Selasa 22 Sep 2015 12:00 WIB

Imbauan Membingungkan Menjelang Idul Adha

Red:

Pemprov DKI Jakarta mengimbau warga mengirimkan hewan kurban untuk disembelih di rumah potong hewan (RPH) pada Idul Adha mendatang. Selama ini masyarakat terbiasa menyembelih hewan korban di lingkungan masjid, sekolah, atau tempat tinggalnya secara bergotong royong. Terkait imbauan itu, Republika menelusuri kesiapan RPH di Jakarta jika memang semua hewan kurban akan dipotong di RPH. Berikut tulisan pertamanya.

Abdul Wafi, seorang warga Jakarta, terlihat sibuk, pekan lalu. Saat ditemui Republika, laki-laki berumur 42 tahun itu cekatan meracik minuman untuk sapi-sapi yang akan ia jual. Ia mencampurkan air gula dan dedek untuk daya tahan sapi yang telah dijejerkan dan diberi angka.

Tidak lama lagi Idul Adha 1436 H datang. Tak lebih dari seminggu takbir berkumandang. Jadi, wajar saja kalau dia yang berprofesi sebagai tukang jagal sementara beralih menjadi pedagang sapi kurban.

Lokasi Abdul Wafi berjualan adalah di Rumah Potong Hewan (RPH) Cakung, Jakarta Timur. Ia juga bekerja di RPH tersebut sebagai penjagal. Saat-saat menjelang Idul Adha ia manfaatkan juga untuk mendapat penghasilan tambahan.

Sekitar 40 ekor sapi ia datangkan dari wilayah Madura dengan menggunakan dua truk besar. Sehubungan kondisi perekonomian, menurut dia, sapi Madura yang biasanya dijual Rp 19 juta sekarang dihargai Rp 21 juta. Untuk keuntungan perekor, dia mengaku dapat mengantongi Rp 400 ribu-Rp 500 ribu.

Menurut Abdul Wafi, hingga pekan lalu, jualannya laku tak sebanyak tahun lalu. Ia menyalahkan melemahnya nilai tukar rupiah dan pelemahan ekonomi. Meski begitu, bukan hal itu yang utamanya menjadi pikiran Abdul Wafi belakangan.

Sebagai tukang jagal, ia berkerut mendengar imbauan Pemprov DKI Jakarta melalui Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang meminta penyembelihan hewan kurban, terutama sapi, dilakukan di RPH-RPH Jakarta.

Abdul Wafi kebingungan dengan imbauan itu. Ia menilai, bukan hal yang masuk akal bila seluruh sapi kurban dipotong di RPH. Ia bersikeras, kapasitas RPH di Jakarta tak akan memadai bila imbauan itu dilaksanakan seluruh pemilik hewan kurban di Jakarta. "Di Jakarta itu ada berapa ribu sapi? Itu nggak masuk akal," ujar Abdul Wafi.

Mawardi (40), pekerja lainnya di kandang RPH Cakung, sepakat dengan rekannya. Menurut dia, kemampuan tempatnya bekerja jauh dari cukup, semisal warga Jakarta berbondong-bondong membawa sapi kurbannya untuk dipotong. "Boro-boro 200 (sapi per hari), Pak, 100 aja kita repot juga kan," ujar Mawardi.

Meski bagitu, Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Darjamuni punya pandangan lain. Ia menegaskan titah Basuki Tjahaja Purnama dan mendorong warga menyetorkan sapi kurban untuk disembelih di RPH.

Di Jakarta, menurutnya, ada dua RPH yang siap menampung hewan kurban warga, yakni di Pulogadung dan Cakung, Jakarta Timur. Darjamuni meyakini bahwa dua RPH tersebut sanggup melayani permintaan pemotongan warga. 

Menurutnya, dalam sehari satu RPH bisa memotong 500-600 hewan. Jadi, RPH di Cakung dan Pulogadung ia perkirakan sanggup memotong lebih dari 1.000 hewan. Untuk mendorong warga, menurutnya, retribusi pemotongan hewan kurban selama Idul Adha ditiadakan. Ratusan pegawai juga akan diterjunkan untuk mempercepat proses pemotongan.

Terlepas dari klaim Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, bagaimana praktik di lapangan nantinya? Sebagai gambaran, hingga H-4 Idul Adha, Pemprov DKI sudah mendata ada 16 ribu sapi dan 28 ribu lebih kambing yang sudah terdaftar akan dikurbankan.

Jumlah tersebut kemungkinan besar bertambah karena masih jauh dari total keseluruhan tahun kemarin. Pada 2014, Dinas Kelautan dan Pertanian mencatat ada 23.313  sapi dan 76.000 kambing yang dikurbankan di seluruh Jakarta.

Sementara, ajaran Islam mensyaratkan hewan kurban disembelih pada tiga hari tasyrik, yakni pada 11,12, dan 13 Dzulhijah. Dengan jumlah sebanyak 16 ribu sapi di DKI yang akan dikurbankan sejauh ini, jika dibagi rata, berarti sebanyak 5.300 sapi harus dipotong tiap harinya.

Jumlah itu jauh dari kemampuan RPH. Di RPH Cakung, misalnya, meski memiliki daya tampung hewan kurban yang besar, rumah pemotongan hewan hanya bisa melaksanakan penyembelihan sekitar 100 ekor sapi per hari.

Divisi RPH Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya, Jonet Rusmargono, menerangkan rumah pemotongan itu memiliki daya tampung yang sekitar 3.000 hewan kurban. Untuk pelayanan khusus, seperti Idul Adha, RPH Cakung bisa menambah daya tampungnya menjadi sekitar 4.000 hewan kurban.

Daya tampung yang besar itu didukung oleh luas RPH Cakung yang mencapai 12 hektare. Namun, persoalan mengeksekusi sapi kurban adalah masalah lain lagi.

Secara operasional, RPH Cakung sedianya lebih cepat dibandingkan pemotongan yang dilakukan di lingkungan perumahan dengan alat seadanya. Menurutnya, RPH Cakung memiliki 52 alat potong.

Kecepatan proses pemotongan saat Idul Adha juga akan ditambah dengan sekitar 50-60 pekerja RPH yang bertugas untuk berbagai proses. Namun, dengan segala fasilitas tersebut, Jonet mengatakan, untuk penyembelihan, RPH Cakung baru bisa melaksanakan sekitar 100 hewan kurban per hari.

Kemampuan eksekusi di RPH Pulogadung juga tak melebihi jumlah tersebut. "Kalau kemampuan potong harian di RPH Pulogadung hitungan riil antara 50 ekor sampai 70 ekor per hari," ujar pedagang sapi RPH Pulogadung, Subqy (56), kepada Republika. Jika seluruh kekuatan dikerahkan, pemotongan maksimal di Pulogadung diperkirakan sekitar 100-200 ekor sapi.

Ia menerangkan, kemampuan RPH di Pulogadung memang lebih rendah dari Cakung. Di Pulogadung, ada sebanyak tiga orang yang mengomandoi pemotongan di Pulogadung. Masing-masing orang membawahkan 5 sampai 15 pegawai. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan di Cakung di mana ada 10 hingga 15 mandor.

Selain itu, pemotongan di Pulogadung sepenuhnya menggunakan metode tradisional. Setelah disembelih, sapi dipotong dua menggunakan cara tradisional atau dengan kapak. Tak seperti di Cakung yang memiliki alat modern pembelah sapi.

Belakangan, Pemprov DKI Jakarta melonggarkan anjuran memotong kurban di RPH. Meski begitu, alasan yang mereka pakai bukan soal kapasitas RPH.

Darjamuni mengatakan, RPH tidak bisa menyalurkan langsung ke warga yang membutuhkan. Jadi, panitia di wilayah tetap harus mengambil sendiri untuk dibagikan ke masyarakat.

Selain itu, menurut Darjamuni, ada juga kendala "tradisi" di mana pemotongan hewan kurban harus disaksikan empunya kurban. "Ya, kalau tradisi peraturannya harus lihat pemotongan juga, harus menyalurkan langsung, maka kita (RPH) tidak bisa mewadahi itu," kata dia. n c21/c25/c26 ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement