Bukan kita yang bakar," kata Hadi.

Laporan kematian bayi akibat penyakit terkait kabut asap juga muncul dari Jambi. Di media sosial, beredar foto seorang anak berusia 14 bulan bernama Nabila Julia Rahmadani yang sudah tak bernyawa. Orang tua yang bersangkutan menautkan pesan supaya cukup anaknya semata yang menjadi korban kabut asap.

Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Untung Suseno Sutarjo juga membantah ada bayi di Jambi yang meninggal karena asap. "Tidak benar itu. Bayi tersebut sakit sepsis (keracunan darah)," kata dia.

Dia menyatakan, tindakan Kemenkes terkait kabut asap hanya sekadar mem-back up pemerintah daerah. "Misal, mereka butuh obat dan sebagainya, maka akan kita kirim," katanya menjelaskan. Menurutnya, sejauh ini Kemenkes sudah mengirim 24,7 ton bantuan ke enam provinsi terdampak asap. Bentuk bantuannya terdiri dari masker, obat obatan, juga makanan.

Pihak rumah Sakit Theresia Kota Jambi, Provinsi Jambi, juga membantah Nabila meninggal karena kabut asap. Direktur RS Theresia Asianto Supargo mengatakan, Nabila meninggal karena kegagalan multifungsi organ dan juga kegagalan kardiovaskular. "Asap tidak menyebabkan kematian secara langsung. Saya kira kalau asap menyebabkan kematian secara langsung, banyak balita lain yang kena asap juga meninggal," ujar Asianto. 

Kementerian Kesehatan melansir, hingga awal pekan ini, tercatat 222.984 orang menderita ISPA di Sumatra dan Kalimantan. "Dari total penderita ISPA, 60 persennya anak-anak," kata Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian kesehatan Achmad Yurianto, kemarin. n eko supriyadi/antara ed: fitriyan zamzami

***

Akibat Fatal Kabut asap

- ISPA yang kemudian memburuk menjadi pneumonia.

- Memburuknya penyakit paru dan jantung kronis, terutama pada lansia.

- Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) eksaserbasi akut 

- Gagal jantung sisi kanan akibat penyakit paru-paru kronis.

- Gagal jantung tidak terkontrol.

- Kecelakaan akibat kebakaran atau asap.

Gangguan Kesehatan Akibat Asap

- Infeksi saluran pernapasan atas

- Pneumonia (radang paru)

- Iritasi Mata

- Asma

- Diare

Sumber: Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan

TINGKAT PENCEMARAN (ugram/m3)

PEKANBARU: 447,11 (pukul 16.00)

PALEMBANG: 903,46 (pukul 05.00)

JAMBI: 794,86 (pukul 08.00)

PONTIANAK: 335,10 (pukul 12.00)

BANJARBARU: 123,70 (pukul 17.00)

PALANGKARAYA: 1.952,98 (pukul 14.00)

skala:

250-350: sangat tidak sehat

>350: berbahaya

Sumber: www.bmkg.go.id (5 Oktober 2015) 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement